✰Rekomendasi Cerita "Introspeksi"✰
Nero, seorang pewaris perusahaan ternama, menikahi Aruna, gadis desa sederhana yang bekerja di perusahaannya. Cinta mereka diuji oleh keluarga Nero, terutama ibu tirinya, Regina, serta adik-adik tirinya, Amara dan Aron, yang memperlakukan Aruna seperti pembantu karena status sosialnya.
Meskipun Nero selalu membela Aruna dan menegaskan bahwa Aruna adalah istrinya, bukan pembantu, keluarganya tetap memandang rendah Aruna, terutama saat Nero tidak ada di rumah. Aruna yang penuh kesabaran dan Nero yang bertekad melindungi istrinya, bersama-sama berjuang menghadapi tekanan keluarga, membuktikan bahwa cinta mereka mampu bertahan di tengah rintangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Detia Fazrin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
She's My Wife ꨄ
...»»————> Perhatian<————««...
...Tokoh, tingkah laku, tempat, organisasi profesi, dan peristiwa dalam cerita ini adalah fiktif dan dibuat hanya untuk tujuan hiburan, tanpa maksud mengundang atau mempromosikan tindakan apa pun yang terjadi dalam cerita. Harap berhati-hati saat membaca....
...**✿❀ Selamat Membaca ❀✿**...
Pengorbanan yang Tak Terduga
Malam itu Amara benar-benar merasa kesal. Sudah berhari-hari ia mencoba memaksa Aron untuk setuju dengan rencananya, tetapi adiknya itu masih ragu. Penuh kemarahan, Amara masuk ke kamar Aron tanpa mengetuk pintu. Aron yang sedang duduk di kursinya hanya menoleh sekilas ketika Amara masuk dengan langkah cepat.
“Kenapa kamu masih ragu?” tanya Amara dengan nada tinggi, tanpa basa-basi. “Kamu tahu, melenyapkan Aruna adalah satu-satunya cara agar kita bisa menghentikan pernikahannya dengan Nero. Apa kamu lupa apa yang dia lakukan pada keluarga kita?”
Aron menghela napas dalam-dalam, menatap kakaknya dengan mata yang dipenuhi kebingungan. “Aku hanya berpikir… mungkin kita bisa menyelesaikannya dengan cara lain,” jawab Aron pelan, mencoba menenangkan kakaknya yang terlihat semakin frustrasi.
Amara tertawa kecil, tapi bukan tawa bahagia. “Cara lain?” tanyanya sinis. “Kamu pikir dengan bicara baik-baik semuanya akan selesai? Apa yang akan kita katakan pada Nero? ‘Oh, maaf, kami tidak suka calon istrimu?’ Dia tidak akan mendengarkan. Dan Aruna, dia... dia terlalu pintar untuk jatuh ke perangkap kita begitu saja.”
Aron terdiam, tidak tahu harus mengatakan apa. Di dalam hatinya, ia tahu bahwa kakaknya benar. Nero terlalu keras kepala, dan Aruna bukanlah tipe wanita yang mudah diintimidasi. Namun, ada sesuatu dalam dirinya yang membuatnya merasa enggan melanjutkan rencana ini.
Setelah beberapa saat dalam kebisuan, Amara mendekatkan wajahnya ke Aron. “Kamu tahu apa yang harus kamu lakukan,” bisik Amara penuh tekanan. “Ini satu-satunya cara.”
Akhirnya, setelah sekian lama terdiam, Aron mengangguk. “Baik,” katanya pelan, nyaris tak terdengar. “Aku akan melakukannya.”
Amara tersenyum lebar. “Bagus! Aku tahu kamu bisa diandalkan.” Dia meraih tangan adiknya, lalu memeluknya dengan erat. Aron membiarkan kakaknya memeluknya, meskipun di dalam hatinya, ia masih dipenuhi keraguan.
Setelah beberapa saat, Amara melepaskan pelukan itu dan beranjak pergi. “Aku mau pergi ke klub dengan teman-temanku. Kamu tahu apa yang harus dilakukan.” Dengan langkah ringan, Amara meninggalkan kamar, meninggalkan Aron sendirian dengan pikirannya.
Aron kembali duduk di tepi tempat tidurnya, menyalakan lampu tidur. Kepalanya berputar-putar dengan pikiran yang semakin membingungkan. Di satu sisi, ia merasa harus melakukan apa yang sudah ia setujui. Tapi di sisi lain, perasaannya terhadap Aruna terus menghantui pikirannya. la membenamkan kepalanya ke dalam bantal, merasa frustrasi dengan situasi ini.
Malam semakin larut, dan Aron masih belum bisa tidur. la mengingat pertemuannya dengan Aruna saat hujan deras di depan klub. Bagaimana Aruna, dengan wajah berani, melawan sekelompok orang yang mencoba mengeroyok Aron, tanpa memikirkan keselamatannya sendiri. Itu adalah momen yang membuat Aron ragu-ragu. Kenapa seseorang yang dianggap musuh ma' sebesar itu?
