NovelToon NovelToon
Maaf Yang Terlambat

Maaf Yang Terlambat

Status: tamat
Genre:Tamat / Konflik etika / Anak Kembar / Masalah Pertumbuhan / Keluarga / Persahabatan / Teman lama bertemu kembali
Popularitas:4.1k
Nilai: 5
Nama Author: Rianti Marena

Konon tak ada ibu yang tega 'membuang' anaknya. Tapi untuk wanita seperti Ida, itu sah-sah saja.
Lalu tidak ada yang salah dengan jadi anak adopsi. Hanya, menjadi salah bagi orang tua angkat ketika menyembunyikan kenyataan itu. Masalah merumit ketika anak yang diadopsi tahu rahasia adopsinya dan sulit memaafkan ibu yang telah membuang dan menolaknya. Ketika maaf adalah sesuatu yang hilang dan terlambat didapatkan, yang tersisa hanyalah penyesalan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rianti Marena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Obrolan Sahabat

Tepat pukul 19:00 ruang makan panti telah penuh. Anak-anak berbaris mengantri mengambil makanan yang disajikan di meja panjang. Tiga orang staf dapur bolak-balik menyiapkan hidangan santap malam untuk segenap penghuni panti.

"Ayo, anak-anak, nggak boleh curang, lo! Sayurannya dimakan, biar pintar seperti Kak Yones."

Sengaja Dion menyebut nama Yones. Pemuda yang merasa namanya disebut menoleh memandangi Dion sambil menyeringai jenaka sekaligus jahil. Sengaja dari tempatnya duduk Yones membuat mimik usil, "Ro-yal-ti," tanpa bersuara sambil terus memandangi Dion. Dion hanya mengacungkan lengannya dengan bogem kepada anak kebanggaan sahabatnya itu lalu tertawa.

Nyatanya anak-anak panti memang sangat mengidolakan Yones. Bagaimana pun tidak dapat dipungkiri, selain tampan, Yones memiliki otak yang cerdas dan hati yang baik. Di bawah didikan Yunus dan Dion, anak kecil yang dulu nyaris kehilangan nyawa karena ditelantarkan keluarganya kini menjadi pemuda yang mandiri, berbudi dan dapat diandalkan.

"Tuh, dengar Pak Dion, makan sayur, lo, adik-adik," ujar Yones mengingatkan anak-anak yang antri mengambil makanan. Langsung dijawab oleh anak-anak, "Iyaaa!" dan mereka tertib mengambil sayur ke piring masing-masing sesuai antrian.

"Nah, nurut, 'kan?" Dion tersenyum senang. Ia memang terus memperhatikan anak-anak, menjaga agar mereka tertib mengantri. Baginya belajar tertib dan membiasakan diri disiplin sejak dini adalah hal yang penting.

Dan soal makan sayur menjadi fokusnya yang lain. Tidak kurang upayanya menyajikan variasi buah sertai sayuran dengan menu yang berbeda. Bagaimana strateginya supaya anak-anak tidak menghindari mengkonsumsi asupan yang baik bagi pertumbuhan mereka adalah salah satu tugas besar Dion bersama tim dapur panti.

"Senang, ya, Mas, kalau ada anak-anak? Nggak pernah sepi," Yunus berkomentar.

Dion sampai lupa, ada Yunus duduk di sebelahnya. Mereka duduk di bangku panjang bersama-sama dengan posisi duduk membelakangi meja. Keduanya asyik mengamati anak-anak sembari bersandar santai pada punggung meja.

"Sepi itu kalau mereka tidur atau sekolah. Kalau enggak pas begitu, mereka sih ON terus," tanggap Dion. Keduanya lalu tertawa.

"Pokoknya kalau saya sedang senggang, saya boleh sering-sering ke sini ya, Mas?"

"Boleh! Mau pindah ikut tinggal di sini juga boleh. Sekalian bisa membantu saya dan para staf mendampingi anak-anak. Cuma, ada satu masalah."

"Hah? Masalahnya apa, Mas?" Yunus bertanya serius.

"Saya nggak kuat memberi gaji," jawab Dion sambil tertawa.

"Ah! Mas Dion ini," Yunus ikut tertawa. "Oh iya, sudah ada petunjuk baru soal masa lalu saya, Mas?"

"Emh, pasti karena kamu mimpi buruk lagi, ya? Tadi anakmu cerita." Dion mengubah posisi duduknya. Ditegakkannya punggungnya lalu bicara sambil menghadap Yunus. Lalu Yunus melakukan hal yang sama.

