Dia pikir, dibuang oleh suaminya sendiri akan membuat hidupnya berantakan dan menderita. Namun, takdir berkata lain, karena justru menjadi awal kebahagiaannya.
Daniza, seorang istri yang bagi suaminya hanya wanita biasa, justru sangat luar biasa di mata pria lain. Tak tanggung-tanggung, pria yang menyimpan rasa terhadapnya sejak lama adalah pria kaya raya dengan sejuta pesona.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Panik!
"Kak Alvin … to … tolong aku!" lirih Daniza dengan suara terputus-putus.
Dalam sepersekian detik wajah Alvin berubah panik saat mendengar nada suara Daniza terbata-bata.
"Daniza, kamu kenapa?" Alvin langsung panik. Menduga sesuatu yang buruk sedang terjadi kepada Daniza.
"Aku pendarahan," jawab Daniza dari seberang sana. Suara sudah tidak jelas karena dibarengi napas yang tersengal-sengal, tapi beruntungnya Alvin cukup paham dengan maksud Daniza.
"Kamu di mana?" Alvin setengah berteriak dan bangkit dari duduknya. Ia seperti kehilangan kemampuannya untuk berpikir jernih. Punggungnya berkeringat, dan sekujur tubuhnya gemetar panik.
"Di rumah. Tolong aku, Kak. Aku tidak tahu harus minta tolong siapa lagi."
"Tunggu di situ. Aku akan ke sana!"
Tanpa memutus panggilan, Alvin mengantongi ponsel tersebut. Saking paniknya ia langsung menyambar kunci mobil dari meja.
"Ada apa, Vin? Kamu mau ke mana?" tanya Mama.
"Daniza pendarahan, Mah!"
Mama Elvira pun cukup terkejut dengan jawaban Alvin. Tanpa mengulur waktu, Alvin langsung berlari menuju garasi. Seorang asisten rumah tangga yang melihat tingkahnya sampai dibuat heran karena Alvin seperti orang kesetanan. Bahkan ia keluar dari rumah hanya menggunakan setelan piyama. Padahal, selama ini Alvin adalah tipe laki-laki yang sangat memperhatikan penampilan.
Alvin memacu mobilnya dua kali lebih cepat dari biasanya. Ia menyalip beberapa pengendara bahkan tak segan menerobos lampu merah. Terkesan mengabaikan keselamatan, tetapi nyawa Daniza saat ini lebih penting daripada yang lain.
Hanya dalam sepuluh menit, Alvin sudah tiba di rumah Daniza. Namun, yang ia dapati hanya kesunyian dari pintu rumah yang tertutup rapat.
"Daniza!" panggil Alvin mengetuk pintu dengan cukup keras, karena terkunci dari dalam. "Daniza buka pintunya!"
Teriakan Alvin membuat beberapa tetangga sekitar keluar rumah. Mereka menatap heran sosok pria yang sedang menggedor-gedor pintu rumah.
"Ada apa ya, Pak?" tanya salah seorang wanita.
"Maaf, Bu. Saya membuat keributan. Daniza baru saja menghubungi saya. Katanya pendarahan."
Alvin kembali mengetuk, tetapi tak ada sahutan dari penghuni di dalam.
Akhirnya, Alvin meminta izin kepada beberapa warga sekitar untuk mendobrak rumah tersebut. Beberapa pria yang ada di sana pun turut membantu.
Begitu pintu terbuka, Alvin merasakan seluruh tubuhnya ngilu. Betapa tidak, Daniza tergeletak tak sadarkan diri di depan pintu kamar, dengan cairan merah di pakaiannya.
"Daniz!"
Secepat kilat, Alvin meraih tubuh lemah itu. Semakin panik saat mendapati wajah Daniza pucat seperti mayat.
"Bangun, Daniz!" Alvin memeluk Daniza dalam kepanikan.
Beberapa tetangga yang ada di rumah Daniza pun jadi khawatir dan ikut panik.
"Sebaiknya Daniza segera di bawa ke rumah sakit!" ucap salah satu tetangga.
Alvin langsung menggendong Daniza menuju mobil. Setelah mendudukkan wanita itu di kursi depan, ia menyetel jok agar Daniza bisa bersandar.
Mobil pun melesat cepat. Alvin lagi-lagi mengemudi bagai kesetanan. Sesekali ia melirik Daniza yang tampak bergumam-gumam menahan rasa sakit.
"Sabar, Daniz! Sebentar lagi kita sampai!" ucapnya sambil mengulurkan tangan membelai puncak kepala Daniza.
*
*
*
Mobil yang dikemudikan Alvin tiba di depan sebuah rumah sakit. Alvin menggendong Daniza ke ruang Unit Gawat Darurat sambil berteriak meminta tolong kepada siapapun yang ada di sana.
Alvin yang panik membuat beberapa perawat ikut panik. Terlebih pakaian Daniza sudah hampir penuh oleh noda darah.
Daniza langsung ditangani oleh beberapa dokter dan perawat. Alvin berjalan mondar-mandir dengan gelisah di balik tirai tempat Daniza sedang mendapat pertolongan.
"Bertahan Daniz, aku mohon!" Laki-laki itu hampir menangis. Ia tak akan sanggup jika harus kehilangan wanita yang telah lama dicintainya itu. Daniza adalah segalanya bagi Alvin.
"Bapak suami pasien?" Pertanyaan itu membuyarkan lamunan Alvin. Ia menoleh kepada seorang wanita berpakaian putih yang baru saja membuka tirai.
"Saya ...." Alvin tidak tahu harus menjawab apa. Tidak mungkin juga menghubungi Revan agar segera ke rumah sakit. Karena pria tak berguna itu sudah pasti tidak peduli terhadap Daniza.
"Iya, Sus. Saya suaminya!" jawab Alvin pada akhirnya.
Ngaku-ngaku aja dulu lah. Nanti juga jadi suami betulan.
*****
Baca ini ngakaknya ngelebihin dr Allan yg suka modusly. Kereeen...kereen /Kiss/