Akibat kesalahannya di masa lalu, Freya harus mendekam di balik jeruji besi. Bukan hanya terkurung dari dunia luar, Freya pun harus menghadapi perlakuan tidak menyenangkan dari para sesama tahanan lainnya.
Hingga suatu hari teman sekaligus musuhnya di masa lalu datang menemuinya dan menawarkan kebebasan untuk dirinya dengan satu syarat. Syarat yang sebenarnya cukup sederhana tapi entah bisakah ia melakukannya.
"Lahirkan anak suamiku untuk kami. Setelah bayi itu lahir, kau bebas pergi kemanapun yang kau mau."
Belum lagi suami teman sekaligus musuhnya itu selalu menatapnya penuh kebencian, berhasilkah ia mengandung anak suami temannya tersebut?
Spin of Ternyata Aku yang Kedua.
(Yang penasaran siapa itu Freya, bisa baca novel Ternyata Aku yang Kedua dulu ya.)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lamunan
Malam kian larut, tapi mata Freya masih terjaga. Bila perempuan lain setelah melakukan sesi percintaan maka akan kelelahan lalu tertidur, tapi tidak dengan Freya. Bukan karena ia tidak lelah. Sebaliknya, ia merasa tubuhnya remuk sebab ternyata Abidzar cukup buas di atas ranjang. Entah berapa kali ia mengalami pelepasan, tapi ibarat morfin, Abidzar benar-benar kesulitan untuk melepas kenikmatan terhidang di hadapannya.
Terdengar helaan nafas dari bibir tipis Freya. Ia kesulitan untuk bergerak sebab Abidzar tengah tertidur pulas sambil merengkuh pinggangnya. Sepertinya laki-laki itu benar-benar kelelahan setelah menggempurnya. Ingin Freya ikut memejamkan matanya, tapi ia tak bisa sama sekali.
Sekelumit kisah kelamnya membuat dirinya kesulitan memejamkan mata. Sungguh, dipeluk seperti ini saat sedang tertidur sudah sejak lama ia impikan. Tapi sayang, pada pernikahan pertamanya dahulu ia tak pernah merasakan pelukan itu. Hanya dirinya yang memeluk Gathan, tapi Gathan tak pernah membalasnya. Ia sadar, itu karena Gathan tak pernah sama sekali mencintainya.
Gathan tidak seperti laki-laki lain yang sanggup menyentuh perempuan lain tanpa ada rasa cinta di hatinya. Ia sangat menghargai seorang perempuan. Selama menikah pun Gathan memperlakukannya dengan baik, hanya dirinya saja yang bodoh yang justru membuat ulah sehingga berakhir dengan perceraian dan dipenjara.
"Kau kenapa? Apa aku menyakiti mu?" Pertanyaan yang keluar dari bibir Abidzar menyentak lamunan Freya. Ia tak tahu sejak kapan laki-laki itu terbangun. Namun saat melirik jarum jam yang sudah hampir memasuki waktu subuh menyadarkannya mungkin karena memang ini jamnya laki-laki itu untuk bangun.
"Ah, ti-tidak." Jawab Freya terbata.
Tubuh mereka masih dalam keadaan polos. hanya selimut tipis yang membalut tubuh keduanya. Ranjang yang sedikit sempit membuat pergerakan mereka terbatas. Bahkan kulit mereka pun saling bersentuhan tanpa jarak. Nafas hangat Abidzar berhembus tepat di depan wajahnya. Lagi-lagi ia teringat Gathan. Dulu, setiap ia terbangun lebih dahulu, ia pasti akan memandangi wajah laki-laki itu dari dekat sehingga ia pun bisa merasai nafas hangatnya.
'Astagfirullah, kenapa aku masih memikirkan dia. Ingat Fre, kau sudah kembali menikah dan laki-laki inilah suamimu yang sekarang. Meskipun pernikahan ini hanya sementara, tapi tidak pantas kau memikirkan laki-laki lain. Terlebih laki-laki itu telah bahagia dengan istri yang dicintainya.' Freya memperingatkan dirinya sendiri agar tidak memikirkan sosok laki-laki di masa lalunya.
