Jerat PINJOL

Dea terkejut, Tamu nya yang datang di sore ini adalah Mama Rasya, orang tua murid yang tadi namanya di bicarakan saat acara makan di sekolah.

Setelah bersalaman, Dea mempersilahkan Mama Rasya duduk kembali, Nana sudah membawa cangkir berisi teh manis hangat sesuai perintah Dea sebelum tadi menemui Mama Rasya.

"Aku tadi pulang duluan, Mam. Jadi kita gak ketemu di sekolah yah," Dea membuka pembicaraan karna Mama Rasya terlihat ragu-ragu untuk membuka pembicaraan ini.

"Aku belum ke sekolah, Mam Nino. Ini baru pulang dari Bogor,"

"Wah udah liburan duluan nih," jawab Dea dengan sedikit tawa dan Mama Rasya tersenyum tipis.

"Aku datang mau ucapin terima kasih, Mam Nino. Aku dapet chat dari Mama Raka, Mama Nino yang buat kue," ucap Mama Rasya dan Dea tersenyum.

"Maaf yah Mam," Mama Rasya meminta maaf lagi.

"Enggak apa-apa Mam Rasya, kebetulan aku juga bikin buat di sekolah Nana kan ada Market day gitu," jawab Dea, Mama Rasya tersenyum lagi tapi wajahnya terlihat layu dan tidak bersemangat, Dea meminta Mama Rasya untuk menikmati minuman, kemungkinan besar Mama Rasya kelelahan karena perjalanan lumayan jauh dari Bogor menggunakan motor.

"Mam...Uangnya sedang aku usahakan, Mungkin baru ada minggu depan," ucap Mama Rasya dengan suara yang pelan.

"Aku lagi ada musibah jadi aku mohon pengertian dari Mam Nino," ucap Mama Rasya dan Dea tersenyum lalu di sentuhnya punggung tangan Mama Rasya oleh Dea.

"Semangat, jangan dulu menyerah," Dea berkata dengan tulus dan mata Mama Rasya mulai berkaca-kaca.

Tanpa Dea minta, Mama Rasya bercerita tentang masalah yang begitu pribadi dan Dea mendengarkannya dengan baik.

"Orang tua aku minta aku cerai saja dari Papa nya Rasya tapi aku masih mikirin Rasya, Rasya itu dekat dengan Papa nya, itu yang berat banget buat aku," cerita Mama Rasya pada Dea setelah sebelumnya menceritakan Papa Rasya yang kecanduan dengan Judi slot atau lebih dikenal dengan judi online.

"Aku malu Mam Nino, Mama Nino pasti ada di group chat donasi hutang ku,"

"Aku ada banyak pinjaman online dan aku gak mampu bayar, gaji Papanya Rasya itu habis dipakai judi," cerita Mama Rasya dengan airmata yang mengalir dan suara yang bergetar, Dea menggenggam punggung tangan Rasya berharap Mama Rasya kuat menghadapi masalah yang sedang terjadi.

"Aku malu, Mam," ucap Mama Rasya dan Dea mengerti, sangat mengerti kondisi Mama Rasya saat ini.

"Aku bertahan hidup sehari-hari cuma dari hutang dan hutang saja," ucap Mama Rasya begitu menderita dengan cerita hari-hari buruknya itu.

"Aku turut prihatin Mam, yuks semangat," balas Dea dan Mama Rasya tersenyum tipis.

"Semangat aku udah mati setelah baca chat group donasi itu, aku pikir aku cuma bakal di teror caci maki doang, ternyata debt coletor itu bertindak lebih, hancur sudah harga diri ini di depan semua orang, " ucap Mama Rasya dan Dea menggelengkan kepalanya.

"Masih harus semangat dulu, Mam. teror pinjol memang seperti itu tapi aku ada saran buat Mama biar gak terlalu stress dari teror pinjol,"

"Apa itu Mam?" Mama Rasya bertanya pada Dea.

"Untuk sementara putus komunikasi dengan para penagih hutang,"

"Caranya?" suara Mama Rasya terdengar lebih tenang, airmata nya pun di hapus setelah Dea memberikan tissue.

"Ganti nomor hp, ganti email, ganti wa, stel handphone ke setelan pabrik," balas Dea, Dea memberikan saran pada Mama Rasya seperti yang pernah di sarankan oleh Martinus waktu itu.

"Nanti Debt colector nya datang ke rumah dong, Mam!" Mama Rasya sepertinya tidak begitu setuju dengan saran Dea.

"Pinjol Ilegal gak ada colector lapangan, itu gak mungkin, kantor mereka aja gak jelas keberadaannya dan untuk Pinjol legal resikonya hanya SLIK OJK yang buruk kalo pun ada Kolektor lapangan, kita terima di rumah, bicara baik-baik tentang kondisi kita saat ini," balas Dea dan Mama Rasya tersenyum tipis.

"Mama Nino kok bisa tau?"

"Adik nya teman ku Pengacara, dia cerita banyak tentang cara menanggulangi teror pinjaman online, tenang Mama Rasya, Banyak orang mengalami hal yang sama" balas Dea dengan tersenyum tipis, yah banyak orang Terjebak Pinjol, termasuk Andi suaminya Dea sendiri.

"Oh pantas aja Mama Nino bisa tau. Ok Mam, aku bakal ikutin saran Mama Nino, minimal aku tenang dulu, Ibu Aku lagi mau jual tanahnya di Bogor," cerita Mama Rasya dan Dea menepuk tangan Mama Rasya.

"Saran saya jangan dulu jual aset, apalagi itu punya orang tua kita. Coba tolong ikutin saran saya dulu, kalo Mama Rasya perlu bantuan pengacara buat konsultasi nanti aku hubungi Adiknya teman ku," saran Dea lagi dan Mama Rasya menggangukkan kepalanya di sertai ucapan terima kasih yang begitu besar.

Dea langsung mengalihkan pembicaraan ke masalah sekolah anak-anak, suara Nina dan Nino datang dengan sepedanya, tidak mungkin Dea masih membahas hal ini dan di dengar oleh Nino.

Dea langsung meminta Nino dan Nina mandi setelah sebelumnya Nana dan Nino menyapa dan mencium punggung tangan Mama Rasya.

"Coba dulu saran aku yah, Mam. Mama Rasya pasti bisa," ucap Dea sambil merangkul bahu Mama Rasya, Mama Rasya tersenyum lebih lebar saat ini, ada semangat baru di dirinya.

"Siap Mam, pulang dari sini aku beli kartu perdana baru, nanti aku chat Mama Nino yah, tolong di balas chat aku, aku mau konsul lagi," Mama Rasya berkata-kata dengan lebih semangat dan Dea mengangkat Ibu jari nya.

"Siap, Mam. Aku siap di hubungi Mama Rasya," Dea berkata dengan semangat juga, membantu orang lain tidak akan membuat dirinya merugi sama sekali.

Mama Rasya pamit dengan perasaan yang lebih tenang dan lega, Dea mengantar tamunya sampai kedepan rumah, memastikan Mama Rasya aman di motornya dan Dea tidak langsung menutup pintu pagar, Pintu pagar besi di buka lebar oleh Dea, Dea melihat kedatangan mobil Andi.

"Korban Pinjol berikutnya akhirnya datang," ucap Dea sambil tersenyum di satu sudut bibir nya.

"Siapa De?" tanya Andi setelah keluar dari mobil, Andi rupanya melihat Mama Rasya tadi.

"Mama Rasya, Temennya Nino," jawab Dea sambil menutup pintu pagar besi dan membiarkan Andi masuk ke dalam rumah terlebih dahulu.