Byan, seorang pria yang memiliki mimpi, mimpi tentang sebuah keadaan ideal dimana dia membahagiakan semua orang terkasihnya. terjebak diantara cinta dan sayang, hingga terjawab oleh deburan laut biru muda.
tentang asa, waktu, pertemuan, rasa, takdir, perpisahan.
tentang mimpi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arief Jayadi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Awal, menjadi akhir, takdir
"tiga ligament lutut kiri putus, dan keretakan pada sendi, cukup parah untuk bisa melanjutkan bermain musim ini"
"ada kemungkinan kerusakan permanen yang sangat sulit bahkan ketika dioperasi" lanjut dokter ku saat itu.
kalimat yang sangat menyeramkan bagi anak berusia 22 tahun yang selama 17 tahun terakhir hanya tahu bagaimana menjadi atlet olahraga yang anak itu geluti. bagaimana tidak, diusia yang ke 22, usia yang sedang produktif bagi seorang atlet, di masa emas itu ia harus mengubur semua usaha, upaya, pengorbanan dan mimpi yang di perjuangkan lebih dari 3/4 hidupnya saat itu. Ya, anak itu adalah aku yang saat itu telah berjuang dari usiaku 5th untuk merintis menjadi seorang atlet yang dapat mengharumkan nama bangsaku. Diusia semuda itu aku menghadapi masalah yang merontokkan keinginanku bertahan hidup. tidak hanya mimpiku, mimpi almarhum ayahku pun turut sirna. beliau yang mengarahkan aku untuk terus berlatih keras, menempa mentalku agar menjadi atlet yang kuat luar dan dalam. Ayah yang setiap hari membangunkanku subuh, mengajakku berlari, melakukan latihan ringan sebelum masuk ke porsi latihan dari klub atau sekolahku, Ayah yang selalu menjadi dokter gizi, mengkoreksi dan mengontrol makanan yang masuk ke tubuhku. Ayah yang selalu mengantarkan aku sejauh apapun aku berlatih dan bertanding. Almarhum ayahku sebelum berkarier di badan usaha negara, adalah seorang atlet juga, di cabang olahraga yang berbeda, yang dengan ironisnya mengalami kejadian yang serupa denganku, patah tulang kering yang membuat Ayah harus banyak istirahat dan mengubur mimpi menjadi atlet hebat, lalu kemudian ia wariskan mimpinya kepadaku, anak satu satunya dari pernikahannya bersama Ibu.
Seiring berjalannya waktu, aku saat itu mulai menerima keadaanku, walau terkadang penyesalan mendalam menyelimuti perasaanku. Awalnya aku sering menutup diri, sampai Ibu sering menangis dibelakangku, mendoakan aku. suatu hari tangis dan doa ibu menyadarkan aku agar aku harus bangkit. Suatu hari aku mendengar ibu menangisi kemurunganku dikamarnya, hingga menyebut dirinya gagal mendidik aku. Bak petir yang menyambarku, aku terbangun, dengan kenyataan kemurunganku selama lebih dari satu tahun belakangan telah melukai wanita yang kusayangi, Ibu. Harta paling berharga bagiku sepeninggal Ayah.
Setelahnya hari hariku menjadi berbeda, aku menjadi sosok yang benar benar berubah, tidak ada lagi badan atletis, latihan pagi, leg day, diet ketat, dan lain sebagainya, berganti dengan party everywhere, minuman, rokok, dan segala macam yang bertentangan dengan disiplinku sebelumnya. aku menutupi suramnya perasaanku dengan itu semua, seakan ingin membalas dendam pada mimpiku, yang membuatku meninggalkan semua keasyikan ini demi menjadi atlet yang hebat. Aku tau Ibu pun sebenarnya tak ingin aku begini, tapi dengan begini aku bisa sedikit tersenyum di hadapan ibu.
Byan menjadi seorang petualang, seorang yang dengan sigap melompat dari pesta satu ke pesta lainnya dalam satu malam, hingga tandas gelas terakhir istilahnya. Nama Byan menjadi legenda di kalangan penggila party di kota ini, bagaimana tidak dengan modal wajah yang tidak buruk, dan sisa sisa badan atletis banyak gadis gandrung di setiap kehadiranku. Tak terhitung berapa gadis yang jatuh kedalam pelukanku, sebut saja beberapa diantaranya seperti Anissa, Ika, Wiena, Icha, dan masih banyak lainnya. Nama yang kusebut adalah beberapa yang sempat mendapatkan atensiku secara sedikit serius, terutama nama terakhir, ia hampir saja berbadan 2 karena petualanganku. Aku telah bersiap untuk bertanggung jawab atasnya saat itu, namun entah ada angin apa, tiba tiba saja garis 2 berubah menjadi garis 1. Aku terselamatkan saat itu, atau malah mungkin Icha yang terselamatkan dari manusia seperti ku?. Entahlah semenjak kejadian itu ia diungsikan oleh keluarganya keluar negeri. Kami sempat masih melakukan kontak beberapa kali tapi kemudian ia menghilang.
