NovelToon NovelToon
Takdir Cinta

Takdir Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Spiritual / Model / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Mengubah Takdir
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Sebuah Kata

Berawal dari sahabatnya yang fans sekali dengan seorang Gus muda hingga mengadakan seminar yang akan diisi oleh Gus yang sedang viral dikalangan muda mudi itu.

Dari seminar itulah, Annisa menemukan sosok yang selama ini dikagumi oleh banyak orang salah satunya Bunga, sahabatnya sendiri.

Awalnya, menolak untuk menganggumi tapi berakhir dengan menjilat air ludah sendiri dan itu artinya Annisa harus bersaing dengan sahabatnya yang juga mengagumi Gus muda itu.

Lantas gus muda itu akan berakhir bersama Annisa atau Bunga?

Ketika hati telah memilih siapa yang dia cintai tapi takdir Allah lebih tau siapa yang pantas menjadi pemilik sesungguhnya.

Aku mencintai dia, sedangkan dia sudah bertemu dengan takdir cintanya dan aku masih saja menyimpan namanya didalam hati tanpa tau bagaimana cara untuk menghapus nama itu.

Bukan hanya aku yang mengejar cinta, tapi ada seseorang yang juga tengah mengejar cinta Allah untuk mendapatkan takdir cinta terbaik dari yang maha cinta.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sebuah Kata, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Apa ini mimpi?

Author pov

Annisa berlari tak tau arah hingga dirinya berhenti di area kolam berenang yang ada didalam rumah milik Zulaikha.

Didekat kolam berenang, disediakan tempat istirahat berupa pondopo yang terbuat dari buluh. Gadis malang itu duduk disisi pondopo sembari menangisi nasibnya.

Dirinya tidak sekuat itu untuk bisa menahan semua sesaknya, "Sakit ya rabb, ini sakit sekali." lirihnya yang sudah dibanjiri air mata.

"Hapus air matamu," seseorang kini berdiri disebelah Annisa dengan menyodorkan sapu tangan kedepan wajah gadis malang itu.

Annisa mengangkat kepalanya, melihat sapu tangan yang ada dihadapannya, " Hapus air matamu, saya benci jika ada wanita yang menangis." lanjutnya lagi.

Deg

Ucapan dan suara itu seakan tak asing lagi baginya, Annisa sangat mengenal suara siapa itu. Dengan penuh keberanian, gadis itu melihat siapa sosok yang kini berada disebelahnya.

Hiks... Hikss

Tangis gadis itu semakin deras saat mendapati sosok Habibi didepannya. Pria yang menjadi sumber mengapa dirinya menangis saat ini dan beraninya Habibi meninggalkan area ijab kabul lalu menghampiri dirinya.

"Hei, jangan menangis! Saya tidak melukaimu." ucap Habibi panik saat tangis gadis itu semakin menjadi-jadi.

Hikss hikss

"Astagfirullah, bisakah kamu berhenti menangis sebentar?"

Annisa menatap Habibi sedangkan yang ditatap membuang muka, tak ingin melihat wanita didepannya menangis, "K-kenapa G-gus ada disini?" tanyanya sesegukan.

"Kenapa emangnya?" tanya Habibi balik.

"L-lebih baik G-gus kembali kedalam, temui mba Ikha, aku gak mau mba Ikha berpikir buruk tentang kita." ucapnya.

Habibi tersenyum tipis, "Kenapa emangnya, jika Ikha melihat?"

Annisa menatap Habibi tak percaya, bagaimana bisa laki-laki yang sudah menjadi suami orang bisa-bisanya dengan santai menemui wanita lain diacara nikahannya. Sungguh diluar nalar.

"Gus itu udah jadi suami orang, harusnya gus itu bisa bersikap layaknya laki-laki yang bertanggung jawab!" tangis gadis itu sudah mereda.

Catat! ANNISA MOODNYA MUDAH BERUBAH-UBAH.

"Bisa turunkan nada bicaramu?"

"Gak! Pria kayak gus emang harus diteriaki, gus harus mikirin perasaan mba Ikha!"

