Dua kali gagal menikah, Davira Istari kerapkali digunjing sebagai perawan tua lantaran di usianya yang tak lagi muda, Davira belum kunjung menikah.
Berusaha untuk tidak memedulikannya, Davira tetap fokus pada karirnya sebagai guru dan penulis. Bertemu dengan anak-anak yang lucu nan menggemaskan membuatnya sedikit lupa akan masalah hidup yang menderanya. Sedangkan menulis adalah salah satu caranya mengobati traumanya akan pria dan pernikahan.
Namun, kesehariannya mendadak berubah saat bertemu Zein Al-Malik Danishwara — seorang anak didiknya yang tampan dan lucu. Suatu hari, Zein memintanya jadi Ibu. Dan kehidupannya berubah drastis saat Kavindra Al-Malik Danishwara — Ayah Zein meminangnya.
"Terimalah pinanganku! Kadang jodoh datang beserta anaknya."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hernn Khrnsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MIPPP 24 — Bertemu Komisaris
"Jangan takut, jika Komisaris mengatakan sesuatu yang tidak mengenakan hati, jangan terlalu diambil hati," kata Kavindra saat mereka menuju perusahaan.
"Aku gugup, Mas. Bagaimana kalau ternyata beliau tidak menyukaiku?" Davira memilin ujung hijabnya.
"Papa mungkin terlihat tegas tapi sebenarnya beliau baik, aku yakin beliau pasti akan langsung menyukaimu." Berusaha menenangkan istrinya, Kavindra mengusap punggung tangan Davira lembut.
"Aku harap begitu," lirih Davira seraya menarik napas panjang beberapa kali. Jujur saja ia sangat gugup, dahinya berkeringat dingin sejak tadi, jantungnya bahkan berdebar dua kali lebih cepat dari biasanya.
Davira menelan ludah, menatap bangunan tinggi di depannya dengan perasaan takjub dan terpesona. Dalam hati ia meringis, membayangkan bagaimana ia harus menghadapi sang pemilik perusahaan itu membuat langkahnya terasa berat.
Kavindra mengajaknya masuk, beberapa orang karyawan menyapa keduanya dengan penuh hormat. Pria itu tersenyum sekilas, tak terlalu memedulikan penghormatan itu, ia terus berjalan menuju lantai paling atas dengan menggandeng Davira di sisinya.
Sesampainya di lantai paling atas, Kavindra mengetuk pintu beberapa kali, menunggu perintah untuk masuk. Sementara itu, Davira tak henti-hentinya menenangkan rasa gugupnya sendiri.
Seorang pria muda membuka pintu dan mempersilahkan keduanya untuk masuk. "Silakan masuk, Komisaris sudah menunggu Anda, Tuan."
Kavindra menggandeng Davira untuk masuk ke ruangan Komisaris yang tampak megah dengan interior bergaya klasik itu. Sedikit menunduk hormat, Kavindra mengucapkan salam penghormatan kepada pria gagah yang duduk di kursi kebesarannya.
"Aku sangat terkejut dengan berita pernikahanmu itu, Kavindra." Kailash Danishwara berdiri menjulang tinggi di depan kedua orang itu. Matanya yang tajam bak elang tak lepas menatap perempuan berhijab di samping putranya.
Davira menunduk hormat, tak berani menaikkan pandangannya di hadapan orang yang paling disegani di perusahaan bahkan kota ini. Dari yang telah diceritakan Kavindra, papa mertuanya adalah orang yang sangat berpengaruh.
"Kenapa kau terus menunduk? Angkat kepalamu!" sentak Kailash membuat Davira agak terkejut. Keningnya berkerut dalam, melihat bagaimana perempuan itu bersikap membuatnya sedikit menaruh respect.
"Siapa namamu?" tanya Kailash, suaranya tegas dan tak terbantahkan.
Mau tak mau Davira memberanikan diri mengangkat pandangannya, "Salam kenal, Tuan Komisaris, perkenalkan saya adalah Davira Istari. Tuan boleh memanggil saya dengan sebutan Davira."
Kailash bergeming, masih tak melepaskan pandangannya pada Davira. Sementara itu, Kavindra berharap dengan cemas, semoga tidak ada hal buruk yang terjadi. Pasalnya, sangat tak biasa sang ayah mencampuri urusan pribadinya seperti ini, apalagi sampai meminta bertemu dengan istrinya.
