NovelToon NovelToon
GITA & MAR

GITA & MAR

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda / CEO / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu / Fantasi Wanita / pengasuh
Popularitas:4.2M
Nilai: 5
Nama Author: juskelapa

Gita yang gagal menikah karena dikhianati sahabat dan kekasihnya, menganggap pemecahan masalahnya adalah bunuh diri dengan melompat ke sungai.

Bukannya langsung berpindah alam, jiwa Gita malah terjebak dalam tubuh seorang asisten rumah tangga bernama Mar. Yang mana bisa dibilang masalah Mar puluhan kali lipat beratnya dibanding masalah Gita.

Dalam kebingungannya menjalani kehidupan sebagai seorang Mar, Gita yang sedang berwujud tidak menarik membuat kekacauan dengan jatuh cinta pada majikan Mar bernama Harris Gunawan; duda ganteng yang memiliki seorang anak perempuan.

Perjalanan Gita mensyukuri hidup untuk kembali merebut raga sendiri dan menyadarkan Harris soal keberadaannya.


***

Cover by Canva Premium

Instagram : juskelapa_
Facebook : Anda Juskelapa
Contact : uwicuwi@gmail.com

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon juskelapa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

022. Mar Bersikap

“Dari zaman baheula emang susah ya ngomong sama atasan yang nggak pernah mau tau situasi dan kondisi bawahannya. Udah jelasin panjang lebar, udah nangis, udah berargumentasi yang tajam dan terpercaya, masih nggak ngaruh. Harus keluar dari rumah ini? Okelah! Duit Gita masih ada. Gue bisa bawa anak-anak Mar ke kos-kosan dekat rumah sakit. Kucing jalanan aja gue rawat. Masa dua anak manusia nggak berdosa gue telantarkan gitu aja?” Mar melangkah besar-besar menuruni anak tangga. Hari sudah malam dan ia sudah tak punya waktu lagi untuk berdebat dengan Harris.

Gue harus menentukan prioritas. Nggak mungkin gue terus-terusan mengharapkan Harris berbaik hati dengan anak pekerja rumahnya. Harusnya gue sadar kalau yang Harris pikirkan itu cuma soal putrinya. Nggak ada yang penting selain putrinya.

Mar tiba di kamar dan melihat Jaya duduk rapi di kaki ranjang. Sedangkan Hasan tidur di ranjang meringkuk dengan damainya.

“Udah kukasih minum susu. Habis lumayan banyak itu. Kayaknya laper. Tapi mau kukasih biskuit bayi malah ketiduran.” Surti langsung melapor tanpa diminta.

“Kayaknya aku harus cabut. Pak Harris nggak ngasih kalau anak-anakku di sini. Aku bakal cari kontrakan lain di dekat rumah sakit. Biar sekalian bisa jenguk saudaraku dengan rutin. Kasian dia … selalu sendirian.”

Dalam dua hari terakhir menjadi seorang Mar membuat Gita semakin sigap membungkus barang-barang ke dalam plastik. Ia lupa bahwa ada benda bernama koper di dunia ini. Pakaian, susu bayi, dan beberapa bungkus jajanan yang tersisa ia jejalkan begitu saja ke dalam plastik.

Malam itu lagi-lagi Hasan menjadi korban. Sedang nyenyak-nyenyaknya tidur Hasan diangkat dan dipindahkan ke stroller tuanya. Bedanya kali ini pakaian Hasan jauh lebih baik. Bayi itu memakai celana panjang, kaus lengan panjang dan kakinya terbungkus kaus kaki. Walau warna pakaian Hasan bercampur tidak keruan, tapi Mar merasa bahwa busana itu bisa membuat Hasan bertahan terhadap angin malam. Terlebih ketika Mar menambahkan selembar jaket yang sedikit kebesaran.

“Ini jaket mahal, Tan. Keren, kan? Kata Ibu jaket ini dibelikan almarhumah istrinya Pak Harris buat aku.” Jaya memberi informasi yang tidak diminta, namun sedikit menambah nilai positif keluarga Harris di matanya.

“Ini udah malam, Mar. Jangan emosi begitu. Memangnya kamu udah tau mau kerja apa kalau nggak kerja di sini? Kan, kamu sendiri yang bilang kalau gaji kita termasuk besar untuk ukuran bekerja dengan tugas semudah ini. Pak Harris juga baik dan nggak cerewet.” Surti berdiri di ambang pintu belakang.