"Iya, Mas. Bahkan, akhir-akhir ini hampir setiap hari. Pagi ini saya terbangun dari mimpi pertemuan kita pertama kali sewaktu Mas Dion menyelamatkan saya. Seringkali saya mimpi berada di tengah kebakaran hebat. Lain hari saya mendengar orang-orang memanggil nama saya. Dalam mimpi saya yang terakhir soal itu, malah ada wajah yang muncul. Perempuan. Masih samar. Entah siapa dia."

Dion mengernyit. "Berarti kebanyakan yang kamu impikan adalah memorimu lima belas tahun yang lalu?"

"Iya, Mas." Yunus mengangguk. "Paling banyak, ya, kenangan yang bisa aku ingat sekitar masa itu. Lima belas tahun silam. Kadang jelas, kadang samar. Tapi soal kebakaran, aku masih belum bisa mengingatnya dengan baik, Mas. Semua masih potongan-potongan dan aku sendiri masih bingung untuk merangkainya."

Dion terdiam memperhatikan Yunus. Lalu katanya, "Aneh. Setahuku kamu sudah tidak pernah cerita, kamu mengalami mimpi buruk semacam itu lagi bertahun-tahun yang lalu. Kenapa sekarang mulai lagi? Pasti ada pemicunya."

Wajah Yunus tampak mengira-ira penuh keraguan. "Mungkin, saya terpicu kejadian tempo hari, Mas, ketika melihat perempuan yang mirip dengan sosok yang ada dalam mimpi saya. Itu, lo, perempuan yang saya tanyakan saat peringatan ulang tahun panti."

"Oo, itu? Ya, ingat. Namanya Ida. Tadi aku sudah cerita ke Yones, Ida sempat datang membawa foto lama dan ada kamu dalam foto itu. Kupikir dia mengenalmu. Setidaknya ketika foto itu diambil."

"Hah? Apa betul begitu, Mas?" Yunus terperanjat. "Perempuan itu pernah mengenalku? Berarti, dia tahu siapa aku dan asal-usulku?"

Suara Yunus yang keras membuat Dion memberi isyarat agar tidak berisik. "Oh, sori, Mas." Yunus kembali merendahkan suara.

"Mungkin dia memang tahu." Dion melanjutkan pembicaraan. "Dia bilang, foto yang ditunjukkan kepadaku adalah foto dua puluh tahun silam. Artinya, dia mengenalmu lebih lama daripada aku. Dia heran, mengapa anakmu laki-laki, dan usianya lebih tua dari yang diingatnya."

"Haah?" Yunus bertambah kaget.

Lalu Dion melanjutkan, "Aku jadi semakin penasaran, apa benar dia kenal kamu?"

Yunus terdiam, tampak kebingungan dalam duduknya yang gelisah. "Apa Mas sempat bilang kepadanya, aku mengadopsi Yones?"

"Tidak. Untuk apa aku mengatakan itu? Apalagi belum jelas ada hubungan apa dia dengan kamu. Tidakkah kamu juga ingin tahu, apa benar perempuan bernama Ida itu sungguh-sungguh orang dari masa lalumu, yang memang pernah mengenalmu?"

Anggukan Yunus menjelaskan persetujuannya. "Benar juga, Mas. Berarti, logikanya, nih, dua puluh tahun yang lalu dia mengenal seseorang yang mirip denganku, sama-sama bernama Yunus, punya anak, tapi bukan laki-laki. Kalau memang orang itu aku, maka mestinya aku memang punya anak kandung, perempuan, dan usianya lebih muda dari Yones. Begitu, 'kan, Mas?"

"Iya."

Keduanya terdiam. Sampai akhirnya Dion melihat antrian anak-anak sudah disambung antrian para staf panti.

"Cobalah kamu hubungi dia! Barangkali pertanyaan tentang masa lalumu bisa dijawab dari informasi yang dia punya. Sekarang, ayo, kita makan dulu. Tuh, Yones sudah mengode supaya kita ikut antri ambil makanan. Ayo!"

"Iya, Mas. Yuk!"

...*...

1
Sabina Pristisari
yang bikin penasaran datang juga....
Rianti Marena: ya ampun.. makasih lo, udah ngikutin..
total 1 replies
Sabina Pristisari
Bagus... dibalik dinamika cerita yang alurnya maju mundur, kita juga bisa belajar nilai moral dari cerita nya.
Sabina Pristisari: sama-sama... terus menulis cerita yang dapat menjadi tuntunan tidak hanya hiburan ya kak...
Rianti Marena: makasih yaa..
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!