"Pergilah, Kavindra. Tinggalkan kami berdua di sini," katanya tegas pada Kavindra. "Jangan membantah, pergi saja dan tinggalkan kami untuk berbicara."
Mendesah pelan, Kavindra hanya mampu mengangguk sambil mengambil langkah mundur untuk keluar ruangan. Ia hanya bisa berharap semoga ayahnya tidak menanyai Davira hal yang macam-macam, yang akan membuat istrinya merasa takut.
Dengan penuh percaya diri, Davira mengangkat pandangannya. Senyum terbaiknya ia berikan pada sang komisaris yang terlihat tegas dan tak bisa dibantah itu.
"Jadi, apa alasanmu menikahi salah satu putraku? Apakah karena hartanya?" Kailash langsung bertanya tanpa memandang sosok menantu perempuannya itu.
Meski agak terkejut dengan pertanyaan itu, dengan cepat Davira membawa diri. "Putra Anda melamar saya untuk menjadi istrinya sekaligus ibu untuk cucu Anda, Tuan. Sepertinya terlalu picik jika saya menikahi seseorang berdasarkan harta, padahal ada yang lebih berharga daripada itu."
Kailash langsung menoleh, sedikit takjub dengan jawaban itu. Ia kira, setidaknya Davira akan terdiam selama beberapa saat dan memikirkan jawabannya.
Dengan angkuh, Kailash tertawa meremehkan. "Memangnya apa yang lebih penting dari harta? Bukankah dengan harta kau bisa membeli segalanya?" tanyanya dengan angkuh pula.
Davira menggeleng, "Perlu Anda tahu, Tuan. Uang mungkin bisa membeli segalanya yang Anda inginkan. Tapi mengenai keluarga, uang tak akan pernah bisa membelinya. Karena keluarga hanya bisa dibentuk dengan ikatan, dan saya sedang membuat ikatan itu."
Lagi-lagi Kailash dibantah, tangannya sedikit terkepal, agak kesal dengan jawaban perempuan di hadapannya itu. Tetapi, ia juga tak bisa menyangkal jawaban cerdas yang diberikan Davira.
Tanpa menatap Davira, Kailash memintanya untuk keluar. Perempuan itu menurut, dengan sedikit membungkuk hormat dan memberi salam, ia melangkah mundur keluar.
•••
"Keduanya dikabarkan akan pindah ke sebuah rumah di daerah Jakarta Pusat, Nyonya."
Lauren mengangguk mengerti, kemudian, mengibaskan tangan sebagai isyarat agar sang ajudan itu segera keluar.
"Kau boleh pergi."
Tersenyum senang, kepalanya mulai berpikir rencana apa yang kira-kira akan dilakukannya untuk menghancurkan kebahagiaan mantan suaminya itu.
"Lihat saja nanti, Kavindra. Aku tak akan pernah membiarkan kau bahagia!" Lauren menggumam dengan senyum tertarik ke atas.
"Kau sedang apa?" tanya seorang pria yang tiba-tiba masuk ke dalam ruangan, membuat Lauren menoleh kaget.
"Aku sedang bersiap, bukannya kita akan pergi malam ini?" jawab Lauren, tangannya saling bertaut tetapi matanya menunjukkan ketakutan yang tersirat.
"Hm, cepat bersiap. Aku tidak suka menunggu." Si pria itu berkata dengan dingin dan datar. Seolah tak ada ekspresi lain yang bisa muncul di wajahnya.
Lauren bernapas lega saat pria itu pergi, kemudian, ia bergegas bersiap untuk makan malam dan sebuah pertemuan penting.
"Setelah urusanku selesai, jangan harap kau bisa tenang, Kavindra." Menatap cermin sekali lagi, Lauren merasa puas dengan tampilan dirinya yang selalu terlihat cantik.
wah wahhh/Facepalm/
kemaren queen terinspirasi dri nama Selina dipelesetin jdi Selena, skrg Selina lgi di sni, ada magnet juga nn ni weh/Proud//Proud/
ANAKKU, SAINGANKU
/Facepalm//Facepalm//Facepalm/