Mar memandang ke bagian dalam rumah tapi tidak mendengarkan apa pun.

Padahal tadi kayaknya Harris kayaknya ada manggil. Tapi ke mana dia? Bukannya posisi Mar di rumah ini cukup penting? Harusnya Harris ngebujuk Mar untuk tetap tinggal. Kalau Harris nggak berbuat apa pun, berarti semua perkiraanku salah.

“Aku pergi sekarang,” kata Mar, menyangkutkan tiga bungkusan ke pegangan stroller dan satu tas kanvas berisi barang-barang Gita.

“Di rumah Pak Harris kita nggak akan kekurangan makanan, Mar. Sore tadi aku masak bakso. Kamu dan anak-anakmu nggak mau nyobain bakso buatanku?” Surti masih berusaha mengurungkan niat Mar pergi dari rumah majikan mereka. Bagaimana pun juga, memiliki rekan kerja seperti Mar awalnya tidak sulit. Entah kenapa dua hari ini menjadi sulit sekali.

“Aku juga mau ngajak anak-anak ini makan bakso,” sahut Mar tak mau kalah.

“Itu bakso murah,” balas Surti seraya mencibir.

“Aku mau ngajak mereka makan bakso di rest area. Kamu bisa survey harga bakso paling mahal di mana." Tanpa menoleh lagi pada Surti, Mar menyeret Jaya meninggalkan rumah Harris melalui pintu samping.

Langit sudah gelap dan keputusan Mar sudah bulat. Ia harus menghemat waktu. Meski bisa dibilang cara yang dipakainya sekarang adalah sebuah spekulasi, ia harus bersiap untuk itu. Kalau rencananya gagal, Mar tidak akan bisa lagi bekerja di rumah Harris dan ia harus tempat tinggal buat anak-anak Mar.

Setelah keluar dari samping rumah, Mar sempat menoleh bagian depan rumah Harris yang mereka lewati. Lampu taman sudah dinyalakan. Mar lalu melihat ke lantai dua. Cahaya dari ruang lantai dua juga sudah berpendar. Cahaya kamar Harris juga sudah menyala. Pria itu memang tidak ada waktu mengurusi masalah pribadi pegawainya. Mar menggerutu.

Lampu komplek udah nyala. Harusnya udah nggak serem lagi. Apa karena rumah di sini terlalu besar-besar dan jalannya terlalu lebar makanya jadi keliatan serem?

Kontur tanah yang menurun membuat Mar harus menahan stroller agar tidak meluncur. Hasan melanjutkan tidurnya dan Jaya berjalan dalam diam. Wajahnya terlihat sedih.

Apa aku bisa menanggung anak-anak ini andai jiwaku nggak bisa merebut ragaku lagi? Apa aku bisa bertahan hidup sekaligus menghidupi dua orang anak ini?

Mar melongok ke dalam stroller dan membetulkan letak selimut Hasan. Jaya melangkah dengan lesu.

“Nama kamu siapa? Nama lengkap,” kata Mar pada Jaya.

“Jayadi,” jawab Jaya.

“Itu aja?”

“Iya. Itu aja. Kata Ibu kalau panjang-panjang bakal akunya juga yang repot kalau ngebuletin nama di lembar ujian.” Jaya kembali diam.

"Oh ...." Mar mengangguk-angguk, lalu memandang wajah Jaya lekat-lekat. Memandang tipe rambutnya yang sejenis dengan sang ibu. Alisnya sama tebal, tinggi badannya pun hampir sama. Jaya bagai fotokopian ibunya. Hati Mar mencelos iba.

Peduli pakai hati itu enggak pernah berharap kepedulian kita bakal berbalas. Ya peduli aja gitu. Tulus.

Lo harus tulus, Git!

“Apa yang kamu pikirkan sekarang?” Mar sebenarnya hanya ingin memecah kebosanan. Jalanan sepi dan gelap. Ia mulai merinding. Mungkin dengan memancing Jaya bercerita bisa mengalihkan pilirann.

“Aku kangen Ibu yang biasa.” Jaya memandang Mar dan mengangkat bahu.

