Pernikahan yang didasari sebuah syarat, keterpaksaan dan tanpa cinta, membuat Azzura Zahra menjadi pelampiasan kekejaman sang suami yang tak berperasaan. Bahkan dengan teganya sering membawa sang kekasih ke rumah mereka hanya untuk menyakiti perasaannya.
Bukan cuma sakit fisik tapi juga psikis hingga Azzura berada di titik yang membuatnya benar-benar lelah dan menyerah lalu memilih menjauh dari kehidupan Close. Di saat Azzura sudah menjauh dan tidak berada di sisi Close, barulah Close menyadari betapa berartinya dan pentingnya Azzura dalam kehidupannya.
Karena merasakan penyesalan yang begitu mendalam, akhirnya Close mencari keberadaan Azzura dan ingin menebus semua kesalahannya pada Azzura.
"Apa kamu pernah melihat retaknya sebuah kaca lalu pecah? Kaca itu memang masih bisa di satukan lagi. Tapi tetap saja sudah tidak sempurna bahkan masih terlihat goresan retaknya. Seperti itu lah diriku sekarang. Aku sudah memaafkan, tapi tetap saja goresan luka itu tetap membekas." Azzura.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arrafa Aris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26. RSK
Malam harinya ...
Dari kejauhan Yoga memandangi Azzura dengan perasaan pilu. Marah serta emosi mengingat sosok suami gadis berhijab itu.
"Close Navarro Kheil," sebutnya. "Pria brengsek sekaligus pecundang!"
Perlahan ia menghampiri Azzura juga Nanda yang masih berada di depan pintu rawat Bu Isma.
"Zu, Nanda. Apa kalian sudah mau pulang?"
Kedua gadis itu menoleh kemudian mengangguk pelan.
"Kalau begitu, biar aku yang mengantar kalian berdua," tawar Yoga.
Mendapat tawaran dari Yoga, Azzura dan Nanda saling berpandangan.
"Azzura saja soalnya aku bawa motor sendiri," cetus Nanda.
"Zu, apa nggak apa-apa jika aku yang mengantarmu pulang?" tanya Yoga sekaligus meminta izin.
"Iya, nggak apa-apa," jawab Azzura.
"Sebentar, aku temui ibu dulu," izin Yoga kemudian masuk ke dalam kamar rawat Bu Isma. Azzura dan Nanda mengangguk setuju.
Sesaat setelah berada di dalam kamar, Yoga tak mampu berkata-kata saat menatap lekat wajah pucat Bu Isma.
"Nak, kenapa kamu menatap ibu seperti itu?" tanya Bu Isma.
"Nggak apa-apa, Bu." Yoga duduk di kursi dengan mata berkaca-kaca.
"Nak, jangan sedih begitu. Ibu baik-baik saja," kata Bu Isma lirih.
Yoga mengangguk. "Bu, weekend nanti, kita jalan-jalan ke puncak, ya."
Bu Isma tersenyum tanda setuju. Ia lalu berkata, "Nak, berjanjilah pada ibu, jika sewaktu-waktu ibu akan berpulang, kamu akan tetap menjadi suami yang setia serta bertanggung jawab kepada Azzura juga cucu ibu kelak."
"Aku berjanji, Bu," balas Yoga sembari menggenggam jemari Bu Isma.
Beberapa menit berlalu ...
Sesaat setelah keluar dari dalam kamar, Yoga ikut duduk di kursi tunggu, bersisian dengan Azzura juga Nanda.
"Zu, apa kamu baik-baik saja?" tanyanya.
"Ya, aku baik-baik saja," jawab Azzura seraya menyeka keringat di wajah karena merasa gelisah.
"Ayo, kita berangkat sekarang," cetus Yoga kemudian beranjak dari kursi.
Ketiganya pun meninggalkan bangsal itu sehingga mereka sampai di parkiran.
"Nanda, aku dan Yoga duluan, ya," izin Azzura.
