Difitnah, ditalak, dan diusir suaminya tidak membuat seorang wanita bernama Mila menyerah. Dia tetap bertahan demi untuk mendapatkan hak asuh anaknya.
Setelah dipisahkan dengan anaknya, Mila akan terus berjuang untuk mendapatkan anaknya kembali.
Apa yang akan Mila lakukan agar Aluna bisa kembali ke dalam pelukannya lagi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aina syifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pernikahan Adnan
"Saya terima nikah dan kawinnya Monika dengan Mas kawin tersebut di bayar tunai."
"Bagaimana saksi? sah?"
"Sah?"
"Alhamdulillah..."
Akhirnya pernikahan Monika dengan Adnan berjalan lancar. Adnan sudah meresmikan pernikahannya dengan Monika setelah lama mereka menjalin hubungan.
Semua orang bertepuk tangan dengan meriah setelah Adnan mengucapkan ijab kabulnya.
Adnan mencium kening Monika. Semua orang tampak bahagia saat melihat pernikahan Adnan dengan Monika.
Hanya Aluna yang tampak sedih saat melihat pernikahan itu. Sebenarnya Aluna tidak pernah menginginkan ayahnya menikah lagi. Aluna belum siap untuk punya ibu tiri. Namun Adnan seakan mengabaikan perasaan anaknya.
"Aluna, kenapa kamu berdiri saja di situ? ayo sini!" Bu Retno melambaikan tangannya ke arah cucunya yang sejak tadi masih berdiri mematung.
Aluna mendekat ke arah neneknya. Setelah itu dia duduk di dekat neneknya.
Kenapa sih, Papa harus menikah lagi dengan Tante Monika. Apa Papa sudah nggak sayang sama aku. Aku kan nggak pernah setuju Papa nikah lagi, batin Aluna.
Aluna hanya bisa menyaksikan ayahnya dan Monika berbahagia. Sementara sejak tadi Aluna masih memikirkan ibunya. Dia sedih kenapa ayahnya tidak mau kembali lagi dengan ibunya. Dari dulu Aluna selalu berharap, kalau ayahnya mau kembali rujuk dengan ibunya.
Mama kemana ya. Kenapa mama nggak datang ke sini. Sebenarnya aku kangen sama Mama. Aku pengin tinggal bareng lagi sama Mama, batin Aluna.
Aluna bangkit dari duduknya. Dia tidak mau berlama-lama berada di tengah-tengah para tamu undangan ayahnya. Aluna kemudian melangkah pergi untuk ke kamarnya.
Sesampainya di dalam kamar, Aluna menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidurnya. Aluna menangis saat teringat dengan Mila.
"Aluna kenapa malah pergi sih, nggak sopan banget," gerutu Monika saat melihat Aluna pergi.
Bu Retno tidak tinggal diam. Dia melangkah pergi untuk menyusul cucunya di kamar.
Bu Retno masuk ke dalam kamar Aluna. Dia kemudian menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur Aluna.
Bu Retno menghela nafas dalam.
"Aluna, kenapa kamu nangis?" tanya Bu Retno pada cucunya.
Aluna beringsut duduk dan menatap neneknya lekat.
"Nenek, kenapa Papa harus menikah lagi dengan Tante Monika? aku nggak suka Nek, sama Tante Monika."
"Sayang, nenek juga tidak bisa melarang-larang Papa kamu. Papa kamu itu bukan anak kecil lagi. Dia sudah dewasa, nggak bisa nenek ngatur-ngatur Papa kamu.".
Hiks hiks hiks..
"Nek, kenapa Mama Mila nggak pernah datang ke sini? apa Papa nggak ngundang Mama Mila?" tanya Aluna di sela-sela tangisannya.
"Papa kamu udah ngundang Mama kamu kok. Tapi Mama kamu nggak datang ke sini. Mungkin dia lagi sibuk dengan pekerjaannya. Sekarang kan Mama kamu kerja," jelas Bu Retno sembari mengusap-usap pipi Aluna yang penuh air mata.
"Iya. Tapi kenapa Mama nggak pernah datang ke sini nengokin aku. Apa Mama nggak kangen sama aku Nek?"
"Entahlah sayang. Nenek juga bingung. Papa kamu itu memang orang yang sangat egois. Kasihan Mama kamu, kalau masih sama Papa kamu. Biarkan Mama kamu bahagia dengan kehidupannya sendiri sayang."
Bu Retno sudah bingung untuk menjelaskan apa lagi pada cucunya. Bu Retno hanya bisa mengiyakan saja apa yang diucapkan Aluna sembari menenangkannya dan memberikan dukungan untuknya.
