WA 089520229628
Sebuah kisah tentang seorang istri yang dikhianati suami juga sahabat baiknya sendiri. Yuk mampir biar karya ini ramai kayak pasar global.
Karya ini merupakan karya Author di akun lain, yang gagal retensi. Dan kini Author alihkan di akun Hasna_Ramarta. Jadi, jika kalian pernah membaca dan merasa kisahnya sama, mungkin itu karya saya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9 Mulai Bekerja
"Ini ruangan kamu. Ruangan kamu bersebelahan dengan ruangan saya. Di sini tidak ada Sekretaris, saya hanya memperkerjakan seorang Bendahara sebagai orang terdekat saya di restoran ini."
"Kalau kamu penasaran ke mana Bendahara yang sebelum kamu, dia terpaksa harus keluar karena diajak pindah ke luar kota oleh suaminya," jelas Pak Kendra tanpa ditanya.
Sauza mengangguk mendengarkan penjelasan sang pemilik restoran.
"Terimakasih, Pak. Lalu, tugas saya seperti apa?" Sauza memberanikan diri bertanya.
"Tugas kamu hanyalah menerima keuangan, dan melaporkannya di pembukuan ini," jelas Pak Kendra sembari memperlihatkan sebuah buku catatan khusus pembukuan keuangan masuk dan keluar.
Sejenak Sauza mengamati dan memeriksa buku itu. Dalamnya sudah ada catatan pembukuan dari Bendahara yang terdahulu. Sejauh ini Sauza sedikit banyak paham mengenai pembukuan seperti itu.
"Baik, Pak. Saya paham."
"Bagus. Kamu tentu tahu tanggung jawab kamu selain tugas yang akan kamu kerjakan? Tanggung jawab kamu adalah menjaga amanah keuangan yang kamu pegang. Saya menyukai orang yang jujur dan dapat dipercaya. Sebaliknya, saya benci orang yang tidak jujur dan culas. Sekali ketahuan culas, maka saya tidak segan mendepaknya tanpa ampun," beber Pak Kendra menggambarkan sebuah sikap tegas, jika salah satu pegawainya berbuat culas.
"Baik, Pak. Saya mengerti, dan Insya Allah saya akan bertanggung jawab dan amanah dengan tugas yang diberikan Bapak terhadap saya," sahut Sauza sungguh-sungguh.
"Ok. Kalau begitu, jika kamu tidak keberatan, kamu boleh mulai kerja hari ini."
"Serius, Pak?" Sauza bertanya dengan mimik muka sangat bahagia. Pak Kendra sebagai pemilik restoran, merasa bahagia melihat antusiasme yang ditunjukkan Sauza.
"Serius. Lalu kamu tinggal di mana? Saya tidak mau jika rumah kamu kejauhan dan nanti akan menghambat pekerjaan kamu." Pak Kendra terlihat risau jika ternyata tempat tinggal Sauza jauh dari restoran miliknya.
"Kebetulan saat ini saya tinggal di Kampung Rambutan. Tadi saat ke sini, saya menaiki angkot dan sampai kurang lebih satu jam. Tapi besok saya bisa lebih pagi dari rumah supaya datang tidak telat," tutur Sauza yakin.
"Kamu sewa rumah?"
"Betul, Pak. Tepatnya rumah kontrakan yang satu kamar, yang luasnya hanya ukuran 3x4 meter," terang Sauza seadanya.
"Oh ya? Kalau kamu tidak keberatan, saya mau menawarkan kamu tinggal di mess di belakang restoran ini. Kebetulan masih ada beberapa mess yang masih kosong, kalau kamu mau, kamu bisa tempati salah satu mess yang kosong itu," tawar pria matang itu dengan senyum khasnya.
"Bagaimana?" tanya Pak Kendra lagi meyakinkan.
"Saya mau, Pak, tinggal di mess. Tapi sepertinya saya baru bisa menempati messnya besok. Besok saya akan sekalian membawa barang-barang saya di kontrakan."
"Tidak perlu, biar nanti saja sepulang kamu bekerja, kamu akan saya antar langsung dengan mobil saya membawa barang-barang kamu. Kalau bisa nanti saya sewakan pick up untuk mengangkut semua barang-barang kamu."
"Tidak usah, Pak. Tidak usah sewa pick up segala. Lagipula barang-barang saya hanya baju dan sedikit perabot rumah untuk makan dan minum," jelas Sauza malu-malu.
"Baiklah. Nanti saya yang angkut barang-barang kamu pakai mobil saya," tukas Pak Kendra seraya tersenyum.
"Sekali lagi terimakasih, Pak. Saya jadi tidak enak menerima kebaikan Bapak." Sauza menundukkan wajahnya malu.
"Tidak apa-apa. Kamu santai saja," balas Pak Kendra seraya menatap Sauza diam-diam dan lebih dalam.
"Sepertinya perempuan muda ini sangat jujur dan sangat bertanggung jawab dalam pekerjaan. Dia juga cantik, tapi sayang suaminya sangat bodoh mengkhianati istri secantik ini," bisik Pak Kendra dalam hati penuh rasa kagum. Hanya dalam waktu beberapa saat, lelaki matang berkharisma itu merasa tertarik lebih jauh dengan Sauza.
