Hampir separuh dari hidupnya Gisell habiskan hanya untuk mengejar cinta Rega. Namun, pria itu tak pernah membalas perasaan cintanya tersebut.
Gisell tak peduli dengan penolakan Rega, ia kekeh untuk terus dan terus mengejar pria itu.
Hingga sampai pada titik dimana Rega benar-benar membuatnya patah hati dan kecewa.
Sejak saat itu, Gisel menyerah pada cintanya dan memilih untuk membencinya.
Setelah rasa benci itu tercipta, takdir justru berkata lain, mereka di pertemukan kembali dalam sebuah ikatan suci.
"Jangan sok jadi pahlawan dengan menawarkan diri menjadi suamiku, karena aku nggak butuh!" ucap Gisel sengit
"Kalau kamu nggak suka, anggap aku melakukan ini untuk orang tua kita,"
Dugh! Gisel menendang tulang kering Rega hingga pria itu mengaduh, "Jangan harap dapat ucapan terima kasih dariku!" sentak Gisel.
"Sebegitu bencinya kamu sama abang?"
"Sangat!"
"Oke, sekarang giliran abang yang buat kamu cinta abang,"
"Dih, siang-siang mimpi!" Gisel mencebik.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon embunpagi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 26
"Bagaimana, mas? ketemu mbak Sarah?" tanya Dzalfa setelah Kendra kembali ke apartemennya. Pria itu hanya menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.
"Mbak Sarah beneran udah pergi, mas?" tanya Dzalfa.
"Mas udah cari kemana-mana nggak ketemu, dek. Mas terlambat, kayaknya dia beneran udah balik ke kampung," sahut Kendra.
"Terus mas mau ngapain setelah ini? kasihan mbak Sarah mas kalau benar dia hamil anak kamu. Mas Kend harus tanggung jawab," ujar dzalfa.
Kendra menarik napas panjang, "Mas pasti tanggung jawab. Mas akan susul dia. Tapi, sebelumnya ada yang harus mas urus di sini,"
Dzalfa duduk di samping sang kakak, "masalah mbak Gisel ya mas? Terus gimana mas? pasti sekarang mbak Gisel lagi sedih banget. Lagian mas kok bisa sih sampai berbuat seperti itu. Kasihan mbak Gisel. Keluarganya selama ini udah baik banget sma kita tapi Mas malah...."
"Mas tahu mas salah dek, tapi bisa tolong kamu diam dulu? Mas benar-benar lagi pusing ini. Mas juga nggak tahu bakal jadi kayak gini,"
Dzalfa mendengus lalu berdiri, "aku buatin mas minum dulu, biar sedikit enakan," ucapnya.
"Nggak usah, kamu tidur aja. Ini udah malam,"
"Iya, habis buatin mas minum, baru aku tidur. O ya, dari tadi ponsel mas bunyi terus, aku nggak berani angkat, takut salah bicara," Dzalfa beranjak ke dapur setelah mengatakannya.
Kendra melihat ponselnya yang tergeletak di meja yang ada di depannya. Diambilnya bneda pipih miliknya tersebut. Ada banyak sekali panggilan dari keluarga Gisel di sana.
Kendra kembali menarik napasnya panjang. Ia ingin minta maaf, tapi tidak mungkin melalui telepon. Hari ini ia terlalu lelah. Semuanya berubah begittu tiba-tiba.
.
.
.
Pagi hari...
Rega baru saja selesai berolah raga saat sang istri mulai membuka matanya.
"Udah bangun?" tanya Rega, ia hanya menoleh sekilas pada Gisel lalu mengambil air mineral yang selalu tersedia di kulkas yang ada di kamarnya tersebut.
"Jam berapa ini? kenapa nggak ada yang bangunin aku? aku harus kerja!" ucap Gisel. Ia turum dari ranjang dan bersiap ke kamar mandi. Namun tangannya di cegah oleh Rega, "kamu udah langsung kerja? nggak cuti?" tanyanya.