***
Malam ini, Mila masih berada di dalam kamarnya. Dia masih melamun sendiri sembari memegang kertas undangan pernikahan dari mantan suaminya.
"Selamat ya Mas, aku hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk kamu dan Monika. Aku udah ikhlas Mas, kamu menikah dengan wanita lain. Karena aku sudah bisa melupakan kamu dan kenangan kita. Tapi maafkan aku, karena aku nggak bisa datang ke pernikahan kamu," ucap Mila sembari mengusap-usap foto Adnan dan Monika yang ada di dalam undangan pernikahan itu.
Mila bangkit dari duduknya. Setelah itu dia membuang undangan itu ke tong sampah.
Saat ini Mila sudah bisa mengikhlaskan perceraiannya dengan Adnan setelah setahun mereka bercerai.
Sudah tidak ada perasaan sedikitpun untuk Adnan saat ini. Awalnya perceraian itu memang berat untuk Mila. Namun, setelah lama Mila menjalani kehidupan menjadi janda, dia sudah terbiasa sendiri tanpa Adnan dan Aluna. Justru dia semakin bahagia setelah dia mendapatkan keluarga baru seperti Bu Suci dan Zaki.
Tok tok tok...
Suara ketukan sudah terdengar dari luar kamar Mila. Mila buru-buru berjalan untuk membuka pintu kamarnya.
"Eh, Mas Zaki. Ada apa Mas?"
"Kamu belum tidur Mil?"
"Belum Mas. Ada apa Mas?"
"Bisa kamu buatkan kopi untuk aku?"
Mila mengangguk.
"Bisa Mas."
"Tolong ya. Maaf, kalau sudah ganggu waktu kamu."
"Nggak apa-apa Mas. Sama sekali nggak ganggu kok. Itu juga sudah tugas aku kan. Karena sekarang kan aku kerja di sini."
"Tapi aku nggak pernah menganggap kamu pembantu. Karena mama aku saja, sudah menganggap kamu seperti anaknya sendiri."
"Iya Mas."
Tanpa butuh waktu lama, Mila berjalan ke dapur untuk membuatkan Zaki kopi. Sementara Zaki melangkah pergi ke ruang tengah untuk melanjutkan pekerjaannya.
"Mas Zaki, ini kopinya Mas," ucap Mila sembari meletakan secangkir kopi itu di atas meja.
Zaki tersenyum saat melihat Mila.
"Wah Mil. Cepat amat Mil. Makasih banyak ya."
"Iya Mas."
"Kamu mau duduk di sini?" tanya Zaki sembari menepuk sofa.
"Nggak usah Mas. Aku mau kembali ke kamar aja," ucap Mila.
"Mila, temani aku ya. Kerjaan aku lagi banyak banget di kantor. Makanya aku juga harus bawa kerjaan aku untuk di kerjain di rumah."
Mila mengangguk. Dia kemudian duduk di dekat Zaki menemani Zaki bekerja di ruang tengah.
Zaki masih menatap ke layar monitornya. Sesekali dia mengambil cangkir dan menyeruput kopi buatan Mila.
Sementara Mila, sejak tadi masih menatap Zaki. Entah kenapa, Mila jadi semakin kagum saja dengan Zaki. Zaki adalah lelaki pekerja keras, dia juga lelaki yang sangat baik dan perhatian. Dibandingkan dengan Adnan, menurut Mila Adnan tidak ada apa-apanya dibandingkan Zaki.
Adnan menatap Mila. Pandangan mereka terkunci saat netra jernih ke duanya saling beradu. Sesaat mereka saling menatap dengan tatapan yang sulit di artikan.
"Mas Zaki, kenapa kamu ngelihatin aku seperti itu?" Mila tampak grogi saat Zaki menatapnya tanpa berkedip.
"Kamu sudah bisa melupakan mantan suami kamu?" tanya Zaki tiba-tiba.
"Kok Mas Zaki tanya seperti itu sama aku?"
Zaki menghela nafas dalam.
"Yah, siapa tahu kamu masih mencintai dia dan diam-diam masih memikirkan dia."
"Untuk apa aku memikirkan dia Mas. Dia saja sekarang sudah menikah."
Adnan terkejut saat mendengar ucapan Mila.
"Apa! mantan suami kamu sudah menikah? menikah dengan siapa? Monika?"
"Yah, siapa lagi kalau bukan Monika Mas. Tapi perasaan aku biasa aja kok sama Mas Adnan. Dia sudah menjadi bagian masa lalu dari hidup aku."
karena ketika enak sj yg d kejar setelah dapat akan di balik kondisinya. apalagi kau memulai ny dgn tidak baik.
.
buat koreksi aj kak, agar ke depan ceritanya lebih enak di baca, ^^