"Kenapa saya harus mikirin Ikha?"

Mata gadis itu semakin melotot dibuatnya, "Karena gus suaminya!"

Habibi memajukan bibirnya kedepan dengan alis mata yang tertaut, " Suami?"

Annisa mengangguk, "Gus amnesia?"

Habibi menggeleng, "Saya hanya calon suami kamu, bukan Ikha!"

Deg

Katakan jika Habibi saat ini sedang gila.

"Astagfirullah, jangan bikin aku membencimu gus, Mba Ikha sudah aku anggap kakak sendiri jadi aku mohon untuk tidak melibatkan aku dalam rumah tangga kalian. Aku tidak ingin mba Ikha terluka."

"Siapa yang ingin melukai Ikha?"

"AKU MOHON GUS, PERGILAH! TEMUI MBA IKHA, DIA PASTI MENUNGGU GUS DISANA. MUNGKIN AKU BISA TERLUKA KARENA GUS, TAPI AKU TIDAK RELA JIKA MBA IKHA TERLUKA KARENA GUS."

"Icha," suara Zulaikha mengintruksi mereka.

Gadis itu terdiam kaku dibuatnya, hidupnya semakin runyam. Annisa takut jika Zulaikha akan berpikiran buruk tentangnya. Annisa tak ingin kehilangan manusia sebaik Zulaikha, baginya semua sudah berakhir bersama Habibi dan dia hanya mempunyai Zulaikha saat ini.

Annisa menangis sembari menggeleng, "M-mba Ikha, i-ini semua tidak seperti yang mba pikirkan." ucapnya meyakinkan Zulaikha.

"Mba Ikha, tolong jangan membenciku, aku mohon maafkan aku, ini semua tidak seperti yang mba lihat, mba percaya sama aku kan?" tanya gadis malang itu.

Zulaikha mendekatinya, wanita berparas ayu itu semakin mengikis jarak dengan Annisa, "Sini!" Zulaikha merentang tangannya membuat Annisa menatap wanita itu heran.

Zulaikha mengangguk memberi isyarat untuk Annisa memeluknya, tanpa berlama-lama Annisa sudah berhamburan dalam pelukan Zulaikha.

"Mba gak marah sama aku?" tanya gadis itu.

Zulaikha menggeleng, "Marah untuk apa?"

Annisa melonggarkan pelukannya dan mendogak keatas melihat wajah Zulaikha, "Karena aku dan gus Habibi."

Zulaikha tersenyum, "Habibi bukan suami aku Icha, kamu lihat aja warna bajunya." balas Zulaikha.

Annisa melirik baju yang Habibi kenakan, pria tampan itu ternyata memakai baju yang senada dengannya. Kemeja berwarna pink baby yang entah kenapa begitu cocok untuk gus tampan itu.

Annisa melepaskan pelukannya menatap Zulaikha dengan tatapan penuh tanya, "Mba, ini maksudnya apa?" tanya Annisa.

"Assalamualaikum," suara seseorang mengintruksi mereka.

Mereka menjawab salam dari orang tersebut, "A-adam?" batin Annisa.

Iya dia adalah Adam Al-Hafiz, pria yang satu bulan lalu Annisa temui dipelantaran masjid. Pria yang pernah mengatakan jika dirinya akan melamar gadis mini itu ketika bertemu kembali.

Adam, berjalan menghampiri Habibi yang berdiri disebelah Zulaikha. Adam, memposisikan dirinya ditengah-tengah Zulaikha dan Habibi sedangkan Annisa berada dihadapan mereka, tepatnya dihadapan Adam.

Annisa dan Adam saling menatap hingga Adam memutus tatapan mereka, "Sayalah suami Ikha, bukan Habibi." suara Adam memecah keheningan.

Annisa kembali menatap pria dihadapannya, mencoba membaca kebenaran dari sorot mata pria itu sedangkan Adam, dirinya hanya menatap kosong kedepan.

"S-suami?" beo Annisa tak percaya.