Dibalik perubahan yang terjadi pada ku, aku tak sepenuhnya bisa meninggalkan olahraga yang sudah begitu melekat denganku. aku masih menekuninya, hanya tidak lagi menggantungkan impianku padanya. impian yang sudah aku kubur, tak ingin aku bongkar lagi. dari oleh raga ini pula aku bertemu Asih, di suatu event antar kampus. Asih lah yang awalnya penasaran akan sosokku, namun ternyata takdirnya malah menjadi Asih yang mengalihkan duniaku.
Semenjak bertemu dengan Asih dan jatuh hati padanya, aku kembali berubah, hidupku lebih terarah, aku tak lagi ingin menjadi petualang, itu mengapa Ibu begitu menerima kehadiran Asih di kehidupan kami. Asih seperti pedal rem, yang membuatku jauh lebih mengontrol pola hidupku. Asih selalu bisa membuatku mempertimbangkan baik buruk tindakanku, ia tak pernah melarangku, hanya selalu bilang
"coba dulu deh, dipikir-pikir lagi".
Itu hebatnya Asih, dia tidak pernah berusaha merubah aku, ia hanya membuatku lebih berpikir, mungkin bisa dibilang ia tidak melakukan apa apa untuk aku menjadi lebih baik, ia tidak memaksa apapun, ia membuat aku berubah dengan keinginanku sendiri. tapi aku mengakuinya, bahwa Asih lah yang sudah merubah aku. Tapi ia membuatnya seolah olah itu keinginanku sendiri.
ternyata awal kesukaanku akan basket, seluruh perjuangan dan pengorbanan yang aku lakukan, hingga akhirnya terhenti, namun tetap tak bisa aku tinggalkan, tetap aku lakukan adalah sebagai akhir perjalanannku pula. bagaimana aku mulai menyukainya, terpuruk karnanya, berpetualang dengan residu residunya, dipertemukan dengan wanita luar biasa, mungkin memang benar, inilah yang disebut takdir, takdir yang tidak bisa ditebak mengenai kelahiran, jodoh, dan kematian. Sebuah garis lurus akan 3 titik pertemuan kehidupan, yang bahkan semuanya sudah digariskan sebelum aku diciptakan. Katanya hidup yang sedang kita jalani sekarang sebenarnya sudah ditulis oleh sang Maha Pencipta, kita hanya mengikuti alurnya saja.
Dokter tempo hari mengatakan tulangku sudah tergerogoti terlalu jauh, tumor yang tumbuh akibat cideraku yang bertahun tahun lalu tidak tertangani dengan benar, ditambah gaya hidupku yang berantakan ternyata tumbuh dan bersifat ganas. Sudah tidak banyak yang bisa mereka lakukan, masih ada beberapa opsi dengan tingkat keberhasilan yang sudah cukup rendah apabila dibanding bila penyakit ini ditemukan lebih awal. Stadium akhir, stadium dimana upaya upaya medis dan non medis hanya seperti pertaruhan lempar koin di russian roulette. kepala kau hidup, ekor kau mati. Aaaahh iya, aku ingat dokter menawariku melakukan upaya upaya yang tersisa yang bisa di coba, tapi aku menolak, aku lebih memilih bertahan dengan sisa usiaku. Aku tak ingin bertaruh di keadaanku yang sudah seperti ini. Aku meminta beliau merahasiakan kondisiku kepada siapapun, bahkan kepada ibuku. ini adalah permintaan pasien kepada dokternya, dan beliau di sumpah secara profesional untuk mengikuti permintaan pasiennya. Aku ingin orang orang terkasihku tetap tersenyum dan tidak murung karena keadaanku. Tak lama setelah itu aku di ruang rontgen, dan Asih masuk keruangan, datang menghampiriku, tepat setelah kenyataan ini aku terima dan tepat setelah permintaan kepada dokter aku sampaikan.
Sekarang aku sudah menemukan pertemuan takdir ketigaku, semua berawal dari mimpi, dan diakhiri juga dengan mimpi. Bahkan pada dasarnya mungkin bisa dibilang aku tidak mengubur mimpiku, tapi aku memegang mimpiku sampai ke liang kubur.
*****
"bermimpilah, karena ketika kamu berhenti bermimpi, kamu telah mati"
*****