✎﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏
Sementara itu, Amara sudah berada di klub bersama teman-temannya. Mereka minum dan tertawa tanpa peduli waktu, seperti biasa. Malam semakin larut, dan Amara semakin mabuk. Teman-temannya satu per satu pulang, tapi Amara yang masih ingin bersenang-senang, memilih tetap tinggal. Ketika akhirnya klub tutup, Amara berjalan sempoyongan keluar dari gedung. Mobilnya terparkir agak jauh, dan dalam keadaan mabuk, ia berjalan ke arah yang salah.
Dengan langkah yang tak stabil, Amara tanpa sadar berjalan menuju jalan raya yang gelap. Saat itu juga, sebuah motor Vespa melaju dengan cepat, hampir menabraknya. Amara terjatuh di trotoar dan mulai tertidur di sana, mabuk berat dan tidak sadar.
Seorang pemuda yang mengendarai Vespa itu, terkejut melihat seorang wanita tergeletak di pinggir jalan. Pemuda itu segera berhenti dan mendekati Amara. Setelah memastikan Amara masih hidup dan hanya mabuk, pemuda itu merasa bingung. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukan, tapi meninggalkan Amara di sana juga bukan pilihan. Akhirnya, setelah berpikir sejenak, pemuda itu memutuskan untuk membawa Amara pulang ke rumahnya yang sederhana.
Dengan susah payah, ia menaikkan Amara ke Vespanya dan membawa wanita itu ke rumahnya. Sepanjang perjalanan, Amara tidak menunjukkan tanda-tanda sadar. Pemuda itu menghela napas, berdoa semoga dia tidak menghadapi masalah besar karena menolong wanita mabuk ini.itu
✎﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏
Keesokan paginya, Amara terbangun dengan perasaan pusing. Ia membuka matanya perlahan dan menatap sekeliling. Kamar tempat ia tidur sangat asing baginya. Dinding-dindingnya berwarna putih polos, dan kasurnya terasa keras di punggungnya. Amara segera bangun dari tempat tidur dan memeriksa tubuhnya. Semua pakaiannya masih lengkap. Tidak ada yang mencurigakan.
Amara berusaha mengingat apa yang terjadi malam sebelumnya, tapi pikirannya masih kabur. Ia hanya ingat bahwa ia mabuk dan hampir tertabrak motor. Tapi bagaimana ia bisa sampai di sini?
Setelah memastikan barang-barangnya, termasuk tas kecilnya, masih aman, Amara menemukan sebuah catatan di atas meja kecil di samping tempat tidur. Catatan itu bertuliskan, “Jangan khawatir. Saya orang baik. Di dapur sudah ada sarapan jika kamu lapar.”
Amara mendesah lega. Setidaknya orang yang membawanya ke sini tidak berniat jahat. Setelah melihat jam dinding yang menunjukkan pukul 10 pagi, Amara segera mengambil ponselnya dan menghubungi keluarganya. Ia memberi tahu Nero dan Aron bahwa ia baik-baik saja dan akan segera pulang. Setelah itu, Amara bangkit dari tempat tidur dan mencari-cari pemilik rumah.
Namun, saat ia berjalan keluar kamar, rumah itu tampak kosong. Tidak ada suara apa pun. Amara berjalan ke dapur dan melihat bahwa memang ada sarapan yang sudah disiapkan di meja, seperti yang tertulis di catatan. Makanan itu tampak sederhana, hanya bubur yang sudah agak dingin. Namun, Amara yang merasa lapar memutuskan untuk memakannya. Ini pertama kalinya ia makan bubur yang dingin, tapi entah kenapa, ia merasa senang.
Setelah makan, Amara melihat sebuah catatan lain yang ditinggalkan di meja dapur.
“Jika kamu ingin pulang, tolong kunci rumah dan letakkan kuncinya di bawah pot bunga mawar di depan pintu.”
Amara tersenyum. Pemilik rumah ini ternyata orang yang sangat baik. Sebelum pergi, Amara menyelipkan uang 750 ribu di bawah gelas sebagai bentuk terima kasih. Dia tidak tahu siapa pemilik rumah ini, tapi ia merasa terharu bahwa di dunia ini masih ada orang baik yang mau menolongnya tanpa pamrih.
Sebelum meninggalkan rumah, Amara melihat foto keluarga yang terpajang di dinding. Di foto itu, ia melihat seorang pemuda bersama kedua orang tuanya. Amara tersenyum lagi, menduga bahwa pemuda itu adalah orang yang telah menyelamatkannya tadi malam.
Amara keluar dari rumah sederhana itu dengan perasaan campur aduk. Meskipun ia masih merasa marah dengan masalah Aruna dan Nero, namun pengalaman ini membuatnya merenung. Mungkin ada sisi kehidupan yang selama ini tidak pernah dia perhatikan. Ia tahu, suatu hari nanti, ia harus mencari tahu siapa pemuda yang telah menolongnya. Tapi untuk sekarang, ia hanya ingin pulang dan memikirkan segalanya kembali.
sekarang sudah sibuk takut pergaulan anaknya.
bentar mereka keluarga tiri Nero kan? apa bedanya dengan Mereka yang hanya menikmati kekayaan ayahnya Nero
jangan sampai jadi fitnah kalau cuma berdua dengan Aron.
tetap semangat ya thor..