Maka hari ini Sauza sudah mulai bekerja. Sauza begitu cepat memahami setiap detil pekerjaannya. Pembukuan laporan keuangan ini dianggapnya enteng. Yang menjadi tuntutannya adalah kejelian dalam menghitung uang yang masuk. Antara uang yang masuk dan pembukuan harus sama, di situ tanggung jawab Sauza dituntut.
Dua bulan sudah Sauza bekerja di Selera Kita Restoran, dan selama itu juga ia telah tinggal di messnya.
Pada hari pertama Sauza bekerja, sepulangnya bekerja, pemilik restoran mengantar Sauza pulang ke kontrakannya, lalu membawa pindah seluruh barang-barang Sauza hari itu juga ke mess.
Pekerjaan Sauza dinilai begitu baik oleh Pak Kendra. Beberapa kali Sauza mendapat decakan kagum dari lelaki yang selalu memperhatikan Sauza diam-diam itu. Dalam hatinya terbersit perasaan suka. Pak Kendra seperti jatuh cinta kembali ketika melihat Sauza yang sangat disiplin dan cekatan dalam bekerja, terlebih Sauza benar-benar jujur dalam bekerja, hal ini menambah nilai positif bagi Sauza di mata Pak Kendra.
Jam istirahat tiba. Sauza menyandarkan punggungnya di kursi kebesarannya. Kepalanya mendongak ke langit-langit ruangan, melepas lelah setelah beberapa jam ke belakang bekerja.
Tiba-tiba Hp nya berbunyi. Sebuah panggilan dari seseorang yang dia benci karena telah berkhianat, kini memanggil dan meminta Sauza segera mengangkatnya.
Dengan terpaksa Sauza mengangkat panggilan itu. Bukan tanpa alasan Sauza masih menggunakan nomer Hp lamanya itu, tidak lain hanya untuk bisa berkomunikasi dengan Bima masalah perceraiannya yang sampai kini belum Bima ajukan, sepertinya Bima memang sengaja menunda-nunda karena dia memang tidak ingin menceraikan Sauza.
"Lalu jika kamu tidak ingin menceraikan aku, kenapa kamu masih melanjutkan rencana pernikahan kamu dengan perempuan selingkuhan kamu itu, Mas? Kamu sungguh biadab dan sengaja ingin membuat aku sakit hati dan menderita," pekik Sauza membalas Bima dari sambungan telpon.
"Karena Mira terlanjur hamil, Za. Jadi, aku mohon kamu bersabarlah menunggu sampai Mira lahiran. Setelah itu kita akan kembali bersama dan bahagia," celoteh Bima seperti sebuah cemoohan dan ocehan tanpa makna bagi Sauza. Dengan entengnya Bima berkata seperti itu tanpa memikirkan perasaannya yang terluka.
"Ceraikan aku segera Mas. Aku tidak peduli kamu mau menikahi dia sampai selamanya pun, aku serius. Aku sudah tidak mau hidup sama kamu. Jadi tolong, segera ceraikan aku." Sekali lagi Sauza berpekik sampai tidak sadar pekikannya telah didengar Pak Kendra yang sengaja mendatangi Sauza, yang tadinya akan dia ajak makan bersama.
Sauza memutus panggilan itu dengan kasar, lalu meletakkan Hp nya di atas meja dengan kasar juga. Air matanya semakin deras menetes, dia seakan dipermainkan oleh Bima. Rasa cinta Sauza terhadap Bima, kini mulai terkikis dan berganti menjadi perasaan benci. Isaknya begitu memilukan hati siapa saja yang mendengar, termasuk Pak Kendra si pemilik restoran.
"Kamu ingin bercerai tanpa harus menunggu dia menceraikan kamu?" Suara itu benar-benar mengagetkan Sauza yang tengah meratapi kekecewaan dan sakit hati oleh Bima.
"Pak Kendra! Ma~maafkan saya, Pak." Sauza gugup dan segera menyeka air matanya dari pipi.
"Bagus, hapuslah air mata itu. Karena kamu tidak pantas menangis untuk pria pengkhianat itu," cetus Pak Kendra lantang.
"Maksud Bapak?" Sauza mengerutkan keningnya penasaran.
"Kamu akan segera bercerai dari suami pengkhianat itu. Serahkan pada saya, saya punya Pengacara untuk segera mengabulkan keinginan kamu," tegas Pak Kendra seraya meraih bahu Sauza dan menatapnya.
Sauza terkesima dan belum paham dengan maksud yang diutarakan Pak Kendra barusan.
Nantikan kisah selanjutnya. Apakah Sauza akan benar-benar berpisah dari Bima?
kenapa bisa seperti itu???
lebih baik berobat pak Kendra...
🤣🤣🤣🤣
Mira kau tak berkaca siapa dirimu, berapa lama jadi simpanan Bima, sebelum hamil kau dengan siapa?
Ukur baju orang lain jangan dengan ukuran tubuhmu, ya! Kau ingin memanasi Sauza, kan. Kutunggu, dengan setia.