"Kenapa melamun? Apa kau tak suka melihat ku ada di sini?" tanya Abidzar dengan dahi yang berkerut dalam. Suaranya terdengar dingin membuat Freya kalang kabut tak enak hati.
"Bu-bukan begitu tuan. Ah, sepertinya sebentar lagi subuh, saya mau mandi dulu tuan." Freya segera mencari alasan untuk menghindari Abidzar.
Ia tak ingin laki-laki itu kembali mencecarnya. Ia harap saat ia mandi, laki-laki itu segera kembali ke kamarnya. Bagaimana pun, statusnya di sini hanya istri tebusan. Ia didatangkan untuk menjadi rahim pengganti dan laki-laki itu memiliki seorang istri yang harus ia jaga perasaannya.
Ia pun wanita, ia tahu bagaimana perasaan seorang istri saat sadar suaminya menghabiskan malam dengan perempuan lain, meskipun perempuan itu dia sendirilah yang menghadirkannya.
Abidzar mengangguk. Kemudian ia turun lebih dahulu dari atas ranjang dengan santai. Freya yang melihat tubuh polos Abidzar dengan sesuatu yang menggantung di antara kedua kakinya sontak menjerit dan menutup mata. Diam-diam Abidzar mengulum senyum. Merasa geli dengan tingkah perempuan yang kerap digosipkan sebagai perempuan murahan itu.
Andai bukan dirinya sendiri yang menjebol keperawanannya, mungkin ia takkan pernah percaya bila ada yang mengatakan kalau Freya ternyata masih perawan dan belum terjamah.
...***...
Freya baru saja selesai mandi. Ia pun segera mengenakan pakaian dan mengambil mukena. Baru saja selesai membentangkan sajadah, sosok laki-laki yang semalam menemaninya di atas ranjang itu telah muncul dengan baju koko dan sarungnya. Freya sangat menyukai penampilannya itu. Kadar ketampanan Abidzar meningkat berkali lipat dari biasanya.
Freya tersipu melihat sosok suaminya yang tampan. Jantungnya sontak berdegup dengan kencang. Ia benar-benar terpesona. Namun dalam hitungan detik, ia tepis kekaguman itu.
'Sadarlah Freya, kau hanya istri sementara. Jangan sampai kau jatuh hati padanya sebab dia sudah ada yang memiliki dan perempuan yang beruntung itu bukanlah kau '
"Tolong bentangkan juga sajadah ku." pinta Abidzar menyadarkan Freya dari lamunannya.
Freya pun mengangguk dan segera membentangkan sajadah untuk Abidzar. Setelahnya, mereka pun mulai mengerjakan shalat subuh secara berjamaah. Hati Freya begitu damai. Entah apa sebabnya. Apalagi saat Abidzar menyodorkan tangannya untuk bersalaman. Freya pun menyambutnya dengan kikuk lalu mencium punggung tangannya. Rasa hangat seketika menjalar di hati keduanya.
...***...
"Non, bibi mau ke pasar, non mau ikut?" tawar bi Asih sesuai perintah Abidzar yang mengajaknya bila hendak pergi ke pasar dan membelikannya apa saja yang ia ingin atau butuhkan.
"Emang nggak papa, bi? Kalau nyonya Erin tau bagaimana?" Freya sedikit khawatir dengan Erin. Ia tak ingin membuat masalah dengan perempuan itu. Sudah cukup ia bermusuhan di masa lalu. Ia harap di masa kini mereka bisa berbaikan meskipun untuk menjadi teman sudah tak mungkin.
"Udah, jangan khawatir. Nyonya juga sedang nggak ada di rumah. Nyonya pulang ke rumah orang tuanya beberapa hari ini jadi non Freya nggak perlu khawatir." Tukas Bi Asih menenangkan Freya.
Freya tersenyum lebar, "Freya mau, bi." Jawabnya antusias.
Lantas mereka pun segera pergi ke pasar. Bi Asih lebih suka berbelanja di pasar tradisional. Menurutnya pasar tradisional selain harganya lebih murah, barang-barangnya biasanya lebih segar karena didistribusikan langsung mulai dari produsen. Khususnya ikan, daging, buah, dan sayur.
