Kesalahan di masa lalu membuat Maudy memiliki seorang anak.
Seiring bertambah usia, Jeri merindukan sosok seorang ayah.
"Apa kamu mau menikah denganku?" tanya Maudy pada pria itu.
"Aku tidak mau!" tolaknya tegas.
"Kamu tahu, Jeri sangat menyukaimu!" jelas Maudy. Semua demi kebaikan dan kebahagiaan putranya, apapun akan dilakukannya.
"Aku tahu itu. Tapi, aku tidak suka mamanya!"
Akankah Maudy berhasil memberikan papa untuk Jeri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hai_Ayyu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26 - Menginap
Roni bingung mendengar apa yang telah dikatakan wanita itu. Mengajaknya menikah? Sepertinya ada masalah dengan pendengarannya.
Dan Maudy kini malah terpesona oleh tatapan pria itu.
Deg... Terasa getaran di dalam hatinya.
Tatapan mata Roni tidak baik untuk hatinya. Segera ia membuang wajahnya, mengalihkan tatapan tersebut.
"Ada apa, nona?" tanya Roni.
"Hah, apa?" tanya Maudy melihat Roni sekilas lalu melihat ke arah lain.
"Tadi kamu bicara apa?" tanya Roni kembali.
"Aku?" Maudy menunjuk dirinya. "Me-memangnya aku bicara apa? Aku tidak ada bicara apapun!"
Maudy mendadak lupa apa yang telah ia katakan tadi. Juga bingung apa tadi ada mengatakan hal yang tidak-tidak.
"Roni, kenapa di luar saja? Ayo, masuk!" ajak opa Agus. Dari tadi ia melihat calon keluarga kecil itu bicara di depan pintu.
Makanya ia jadi berinisiatif menghampiri mereka. Mungkin saja putrinya tidak mengizinkan calon menantunya masuk rumah dan membiarkan bicara dengan Jeri di luar.
"Ba-baik, pak." jawab Roni jadi gugup. Pak Agus tiba-tiba sudah muncul saja, membuat terkejut.
Maudy pun ikut masuk dan tiba-tiba berhenti saat mengingat sesuatu.
"Ayo, kita menikah!"
"Ayo, kita menikah!"
"Ayo, kita menikah!"
Kata-kata itu yang ia katakan pada pria modus itu beberapa saat yang lalu. Kata-kata itu kini memenuhi pikirannya.
"Argh!" pekik Maudy menghalau pikiran itu. Ia tidak mungkin mengatakan hal itu pada Roni. Tidak mungkin.
Mereka kaget mendengar pekikan Maudy.
"Maudy, ada apa?" tanya opa Agus. Putrinya berteriak begitu malam-malam.
Apa Maudy kesurupan?
"Hah, itu-, itu-, argh... udara malam begitu dingin." Maudy pun beralasan sambil masuk rumah.
Wanita itu mempercepat masuk ke dalam rumah dengan kaki tertatih-tatih.
Di ruang tamu, Roni duduk sambil memangku Jeri. Sejak ia tiba, bocah kecil itu terus lengket padanya. Dan selalu tersenyum sambil memanggil papa.
Opa Agus ikut duduk di ruang tamu, ia menemani Roni dan mengobrol dengan calon menantunya itu.
Dan Maudy,
Wanita itu mengintip dari balik tembok. Mengintip pria itu yang tampak akrab sekali dengan papanya. Kalau dengan Jeri, jangan ditanya. Nempel terus seperti lem.
"Kamu ngapain,Maudy?" tanya oma Novia dari belakang.
"Ak-" Maudy menutup mulutnya saat akan berteriak. Ia kaget, mama sudah ada di dekatnya saja.
"Mama, kenapa mengagetkanku?" tanya Maudy sambil berbisik.
Oma Novia heran kenapa putrinya berbicara seperti bisik-bisik tetangga. Karena penasaran ia melihat apa yang dari tadi diintip anaknya.
Kini oma Novia mengulum senyum. Ternyata putrinya mengintip calon suaminya. Tampak sekali Maudy khawatir saat Roni bicara dengan papanya.
"Kamu tidak perlu khawatir. Kami merestui kalian." Oma mempertegas perkataannya. Ia dan suaminya sudah merestui hubungan keduanya.
Jadi Maudy tidak perlu takut untuk melangkah ke hubungan yang lebih serius.
"Me-merestui apa?" tanya Maudy jadi gugup. Mamanya pasti sudah salah paham.
"Mama, aku dan pria itu sama sekali tidak memiliki hubungan apapun. Aku tidak mungkin suka atau sampai menikah dengannya!" Maudy menjelaskan agar kesalahpahaman ini tidak berlanjut-lanjut.
"Mama." panggil Jeri.
"Akhhh!" Maudy sontak kaget dan berbalik. Ia kembali berhadapan dengan pria itu.
Cling...