Apa yang bisa membuat gadis seperti dirinya percaya begitu saja, setelah semua yang dia ketahui bukan menjadi faktanya. Annisa hanya mengetahui jika Habibi lah calon suami Zulaikha bukan hanya gadis itu, melainkan semua fans Habibi juga mengetahui hal itu.

Lalu, Adam?

Pria itu kini datang dengan mengaku sebagai suami dari Mba Ikha, sedangkan sebelumnya tidak ada pembicaraan atau berita disosial media mengenai dirinya yang akan menikah. Jangan dilupakan jika Adam dan Habibi sama-sama pendakwah viral.

"Alangkah lebih baik kita duduk di dalam, acara masih berlanjut, setelah acara selesai kita akan bahas masalah ini." ucap Adam berlalu pergi sembari menggenggam tangan sang istri.

"Maafkan aku," batin Adam. Pria itu tak henti-hentinya mengucap maaf didalam hati yang ditujukan pada Zulaikha sang istri. Adam tau jika apa yang dia lakukan saat ini adalah hal yang salah namun bagaimanapun hatinya masih terpaut pada gadis yang dirinya temui dipelantaran masjid kampus---- Annisa, gadis itu adalah Annisa.

Usai kepergian Adam dan Zulaikha, kini tinggalah Annisa dan Habibi. Mereka berdua tampak canggung saat ini, lebih tepatnya Annisa yang merasa risih jika ada didekat Habibi.

Pasalnya, hati gadis itu masih menyimpan nama Habibi didalamnya dan setelah pertemuan terakhir satu bulan yang lalu, kini pria itu kembali dengan membawa drama baru yang mengharuskan Annisa berpikir keras dengan alurnya.

"Aku mau ke dalam, permisi gus." Annisa akhirnya memberanikan diri meninggalkan Habibi yang masih diam disana.

------

Acara pernikahan Zulaikha berlangsung damai dan meriah, semua karib kerabat datang memberikan doa terbaik untuk kedua pengantin baru.

Acara itu selesai jam enam sore sedangkan sekarang sudah menunjukan pukul delapan malam dan Annisa masih berada disana karena Zulaikha yang menahannya.

Annisa kini tengah berkumpul dengan keluarga besar Zulaikha dan Adam yang masih berada dirumah itu, mereka terlihat bahagia dengan berbagai candaan yang keluar menghiasi ruang keluarga.

Annisa sudah lama tidak merasakan kehangatan keluarga besar seperti yang kini dia lihat.

Mata Annisa juga tengah menangkap dua sosok yang tengah duduk dimeja makan dimana yang si wanita nya tengah mengaduk kopi dan prianya tengah duduk sembari menunggu kopi buatan sang istri.

Tampak raut bahagia diwajah Zulaikha walau sebelumnya entah apa yang wanita itu rasakan hingga bisa berdamai dengan keadaan dan terlihat begitu bahagia dari sebelum Annisa mengenalnya.

Iya, saat ini Annisa tengah melihat kehangatan pengantin baru itu. Hingga seorang anak kecil datang menghampiri dirinya, "Onty, onty ain yuk!" ajak anak kecil tampan dengan mata yang berbinar.

Annisa tersenyum, "Ayuk, mau main apa?" tanya gadis itu tak kalah bahagia, sudah lama dirinya tak bermain dengan anak kecil pasalnya Annisa sangat menyukai anak kecil.

Anak kecil itu meletakan jari telunjuknya di pipi seolah tengah berpikir keras tentang apa yang akan mereka mainkan nantinya, "Aha, Acan unya ide, dimana talau tita ain cuit-cuitan aja, anti talau ada yang talah didelitik." jelasnya.

Annisa mencium pipi gembul milik anak kecil itu, "Jadi nama kamu Acan?" tanya Annisa polos.

"Butan Acan, onty tapi Acan." ucapnya menjelaskan nama miliknya.

Annisa menyegit binggung, apa bedanya? Itulah pikir gadis itu.

"Acan?" ulang Annisa yang mendapat gelengan dari anak kecil itu.