"Lah, buat apa cuti. Seolah-olah aku menikmati menjadi pengantin baru. Kerjaanku banyak kali!" sahut Gisel.
"Kita akan pindah apartemen hari ini. Jadi kamu nggak usah kerja dulu,"
Gisel menatap Rega, "Pindah?"
"Iya,"
"Nggak mau!"
"Harus mau. Karena ngak mungkin abang berangkat ke rumah sakit setiap hari dari sini. Terlalu jauh,"
"Aku sibuk. Kalau mau pindah, pindah aja sendiri!"
"Abang tahu kamu masih ada cuti beberapa hari. Jangan banyak alasan, cepat mandi dan turun. Kita sarapan bareng mama papa sebelum pamit," ucap Rega tegas.
Gisel menghentakkan kakinya karena kesal. Tapi, entah kenapa ia juga tak bisa menolak.
.....
"Nggak, mama nggak setuju kalau kalian tinggal di apartemen! mama baru saja merasa senang karena Gisel tinggal di sini dan sekarang kau mau membawa menantu mama pergi?" tolak Amel ketika Rega pamit untuk tinggal di apartemen.
Gisel menatap suaminya dengan senyum menang," tahu nih, pdahal Gisel kan mau dekat sama mama, ya ma?"
"Mama kan tahu, jarak dari sini ke rumah sakit itu cukup jauh. Akan makan banyak waktu di jalan,"
"jauh dikit kan nggak masalah. Kantor Gisel lebih jauh lagi, tapi dia santai. Alasan kamu aja itu mah,"
"papa setuju kalau kalian mau tinggal berdua di apartemen," tiba-tiba David menyela perdebatan Rega dan mamanya.
"Jangan ikut campur! ini urusanku dengan putraku," ucap Amel.
"Dia juga putraku, emangnya kamu membuatnya sendiri?" timpal David yang mana membuat Amel mendengus.
"Biarkan saja mereka tinggal berdua, biar belajar mandiri. Lagian ini kesempatan bagus untuk mereka biar lebih dekat lagi. Siapa tahu dengan begini Rega bisa membuat Gisel luluh kembali, kan?" bisik David.
Meski berat akhirnya Amel setuju. Suaminya benar, mereka berdua harus di beri kesempatan untuk hidup berdua saja supaya lebih dekat.
"Gimana kalau aku tinggal di sini, Abang yang diapartemen?" ucap Gisel.
"Ya nggak boleh gitu dong, sayang. Suami istri tinggalnya ya harus bersama," ucap Amel.
Gisel langsung cemberut. Biar aja deh tinggal di apartemen, nanti dia malah akan lebih bebas membuat suaminya kesal, dan mau menceraikannya, pikirnya.
.......
Setelah sampai apartemen, Rega langsung meninggalkan Gisel karena ia hari ini harus ke rumah sakit. Karena pernikahannya kemarin mendadak, jadi dia tidak bisa cuti.
"Aku cuma sebentar, setelah operasi selesai, abang langsung pulang," ucap Rega saat pamit.
"Lama juga nggak apa-apa," sahut Gisel sewot.
Rega hanya tersenyum, ia mengulurkan tangannya kepada sang istri.
"Apa? mau minta uang saku? Yang ada harusnya aku yang di kasih uang nafkah," ucap Gisel.
Rega tak menyahut, ia meraih tangan kanan Gisel lalu menggerakkan tangannya ke bibir istrinya tersebut, "Abang berangkat dulu, ya? Doain semoga operasinya lancar," ucapnya sebelum pergi.
"Terus aku harus ngapain sekarang? main pergi gitu aja setelah ngedamparin aku di sini, ngeselin banget nggak sih?" gumamnya.
Gisel memilih masuk ke kamar. Sepi, hanya ada dirinya sendiri saat ini. Ia langsung merosot di samping tempat tidur. Air mata yang sejak kemarin ia tahan, kini ia tumpahkan saat tak ada seorangpun.