Dalam pandangan Maudy, Roni seakan bersinar. Dan saat menatap mata itu,
Deg, deg, hatinya kembali berdegup.
"Mama, Jeri lapar."
Ucapan bocah itu menyadarkan Maudy dari tatapan menyesatkan itu. Ia tidak boleh terpesona begitu.
"A-akan mama siapkan!" ucap Maudy lalu berlalu pergi.
Sambil menyiapkan makanan, mata Maudy melirik-lirik pria modus itu. Terlihat Roni duduk di samping putranya. Duduk sambil merespon cerita Jeri.
Jeri bercerita dengan semangat pada papanya, ia bercerita tentang sekolahnya. Juga tentang Nanda yang sering mengganggunya.
"Nanda bilang kalau Jeri anak haram. Padahal kan Jeri anaknya mama sama papa." cerita Jeri dengan muka cemberut.
Roni menatap bocah itu, merasa kasihan. Jeri masih sangat kecil, bahkan tidak mengerti maksud perkataan itu.
"Perkataan tidak baik seperti itu tidak perlu Jeri dengarkan ya." tangan Roni mengelus kepala anak laki-laki itu.
"Siap, papa!" jawab Jeri dengan bersemangat.
Lagi dan lagi Maudy terenyuh melihat keduanya. Pemandangan yang membuat hatinya menghangat.
Tak lama Jeri makan dengan lahap dan kedua orang di samping kanan kirinya menemani makan.
Maudy melihat ke arah pria itu, saat pria itu akan melihat ke arahnya, ia segera menurunkan pandangan. Terlihat sibuk mengutipi nasi yang berjatuhan di meja.
Wanita itu berusaha untuk tidak melihat pria itu, tapi matanya memang gatal. Dan kembali melihat lalu membuang pandangan.
"Jeri sudah selesai makan." ucap bocah itu dan Roni menyodorkan air minum.
Jeri menghabiskan minumnya.
"Papa menginap kan?" tanya Jeri kemudian.
"Sayang, om Roni mau pulang. Tidak bisa menginap!" jelas Maudy. Putranya tidak boleh menahan pria itu. Roni juga punya urusan lain.
Roni juga mengiyakan ucapan Maudy. Ia tidak mungkin menginap di rumah atasannya itu.
Jeri terlihat kecewa mendengar itu. "Malam ini saja, pa. Menginaplah di sini!"
Bocah kecil itu merengek dengan wajah memelas. Berharap papa Roni tersentuh dan tidak tega meninggalkannya.
Wajah Maudy ikut sedih melihat ekspresi anaknya. Ia memberi isyarat agar Roni bangkit dan mengikutinya.
"Ron, menginaplah di sini!" pinta Maudy. Mereka bicara agak jauh dari Jeri.
Roni menggeleng melihat Maudy. Tidak mungkin ia menginap.
"Nona, aku tidak bisa menginap!" tolak Roni. Ia tetap akan pulang ke kost-an nya.
"Untuk satu hari ini saja!" Maudy menganggukkan kepala, agar Roni mengiyakan.
"Tidak bisa, nona!" masih menolak. "Aku akan pulang begitu Jeri tertidur!" sambungnya kembali.
"Jika nanti Jeri bangun dan mencarimu lagi, bagaimana? Ron, aku tidak mau mendengar putraku menangis lagi!" jelas Maudy. Semua demi putranya.
"Tapi, nona-"
"Aku mohon!" Maudy mengatupkan kedua tangannya di dada. Ia melakukan itu agar Roni bersedia.
Roni jadi bingung. Ia melihat ke arah Jeri yang berwajah sedih sedang melihat ke arahnya. Benar-benar wajah mewek bocah itu membuatnya galau.
"Tapi, nona. Jika aku menginap di sini, bagaimana kedua orang tua-"
"Kami tidak masalah! Kamu boleh malam ini menginap di sini!" oma Novia tiba-tiba muncul dan ikut nimbrung.
Dari tadi ia terus mengawasi calon keluarga kecil itu. Ternyata Jeri ingin calon papanya menginap dan ia setuju saja. Suaminya pasti akan mengiyakan apapun untuk cucu kesayangan mereka.
"Tapi, bu-"
"Roni, hanya satu hari saja. Lihatlah wajah cucu saya yang begitu berharap!"
Roni membuang nafasnya perlahan. Ia memang tidak bisa lepas dari bocah itu.
"Baiklah." Roni mengangguk mengiyakan. Hanya satu malam saja, besok pagi ia akan segera pulang.
Maudy dan oma Novia senang mendengarnya.
"Jeri, papa akan menginap malam ini!" ucap Maudy memberitahu putranya.
Wajah Jeri pun berbinar dan bocah itu berdiri di atas kursi.
"Yeee... Jeri akan tidur sama papa!" serunya senang sekali.
Tes,
Maudy pun mengusap air matanya.
.
.
.