"Hasan, namanya Hasan." suara itu membuat Annisa membeku, dari mana pria itu datang?

Hasan, si anak kecil tadi mengangguk, "Iya nama aku Acan, bukan Acan." jelas Hasan membuat Annisa gemas dengan prilaku bocil yang satu itu.

"Baiklah, Hasan, mari kita bermain." ucap Annisa tak ingin berlama disini, dirinya takut akan terlibat percakapan dengan Habibi.

Hasan dan Annisa tengah asik dalam dunia mereka seperti perjanjian awal dengan bocil itu, kini Annisa telah memenangkan games dan sudah dipastikan jika Hasan lah yang kalah.

Anak laki-laki berusia 3 tahun itu terlihat bahagia kala Annisa menggelitik badannya, wajah yang tampan itu kini memerah padam menahan geli sekaligus tertawa terbahak-bahak.

Annisa juga merasa bahagia saat bersama Hasan, dunianya seakan lebih bewarna saat ini tanpa dia sadari seorang pria yang tak pergi dan masih setia melihat dua makhluk berbeda jenis dan berbeda generasi itu tengah tertawa, layaknya anak dan ibu yang sedang bercanda dan dia adalah ayah yang sedang memantau istri dan putranya.

"Onty, udah ya Acan udah tape." rengeknya.

Annisa berhenti dari kegiatannya dan membawa bocal kecil kedalam dekapannya, "Hasan cape? Sini duduk sama onty!" ajak Annisa sambil menepuk pahanya.

Dengan binaran dimata, bocil itu duduk diatas pangkuan Annisa, "Nama onty capa?" tanyanya.

Annisa melihat raut wajah tampan Hasan yang sudah berkeringat, dengan penuh kasih sayang gadis itu mengelap keringat Hasan, "Nama onty, Annisa anak manis."

Hasan mengangguk, "Onty Caa, onty Ca udah tunya oom?" tanya Hasan membuat Annisa menatap bocil itu heran.

Annisa menggeleng, "Onty ga punya oom, kalau Hasan gimana?" tanya Annisa balik.

Hasan melirik pria yang berada disebrang Annisa, "Acan ada oom, itu oomnya." Hasan menunjuk Habibi yang sibuk dengan ponselnya kini, entah pura-pura sibuk atau memang sibuk biarkan saja.

Annisa mengikuti arah tunjuk Hasan, dan membuang muka saat mengetahui siapa oom dari anak kecil yang ada dipangkuannya, "Onty, Acan ngantuk." rengeknya sambil mengucek mata yang sudah sayu.

"Sini sama om." kali ini Habibi memanggil Hasan yang enggan lepas dari pangkuan Annisa.

Annisa menggeleng, "Biarkan dia tidur disini, gus." ucap Annisa tak tega jika harus membuat bocil tampan itu menangis.

Hasan tertidur didalam pangkuan Annisa dengan tangan yang memeluk pinggang Annisa erat, "Dia sudah tertidur, kamu bisa meletakkannya diatas sofa." ucap Habibi.

Saat hendak melepaskan Hasan dan ingin membaringkan Hasan diatas sofa namun pelukan anak kecil itu semakin erat, "Kenapa?" tanya Habibi.

"Hasan memelukku, dia tak mau lepas." ucap Annisa sedikit berbisik.

"Tidak apa lepaskan saja dia, jika dia menangis saya akan panggil umahnya."

Annisa menggeleng, "Aku gak tega gus."

Habibi melirik jam tangannya yang sudah menunjukan pukul sembilan malam, "Ini sudah terlalu malam untukmu, jika kamu berniat menginap disini tidak apa, namun alangkah lebih baik kabari keluargamu."

"Aku akan pulang setelah Hasan bangun gus, aku tidak bisa menginap disini karena aku besok ada acara di kampus."

Habibi berdiri meninggalkan Annisa dan Hasan, tangan dan kaki Annisa terasa kram saat ini, bagaimana tidak sudah hampir satu jam dia menggendong Hasan.