Mar berhenti melangkah karena jawaban Jaya. Selain itu kakinya mulai pegal. Rasanya mereka sudah berjalan berkilo-kilo meter jauhnya. Namun alangkah terkejutnya Mar saat ia menoleh ke belakang. Mereka hanya berjarak satu rumah saja dari rumah Harris.

Anjay … maksudnya mau dramatis …. Mau mengulur waktu sambil nunggu Harris datang ngebujuk Mar. Kaki udah pegel rasanya udah jalan sampe India, taunya masih di sini. Ck!

“Tan! Tante! Liat itu!” Jaya menunjuk sosok yang setengah berlari mendekati mereka. Mar berputar dan hampir melompat karena sosok itu tiba-tiba berada di belakangnya.

*****

Tadinya Harris langsung mau mengejar Mar untuk membujuk babysitter putrinya itu. Setelah menyimpan catatan berisi tulisan dan tanda tangan Mar, Harris segera bangkit dari kursinya. Tapi saat ia terburu-buru, kakinya malah tersandung ujung pintu. Ia terpincang-pincang sebentar menuju tangga, lalu sebelum mencapai anak tangga paling akhir ia harus menjawab panggilan telepon. Karin meneleponnya untuk menanyakan keadaan Chika.

Walau rasanya sedikit sulit harus berbasa-basi dengan Karin, tapi setidaknya ia memang harus berterima kasih karena Karin mau menjaga Chika sebentar.

Bagi Harris saat itu posisi Mar lebih penting. Sejak istrinya meninggal sudah belasan babysitter berganti-ganti menjaga Chika. Dari yang muda sampai yang tua. Masalah berhenti kerjanya pun bermacam-macam. Ada yang dipecat karena berdandan berlebihan yang ternyata penyebabnya adalah jatuh cinta dengannya, ada yang pacaran terus di telepon hingga membuat Chika terbengkalai, sedangkan babysitter tua sering sakit-sakitan dan membuat mereka yang gantian menjadi babysitter.

Dalam kepelikan itulah Harris meminta Mar yang biasa memasak di dapur menjaga Chika untuk sementara. Ternyata Mar bekerja telaten dan Chika betah bersama asisten rumah tangga itu. Harris membayar gaji Mar dua kali lipat dari gajinya yang sudah di atas rata-rata.

Dan sekarang ternyata menggaji saja tidak cukup. Sebagai majikan ia juga harus siap membujuk para asisten rumah tangganya. Ia sudah sangat lelah dengan drama asisten rumah tangga. Pria mana yang di ruang rapat penting harus ditelepon karena urusan pembantu yang lari dari rumah bersama kekasihnya. Harris sudah lelah. Meski Mar yang sekarang sangat aneh, setidaknya Chika mengenal Mar sebagai pamongnya.

Apalagi saat Harris berada di anak tangga paling bawah, suara Chika terdengar memanggil nama Mar.

Harris sudah tak memikirkan soal Agung dan Surti yang memandang aneh ketika ia terburu-buru berlari melalui pintu samping. Siapa pun yang melihatnya pasti akan mengira ia gila. Terengah-engah menyergap asisten rumah tangga yang baru saja meninggalkan rumahnya bersama dua orang anak.

“Mar!” jerit Harris. Bersamaan dengan Jaya yang memekik menunjuknya. Harris terengah. “Mar, jangan pergi! Please … kasian Chika. Kamu boleh bawa anak-anak kamu tinggal di salah satu kamar. Minta Agung dan Surti bantuin kamu untuk ngeluarin kasur dari gudang atau apa pun yang bisa kamu lakukan di kamar paling belakang. Lihat rumah saya! Masih cukup luas buat tempat tinggal kamu dan anak-anak. Kamu boleh tinggal sampai kapan pun kamu mau. Ada lebih dari tiga kamar kosong untuk para asisten rumah tangga. Kamu sendiri yang ngebolehin Surti sekamar dengan kamu karena dia takut tidur sendiri. Saya nggak salah, kan?” Harris bicara dengan sangat hati-hati bagai sedang bernegosiasi dengan orang yang hendak melompat dari gedung. Saat itu, seolah-olah Mar bisa lari tiap saat.

“Itu aja?” Dengan cepat Mar berhasil menguasai dirinya. Ia memalingkan wajah dari Harris. Keterkejutannya sebentar saja. Memang sudah seharusnya Harris berdiri di sana untuk mengejar Mar. Daya tawarnya sedang tinggi dan kesempatan itu tidak datang dua kali.