" Mas Kend, kenapa begitu tega. Bahkan ini jauh lebih sakit, mas....'' rintihnya. Bagaimana bisa pria yang mencintainya saja bisa menyakitinya seperti ini. Lalu bagaiman bisa ia percaya lagi dengan yang namanya cinta.
.....
Pagi itu Kendra tetap masuk ke kantor seperti biasa. Sejak awal, ia sudah mempersiapkan diri dengan konsekuensi yang akan ia terima dari bosnya.
Sejak kedatangannya tadi pagi, Elang sengaja tak memanggil Kendra ke ruangannya. Ia menunggu pria itu untuk datang dan menjelaskan sendiri kepadanya. Dan yang ia tunggu akhirnya muncul juga.
Bugh!
Satu hantaman langsung Elang layangan kepada Kendra,"itu adalah pukulan Dari seorang kakak yang adiknya di sakiti! Dan ini dari seorang anak yang orang tuanya di permalukan!"
Bugh!
Sekali lagi Elang memukul wajah Kendra. Pria itu sama sekali tak melawan. Justru Kendra memasang badannya supaya Elang bisa melampiaskan amarahnya.
Bugh!
"dan itu, dari seorang sahabat yang mempunyai sahabat yang bo doh kayak kamu!" ucap Elang penuh kecewa.
Kendra tetap bergeming dengan wajahnya yang sudah bonyok.
"Kenapa nggak menghindar be go!" umpat Elang.
"Maafkan saya, bos. Saya salah," hanya itu yang bisa Kendra katakan. Ia sama sekali tak berani menatap wajah marah Elang yang kini duduk di depannya.
"Udah tahu salah, masih berani liatin muka di depanku?"
"Saya tidak sengaja melakukannya. Waktu itu saya mabuk dan benar-benar tidak sadar saat melakukannya," Entah di terima atau tidak, Kendra berusaha menjelaskan.
"Sudah sering aku ingatkan, jauhi yang namanya alkohol! Kamu paling nggak bisa minum!" sentak Elang.
Kendra diam, ia hanya bisa menyesali perbuatannya, ''Saya siap di pecat,
Elang mendengus mendengarnya.
"Pergi dan obati lukamu!" ucap Elang.
Kendra menatap Elang, "Saya akan membuat surat pengunduran diri secepatnya," ucapnya.
Elang menatapnya semakin tajam," Nggak dengar aku ngomong apa? pergi dan obati lukamu!"
Kendra mengangguk lalu pergi.
"Bagaimana dengan Sarah?" pertanyaan Elang, menghentikan langkah Kendra. Pria itu menoleh.
"Saya akan menemui orang tuanya," ucap Kendra.
"Memang seharusnya begitu, pergilah dan pertanggungjwabakan perbuatanmu. Sekalipun kamu tidak sengaja melakukanya!" ucap Elang.
Kendra masih bergeming, ia ingin menanyakan kabar Gisel tapi ragu.
"Jika kau mengkhawatirkan adikku, dia baik-baik saja bersama suaminya sekarang," ucap Elang yang tahu apa yang ada dipikirkan Kendra.
Kendra mengernyit,"suami?"
"karena kemarin kamu nggak datang, Rega menggantikan posisimu menjadi mempelai prianya,"
Degh!
Rasanya lutut Kendra semakin lemas mendengar kenyataan ini.
Kendra berjalan gontai ke ruangannya. Wanita yang selama ini akhirnya benar-benar menjadi istri pria lain. Hal yang selama ini ia takutkan. Dan ini adalah karena kesalahannya. Bertahun-tahun memendam rasa terhadap Gisel, tentu tidak mudah untuknya bisa lupa begitu saja.
"Pada akhirnya, semua kembali kepada yang seharusnya. Mungkin takdirmu memang bukan aku,"
...****************...