Dear My Ex Husband..
Terimakasih untuk cinta dan luka yang kau beri..
Mario menemukan sepucuk surat dari mantan istrinya sebelum pergi, dua baris kata yang entah mengapa seperti mengandung misteri untuknya..
Mereka berpisah baik- baik bahkan sampai mantan istrinya akan pergi mantan istrinya masih mengungkapkan bahwa dia mencintai Mario..
...
Kebodohan yang Namira lakukan adalah menikmati malam bersama mantan suaminya, hingga Namira menyadari apa yang dia lakukan menyakiti dirinya sendiri.
Apalagi saat mendengar kata- kata dari mantan suaminya..
"Aku harap dia tumbuh, untuk menjadi bukti cinta.." katanya sambil mengelus perut Namira.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenah adja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Usaha Mario
"Kalian tidak berpikir Namira melakukan itu bukan..?"
"Bukannya kita harus siap dengan segala kemungkinan"
Mario mengerutkan keningnya "Itu berarti jika anaknya adalah anakmu, Namira tak pernah menikah.."
Mario semakin berfikir dengan keras..
"Jika begitu kenapa dia menyembunyikan kebenaran itu, dan setengah mati menyembunyikannya, bahkan dia rela berkata jika dia sudah menikah lagi.."
"Wanita waras mana yang mau merusak rumah tangga orang lain?"
"Namira tidak akan melakukan itu."
Semua hening..
"Tapi jika anak itu benar anakku, seharusnya Namira tidak menyembunyikannya, aku berhak tau.." lirih Mario.
Dimas menepuk punggung Mario "Kau bisa lakukan tes DNA untuk memastikan dan akan di pastikan dia tidak bisa mengelak."
...
"Apa yang harus aku lakukan bu?"
"Ibu sudah katakan, Mario berhak tahu siapa Juni, dan Juni berhak tahu ayahnya belum tiada."
"Lalu?"
"Lalu apa Nami?"
"Aku takut Juni tidak mendapat kasih sayang dari keluarga Mario sama seperti aku.." Mario bilang jika Rivano bukanlah anaknya, tapi melihat Mario begitu menyayangi Rivano, bukan tidak mungkin kelak Juni akan membandingkan dirinya dengan Rivano, belum lagi keluarga Mario yang akan melihat Juni seperti mereka melihat Namira.
"Juni tidak butuh itu, dia hanya butuh ayahnya, Nami." Ibu berkata tegas "Urusan ibunya atau keluarga Mario itu urusan Mario.." Farida berkata lirih, dia juga tak akan rela jika cucunya tak di anggap seperti Namira dulu.
"Juni tetap punya kita, Juni tidak akan kekurangan kasih sayang nenek, dan Ibunya, jika neneknya yang lain tidak menyayangi Juni, masih ada Ibu, ibu juga neneknya"
"Tapi Juni tetap berhak tahu siapa ayahnya Nami, dan Mario juga.. dia berhak tahu dia memiliki anak dari kamu.."
"Setelah itu biar waktu berjalan seperti biasanya.."
...
Namira meletakkan tas kerjanya di atas meja dan menyapa Nisa "Hay, Nis.. Pak Mario sudah datang?"
Nisa mengeryit "Kayaknya belum mbak, tapi gak tahu, aku juga baru datang jadi belum lihat Pak Mario lewat.." Namira mengangguk "Ada perlu apa sama pak Bos..?"
Namira menggeleng "Gak ada, cuma masalah pekerjaan kemarin.."
Nisa mengangguk, dan melihat ponselnya yang berdering "Loh, baru aja di omongin, nih Pak Mario katanya datang telat, dia minta kita handle pekerjaan" Namira mengeryit dan melihat ponselnya dan tak ada notifikasi pesan dari Mario, dan tak biasanya Mario memberitahu lewat Nisa, namun tak ingin berpikir jauh Namira memilih mengangguk, bukankah itu bagus Mario mulai menjaga jarak darinya.
Namira tak menampik setelah percakapan nya dan Mario kemarin, pikirannya berkecamuk, ternyata Mario tak seperti yang dia kira, dan Mario tetap setia padanya. Namun bukan berarti Namira akan membuka hati kembali pada Mario, Namira tak ingin kejadian dulu terulang kembali karena meski Mario mencintainya, Namira tetap tak bisa bertahan disisi Mario, buktinya cinta saja tidaklah cukup.
...
Mario menginjakan kakinya di teras rumah Namira saat melihat Juni keluar dengan bola di tangannya.
"Oh, Om danteng.." Juni melambaikan tangan pada Mario yang menghampirinya.
Mario tersenyum mendengar panggilan Juni untuknya, Juni bilang dia ganteng jadi Juni memanggilnya Om ganteng "Hay Juni, kamu sedang bermain?"
"Bola Om.." Juni mengangkat bolanya lalu menendang hingga bola menggelinding dan menyentuh pagar.
Mario mengikuti Juni yang hendak mengambil bola, namun langkah Juni justru melewati bola dan berdiri di depan pagar.
Melihat Juni yang berdiri di depan pagar yang mengarah ke rumah tetangganya Mario mengerutkan kening "Juni lihat apa..?" Mario tertegun melihat bocah seusia Juni sedang bermain dengan pria seusianya yang Mario kira itu mungkin ayah dari si bocah.
Pandangan Mario jatuh pada Juni yang tersenyum lalu menunduk terlihat sedih.
"Hey Jun, ayo bermain bola dengan om.." Juni mendongak dan melihat Mario.
"Mahu om.." Juni kembali tersenyum dan mengambil bola dengan semangat lalu menendangnya saat Mario mengambil ancang- ancang.
"Yeyyyy.." Juni bersorak ketika Mario jatuh saat akan menangkap bola yang di tendang Juni.
Mario menepuk pakaiannya yang kotor lalu tersenyum, rasa bahagia yang Juni rasakan seolah menjalar ke hati Mario dan terasa berdebar kencang saat melihat Juni bersorak senang karena menang "Jun tangkap!" Mario kembali melempar bola pada Juni dan Juni mengejar bola tersebut.
Farida mengusap air matanya saat melihat Juni dan Mario bermain, awalnya dia kira Juni bermain sendiri di luar rumah, namun ternyata bocah itu bermain dengan ayahnya, Farida merasakan haru menjalari hatinya, impian Juni adalah bisa bermain dengan ayahnya, dan bocah itu sedang melakukannya tanpa dia sadari.
Juni memekik senang saat Mario tak bisa menangkap bola darinya, meski Farida tahu Mario hanya berpura- pura dan menjatuhkan dirinya
Farida membawakan minuman dan menghampiri Mario dan Juni "Kalian pasti lelah.." Juni langsung mengambil botol minumannya dan Mario mengambil gelasnya.
"Terimakasih Bu.."
"Saya kira siapa tadi.." Mario terkekeh.
"Saya datang untuk memastikan sesuatu.." Farida mengerutkan keningnya.
"Pada Ibu?"
"Ya, hanya ibu yang bisa menjawab pertanyaan saya.."
...
Like..
Komen..
Vote..