“Memangnya kamu mau apa lagi? Kamu bisa pilih kamar yang mana pun kamu suka. Asal tetap di belakang,” tambah Harris.

Mar melangkahkan kakinya. “Tetap nggak pakai perasaan,” ucapnya, memperlambat langkah agar Harris sempat berpikir.

Harris akhirnya mengerti. “Rambut Gita, kuku, atau apa pun itu besok saya kirim staf salon. Saudara kamu akan tetap dirawat dan terawat. Oke? Gimana?”

Mar berbalik merapikan rambutnya. “Oke, deal!” katanya. “Ayo, Jay! Kita masuk. Kamu liat-liat mau kamar yang mana.” Mar mendorong stroller Hasan kembali menuju rumah Harris. Dengan santai melewati pria yang sedang mengembuskan napas lega yang panjang.

Harris berdiri di tepi jalan dengan piyama dan sandalnya. Teringat sesuatu ia lalu menelepon asisten yang mengurusi masalah Gita.

“Halo? Ita? Gimana tadi? Sudah jadi dibawa ke rumah sakit? Lihat rambutnya lebih dulu. Saya lihat tadi jari tangannya ada yang lecet. Bagian itu jangan terlalu dimacem-macemin.”

“Sudah, Pak. Orang salon sudah datang tadi. Sudah diinfo juga untuk datang tiga kali seminggu. Perawat rumah sakit juga sudah saya beri info tambahan. Ada yang lain, Pak?”

“Mmm … besok kamu ikut saya mendatangi perusahaan retail kosmetik. Mulai sekarang kamu khusus mengurusi wanita yang berada di UGD. Dan yang terakhir Ita … nama lengkap kamu siapa?”

“Yunita Sari, Pak.”

“Mulai sekarang panggilan kamu diganti dengan Yuni. Saya nggak mau manggil Ita…ta…. Nama itu bikin saya pusing.”

To be continued

1
Poernama 💜💜💝💝
seperti pertemuan ibu dan anak yg terpisah lama
Poernama 💜💜💝💝
seperti ibu dan anak njuss
Poernama 💜💜💝💝
Aalinya kmu sdh mendapatkan hati Anak dan Ayahnya Gita hanya soal waktu klu kmu sanggup bersabarlah
Ipehmom Rianrafa
lnjuut 💪💪💪
fitria pras
part yg mengandung bawang banget, udah neleleh² nya, d ujungnya kok jd buaya d kadalin, rencana mau nilap Harris ternyata gita jga dalam rencana mar,, trimakasih up nya kak njuss
Rini Eni
antara sedih & seneng di part ini. mellow bgt ni hati baca bab ini
🥀 UCHRIT Ossy 🔥
ikut trenyuh 🥺🥺🥺
Lailatus S
haris suruh meluk rumah sakit peninggalan istrinya aja gak usah melibatka wanita lain d hidupnya
biar gak nyusahin orang
Lailatus S
ngapain sih maaar segala laporan ke haris😡
💞wiraTAMAyuda💞
hwaaaaaaa sedihhhhhh
mksh njus triple upnya , sehat2 njussss
Ika drajat Drajat
😭😭😭
serafika andriana
hamil diluar angkasa ki pieee, ga enek gravitasi nek luar angkasa le arep naninu neno kepieeee
Rahmi Miraie
akhirnya gita dan chika bisa bertemu dan saling melepas rindu..semoga cepat sembuh ya chika setelah ketemu tante gita
serafika andriana
nenek psikopat, noh cika bukan boneka nek, punya hati, punya perasaan, pikirmu tu anak cukup disekolahin, dikasih makan, hadehhhhh untung tua ya git, mudaan gampar aja
Ika drajat Drajat
😭😭 ikut mewek aku
serafika andriana
Bravooo bu git, sukseskannn
Ika drajat Drajat
nenek yg egois
Jossy Jeanette
akhirnya tante gita bertemu dgn chika jadi ikut😢😭
L𝖎𝖓𝖆 𝕯𝖆𝖓𝖎𝖊𝖑🧢
wkwkwkkw pasti kocakk ini
L𝖎𝖓𝖆 𝕯𝖆𝖓𝖎𝖊𝖑🧢
astagfirullah nagakk iya sedih ya markisah😆😆😆 kyak buar markisaa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!