Freya memang pernah memasuki pasar tradisional, tapi itu saat ia masih kecil. Lebih tepatnya saat kedua orang tuanya masih hidup dan saat masih di panti asuhan. Setelah ia diangkat menjadi anak Reza, maka sejak itu pula ia tak pernah melakukannya. Gaya hidupnya berubah drastis. Reza menjadikannya perempuan yang selalu mengutamakan gaya hidup mewah. Baginya uang adalah segalanya. Ia tumbuh jadi gadis sombong.
Freya selalu pilih-pilih teman. Namun pernah satu waktu ia mau mengenal laki-laki biasa. Bahkan laki-laki itu kerap di-bully karena gayanya yang cupu. Untuk pertama kalinya, ia berteman dengan laki-laki biasa. Namun karena suatu kejadian yang entah bagaimana bisa terjadi, laki-laki itu pergi dan menghilang. Entah dimana dan bagaimana kabarnya. Ia harap teman laki-lakinya itu tumbuh dengan baik dan tidak lagi mengalami pembullyan seperti yang pernah ia alami.
Di pasar, Freya merasa begitu antusias. Sudah lama ia tak jalan-jalan seperti ini. Meskipun hanya berbelanja di pasar tradisional, ternyata cukup menghibur dan membuatnya bahagia.
"Bi, boleh aku pinjam uang bi Asih?"
"Non mau beli apa, bilang aja. Jangan sungkan. Nanti bibi bayarin. Kebetulan, bibi sedang dapat rejeki. Sawah bibi di kampung panen besar jadi kakak bibi yang di kampung sudah mentransfer uangnuya ke rekening bibi." Ucap Bi Asih yang tentunya hanya sebuah dusta. Sesuai perintah Abidzar, ia harus merahasiakan uang yang ia titipkan untuk keperluan Freya bila ada sesuatu yang ia butuhkan atau inginkan.
"Nggak perlu, bi. Aku pinjam aja. Tapi emang pinjamnya agak lama. Mungkin setahun kemudian baru bisa ganti. Nunggu keluar dari rumah itu dan Freya dapat kerjaan baru bisa ganti. Gimana bi, boleh?"
"Ya Allah, non, nggak usah segitunya. Bibi ikhlas kok. Bibi itu udah anggap non kayak anak bibi sendiri. Kebetulan anak bibi udah nikah sih. Anaknya malah udah lumayan gede. Hehehe ... bibi nggak punya tanggungan apa-apa lagi. Kalau bukan karena berhutang budi sama keluarga ini, bibi mungkin udah balik kampung. Jadi mau ya terima pemberian, bibi?"
"Bi ... " Freya merasa tak enak hati.
"Non, please, terima ya!" Lalu bi Asih menyerahkan sepuluh lembar uang seratus ribuan ke tangan Freya. Mata Freya jadi berkaca-kaca. Sudah lama ia tak memegang uang sebanyak itu. Bila saat masih menikah dengan Gathan uang itu tak ada apa-apanya, maka kini ia merasa nominal itu sangatlah besar.
"Bi, ini terlalu banyak."
"Nggak seberapa dibanding yang kakak bibi transfer. Anggap aja ini berbagi rejeki. Non terima ya dan silahkan beli apapun yang non mau beli atau butuhkan." Ucap Bi Asih. Freya lantas berterima kasih. Ia merasa bahagia, di saat masa sulitnya seperti ini, ternyata ia masih dipertemukan dengan orang-orang yang baik seperti bi Asih dan Ana.
Freya kini sedang membeli beberapa keperluannya, salah satunya yaitu pakaian dalam. Saat melihat ada yang menjual bedak dan lipstik murah, ia pun membelinya. Ia harap bedak dan lipstik itu aman di kulitnya sebab ini untuk pertama kalinya ia menggunakan kosmetik murahan.
Setelah selesai berbelanja, Freya dan bi Asih pun segera naik ke angkot yang berhenti tepat di hadapan mereka untuk pulang ke rumah.
...****...
...HAPPY READING 😍😍😍...
syediiih Thor