Tak lama Habibi datang dengan seorang wanita berusia 30 tahun yang masih tampak cantik, wanita itu tersenyum hangat pada Annisa, "Maafkan Hasan ya dek, tadi mba lagi bantuin umi dibelakang." ucap wanita itu.

Annisa tersenyum, "Tidak apa mba, aku bahagia kok, soalnya aku udah lama gak main sama anak kecil." ucap Annisa menatap wajah Hasan yang damai.

Wanita itu ikut bahagia mendengar penuturan Annisa, "Panggil Mba Lala aja ya, nama kamu siapa? Kita belum kenalan loh."

"Aku Annisa mba, temannya Mba Ikha."

Mbak Lala tersenyum sembari mengambil alih Hasan dari pangkuan gadis mini itu, dengan penuh kehati-hatian Lala menggendong putranya namun bukan Hasan namanya jika tidak bangun saat ada seseorang yang mengganggu tidurnya.

"Hasan, lepasin ontynya ya, ontynya mau pulang nak, tidurnya sama umah aja ya." ucap Lala saat Hasan kembali mendekap Annisa dengan erat.

"Tarik aja mba, kalau dibiarin trus yang ada Annisanya kemalaman." suara Habibi mengintruksi mereka.

Mau tak mau Lala menarik Hasan dari dekapan Annisa, "Maafin Hasan ya, Cha." ucap Lala merasa bersalah.

Annisa tersenyum dan bangkit dari tempat duduknya, walau sedikit susah karena kakinya sakit dan kram akibat terlalu lama duduk, susah payah Annisa bangkit atas bantuan sofa dan itu tidak luput dari penglihatan Habibi, "Kakimu kram?" tanyanya.

Annisa mengangguk, "Sedikit."

"Umaahhh, Acan mau sama onty Ichaaaa, lepasin Acan umaaahhh...." rengek bocah kecil itu, terlihat anak laki-laki itu tengah menangis didalam gendongan Lala.

Annisa menatap Hasan kasihan, "Maafin onty ya." ucapnya membuat Hasan mengulurkan tangan berharap Annisa akan menggendong dirinya.

Annisa mendekati Lala dan Hasan, "Onty pulang dulu ya, kapan-kapan kita main lagi, onty janji, oke?" ucap Annisa berusaha meyakinkan Hasan bahwa dirinya akan kembali bermain dengan bocah kecil itu.

Sebenarnya Annisa ragu akan janjinya itu tapi demi kedamaian malam ini tidak apalah, semua akan baik-baik saja bukan?

"Onty janji? Talau onty intar Acan malah cama onty." ucapnya mengancam.

Annisa mengangguk ragu, "InsyaAllah, onty bakal main lagi sama Hasan, tapi malam ini onty harus pulang."

Hasan mengapus air matanya dengan kedua tangan mungil miliknya, "Tenapa cepat tetali? Tenapa onty ndak tidul dicini taja? Temua olang ninap dicini."

Annisa tersenyum gemas pada bocil satu itu, "Onty besok wisuda sayang, jadi onty harus nyiapin semuanya. Hasan doain onty ya, semoga wisuda onty lancar dan onty bisa jadi Hakim." jelas Annisa diakhiri dengan kekehan kecil dibelakangnya.

"Selamat ya, Cha, semoga ilmunya berkah." ucap Lala.

"Terima Kasih mba, kalau begitu aku pulang dulu ya mba."

"Habibi, mari kita antar Annisa pulang."

Annisa menggeleng, "Gak mba, aku bisa pulang sendiri kok." talaknya ramah.

Lala menggeleng, "Gak baik jika perempuan pulang malam-malam sendirian."

"Ayo onty, Acan tuga tengen liat lumah onty." timpal bocah itu.

Mau tak mau Annisa harus menerima tumpangan Habibi dan Lala setelah berpamitan dengan keluarga besar Ikha dan Adam.

1
Zulfa Ir
Ceritanya mendidik untuk menerima takdir Allah
aca
hadeh sabar
aca
lanjut
Capricorn 🦄
k
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!