"Baiklah, sampai ketemu besok di cafe," balas Nanda seraya menepuk punggung sang sahabat. Ketiganya harus berpisah setelah menaiki kendaraan masing-masing.
Yoga tak langsung mengantar Azzura pulang ke rumahnya. Melainkan mengarahkan kendaraannya ke salah satu tempat wisata malam kota J.
Sadar jika Yoga mengubah haluan, Azzura melirik dengan penuh tanda tanya.
"Yoga, ini seperti mengarah ke salah satu tempat wisata malam," celetuk Azzura.
"Ya, kamu benar. Kita akan ke sana. Sayang sekali Nanda nggak ikut," sahut Yoga lalu terkekeh.
Kurang lebih tiga puluh menit mengendara, akhirnya keduanya tiba juga di tempat itu.
Senyum Azzura langsung mengembang ketika berada di tempat wisata malam itu.
"Masya Allah, sudah lama sekali aku nggak ke sini," akunya lalu menggandeng lengan Yoga.
"Zu." Yoga merasa tak enak.
"Nggak apa-apa, anggap saja aku ini adikmu yang sedang menggandeng kakaknya," kata Azzura dengan seulas senyum.
"Baiklah, apa kamu ingin mencoba beberapa wahana?" tantang Yoga.
"Siapa takut," balas Azzura sekaligus menerima tantangan dari Yoga.
"Aku jadi teringat almarhum ayah. Jika kami ke sini aku yang suka mengajak ayah bermain. Sebaliknya ibu, ibu hanya jadi penonton saja," jelas Azzura sembari tersenyum.
"Benarkah?" tanya Yoga dan dijawab dengan anggukan kepala oleh Azzura.
.
.
.
.
Meninggalkan Azzura dan Yoga, Close malah sedang berada di club' malam kota J bersama teman-temannya.
Walaupun jam masih termasuk awal, tapi tak menyurutkan niatnya untuk ke tempat itu.
Sejak tadi, pria blasteran itu, menenggak minuman diselingi dengan obrolan kecil bersama teman-temannya.
"Close, tumben kamu nggak bareng Laura?" tanya Sammy.
"Palingan bentar lagi dia muncul," jawab Close disertai seringai tipis.
"Close, apa kamu nggak merasa bersalah pada istrimu? Sudah enam bulan kalian menikah, tapi kamu masih saja nggak pernah berubah," celetuk Mizan tiba-tiba. "Jangan sampai kamu menyesal di kemudian hari."
Close bergeming sembari menyesap rokok. Seketika benaknya langsung membayangkan kedekatan istri juga asistennya.
Senyum istrinya begitu tulus untuk Yoga. Sebaliknya jika bersamanya, alih-alih tersenyum, Azzura malah kaku bahkan seolah jijik pada sang suami.
Satu jam berlalu ...
Ketika akan beranjak dari tempat duduk. Laura baru saja tiba. Ia langsung memeluk Close.
"Laura, aku pulang dulu. Kepalaku pusing," bisik Close.
"Aku baru saja datang dan kamu sudah mau pulang!" protes Laura kesal.
"Please, aku ingin beristirahat. Besok kita bisa bertemu lagi di kantor."
"Apa kamu nggak ingin aku menginap di rumahmu malam ini," rayu Laura dengan nada menggoda.
"Tidak untuk malam ini, Laura," tolak Close sembari melepas tangan gadis itu, kemudian berlalu meninggalkannya.
Sontak saja penolakan Close membuat Laura kesal juga jengkel. Mizan dan Sammy langsung tergelak melihat cemberut gadis itu.
"Sudahlah Laura. Ingat, dia itu sudah beristri!" sindir Mizan dengan senyum sinis.
"Ya, istri, tapi hanya di atas kertas!" sahut Laura dengan perasaan dongkol.
Sementara itu, Close yang saat ini sedang dalam perjalanan pulang, sesekali memijat kening juga pangkal hidungnya.
"Aku merasa seperti nggak enak badan," keluhnya.
...----------------...