Rhys Alban, terpaksa menikah dengan wanita bernama Celine Danayla Matteo, demi mempertahankan harta milik Keluarga Alban. Ia tak mau harta milik keluarganya jatuh ke tangan asisten pribadi Daddynya ataupun pada dinas sosial.
Celine yang sangat senang, menerima pernikahan tersebut, bahkan ia memaksa Rhys untuk menyatakan cinta padanya agar ia tak membatalkan pernikahan itu.
Namun, pernikahan yang didasari dari perjodohan tersebut membuat cinta Celine bertepuk sebelah tangan, juga membuat dirinya bagai hidup di dalam sangkar emas dengan jerat yang semakin lama semakin melukainya.
Hingga semuanya itu meninggalkan trauma besar dalam dirinya, pada cinta masa kecilnya. Apakah ia mampu memutus benang merah yang telah mengikatnya lama atau justru semakin membelit ketika ingatan Rhys kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pansy Miracle, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#26
“Al!” Rafael meraih pergelangan tangan Alice, untuk menghentikan wanita itu pergi.
“Lepaskan, Raf!” Alice menghempaskan tangan Rafael dan memutar tubuhnya.
“Apa sebenarnya yang kamu takutkan? Aku sama sekali tak mengerti jalan pikiranmu,” ungkap Alice.
“Mengapa kamu ingin sekali bertemu dengannya? Bukankah ia sudah pergi? Biarkan dia hidup dengan tenang,” kata Rafael.
“Aku akan menemuinya. Aku ingin melihat bagaimana keadaannya. Ia tak pernah menghubungiku dan aku kuatir dengan keadaannya.”
“Kamu kuatir dengannya, atau kamu kuatir ia akan kembali dan mengganggu hubunganmu dengan Rhys?” tanya Rafael.
“Aku dan Rhys adalah saudara sepupu,” jawab Alice.
“Ya, kalian memang sepupu, tapi kalian tak sedarah.”
“Jadi kamu sudah tahu semuanya?”
“Ya, aku tahu semuanya. Aku juga tahu bahwa kamu mencintai Rhys sejak duduk di sekolah menengah atas. Bukan begitu?”
Alice tersenyum tipis dan menatap Rafael, “terserah padamu saja, Raf. Aku pergi.”
“Al!” Rafael masih berusaha memanggil Alice.
Sementara itu Alice pergi meninggalkannya. Dari ujung matanya muncul buliran air, namun ia segera menyekanya.
Kalau saja kamu tahu, Raf. Sejak dulu aku menyukaimu. Karena itulah aku mendekati Rhys, karena kamu adalah sahabatnya. Namun sejak kecelakaan itu dan hubungan kalian merenggang, aku menyimpannya rapat-rapat. Hingga kamu kembali 2 tahun yang lalu dan muncul di hadapanku. - batin Alice.
Ia pun masuk ke dalam pesawat untuk berangkat ke negara tujuannya, Swiss.
**
Alice menarik kopernya dan sampai di Desa Lauterbrunnen. Ia tersenyum saat sampai di sana. Matanya pun membulat ketika melihat orang yang dicarinya kini nampak di depan mata.
“Celine!” teriak Alice.
Celine yang baru saja kembali dari bekerja, sangat kaget melihat keberadaan Alice di sana.
“Alice?”
“Mengapa kamu tidak menghubungiku?” tanya Alice.
“Mengapa kamu bisa tahu kalau aku ada di sini?” Celine justru tak menjawab pertanyaan, ia malah bertanya balik.
“Aku akan tahu di mana pun kamu berada. Katakan padaku, apa kamu baik-baik saja?”
“Ya, aku baik.”
“Syukurlah. Aku sangat kuatir karena kamu tidak mengabariku,” kata Alice.
“Al, kita bukan siapa-siapa. Mengapa kamu mengkuatirkan aku?” tanya Celine.
“Mungkin aku bukan siapa-siapa bagimu, tapi bagiku … kamu adalah seseorang yang harus kujaga.”
“Aku tak mengerti maksudmu,” Celine menautkan kedua alisnya.
“Di mana kamu tinggal? Koperku berat sekali,” kata Alice.
“Ah iya, ayo.”
Celine mengajak Alice ke kamar sewanya. Mereka bertemu dengan Aunty Giza di area resepsionis. Aunty Giza tersenyum pada Alice.
“Itu tadi pemilik kamar sewa ini?” tanya Alice.
“Ya. Aku biasa memanggilnya Aunty Giza.”
Alice terus memperhatikan Celine dan tersenyum, “aku benar-benar bersyukur kamu baik-baik saja.”
Celine duduk tepat di hadapan Alice setelah Alice meletakkan kopernya dan menatap ke arah jendela untuk melihat pemandangan Desa Lauterbrunnen.
“Al, katakan padaku, mengapa kamu harus menjagaku?”
Alice tersenyum, “karena aku berhutang nyawa pada Uncle Harry.”
Mendengar nama Daddy-nya disebut, membuat Celine merasa heran. Ia langsung duduk di hadapan Alice, seakan ingin tahu.
“Kamu tahu, Lin. Kalau hari itu Uncle tak menolongku, mungkin aku tak akan pernah berada di sini. Bahkan mungkin aku sudah mati.”
Celine kembali menautkan kedua alisnya.
“Aku pernah hampir diperkossa oleh para preman di jalan. Untung saja saat ini Uncle lewat dan melihatku. Ia menghabisi preman yang berjumlah 5 orang itu dan membawaku pulang.”
“Benarkah?”
“Ya, sejak itu aku berjanji akan membalas kebaikannya. Aku tidak tahu bagaimana caranya, tapi saat aku melihatmu berada di rumah Rhys dan tersiksa. Hatiku rasanya sakit sekali. Aku ingin melawan, tapi sejauh mana aku bisa melawan aku tak tahu,” Alice tiba-tiba meneteskan air matanya.
“Kamu telah banyak menolongku, Al. Aku sangat berterima kasih.”
“Kamu bahagia di sini?” tanya Alice.
“Ya, aku bahagia.”
“Tanpa Rhys? Aku tahu kamu sudah mencintainya sejak kalian kecil. Apa kamu tidak merindukannya?”
“Biarlah aku mencintai dirinya yang kukenal dulu. Aku hanya akan menyimpan kenangan yang indah bersamanya. Bagaimanapun juga, ia adalah Dad dari anakku,” jawab Celine.
Alice menutup mulutnya, “kamu hamil?”
“Ya, aku baru tahu saat aku sampai di sini.”
“Aku akan menjadi Aunty?” Wajah Alice menampakkan kebahagiaan.
“Hmm … kamu akan menjadi Aunty.”
“Ahhh, aku senang sekali. Tapi … bukankah akan lebih baik jika kamu bersatu dengan Rhys?” tanya Alice.
Celine menggelengkan kepalanya, “ia memiliki Eve yang juga sedang mengandung anak mereka. Asalkan Rhys bahagia, maka aku juga harus bahagia.”
“Tapi wanita itu sudah pergi dari rumah.”
“Pergi?” tanya Celine heran.
“Ya, ia pergi untuk syuting film kalau aku tidak salah ingat,” jawab Alice.
“Apa Rhys baik-baik saja?” tanya Celine. Bagaimanapun jahatnya Rhys, ia merasa sulit melupakan pria itu.
“Kamu masih merindukannya kan?”
“Aku hanya sedikit mengkuatirkannya.”
“Ia hancur.”
Deggg
“Hancur? Apa maksudmu hancur? Apa yang terjadi padanya?” Celine mendekati Alice dan memegang lengan wanita itu.
“Kembalilah jika kamu ingin melihat keadaannya,” kata Alice.
“Tidak. Aku tahu ia akan lebih bahagia tanpaku.”
Kamu salah besar, Lin. Rhys kehilanganmu, aku bisa melihatnya. Ia berbeda dengan Rhys yang dulu. - batin Alice.
“Sudah berapa bulan?” tanya Alice memegang perut Celine. Ia ingin mengalihkan Celine dulu dari pembicaraan tentang Rhys.
“Hampir 18 minggu.”
“Ooo pakai hitungan minggu ya? Bukan bulan?” tanya Alice tertawa.
“Ya.”
Duggg
“Dia bergerak,” Alice tersenyum bahagia.
“Halo jagoan! Ini Aunty. Kamu pasti senang kan bertemu Aunty,” Lanjut Alice.
“Aku belum tahu jenis kelaminnya, mengapa kamu memanggilnya jagoan?”
“Karena aku bisa melihat kekuatan di dalam dirimu. Jika aku menjadi dirimu, mungkin aku tak akan mampu. Tapi tenanglah, ada aku yang akan selalu membantu dan mendukungmu.”
“Terima kasih, Al. Oya, berapa lama kamu di sini?” tanya Celine.
“Belum tahu, mungkin 1 minggu. Oya, aku membawakan sesuatu untukmu,” Alice langsung menghampiri koper miliknya dan membukanya.
Ia mengeluarkan beberapa pakaian baru yang ia beli, sweater, makanan, dan barang-barang lainnya.
“Ini banyak sekali, kamarku langsung penuh,” kata Celine.
“Aku akan membawakan lebih banyak lagi saat aku kembali ke sini nanti. Tapi aku berharap kamu akan kembali, karena aku tak tega melihat kamu sendiri dalam keadaan hamil.”
“Di sini ada Aunty Giza. Ia selalu membantuku.”
Ponsel Alice berbunyi, ia mengeluarkannya dari saku. Matanya membulat karena tak menyangka siapa yang menghubunginya.
Rhys?
🌹🌹🌹