NovelToon NovelToon
Casanova Kepincut Janda

Casanova Kepincut Janda

Status: tamat
Genre:Romantis / Tamat / Perbedaan usia / Romansa-Percintaan bebas
Popularitas:185.2k
Nilai: 5
Nama Author: Wiji

Bari abdul jalil, nama yang religius. Kedua orang tuaku pasti menginginkan akun tumbuh menjadi pribadi yang sesuai dengan nama yang diberikan. Tapi kenyataan justru sebaliknya. Saat dewasa justru aku lupa dengan semua ajaran yang diajarkan oleh mereka di waktu kecil. Aku terlalu menikmati peranku sebagai pecinta wanita. Hingga suatu ketika aku bertemu dengan seseorang yang sangat berbeda dari wanita yang aku pacari.
Mau tahu apa bedanya? dan bisakah aku mendapatkan apa yang aku mau?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wiji, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 26

Sepanjang perjalanan aku dan Caca ngobrol ngalor ngidul. Sesekali kami tertawa lepas karena obrolan kami. Caca rupanya anak yang cerdas, banyak hal yang dia tanyakan padaku. Dia juga banyak omong sekali, cerewet dan anak yang ceria. Aku senang bisa bercengkrama dengannya. Aku jadi bingung, aku sudah bertemu dengan semua keluarga Arumi, bahkan kakaknya juga, semuanya ramah dan baik. Kenapa hanya Arumi yang galak dan judes sekali sama orang.

"Caca duduk diam yang bagus nak. Kita sedang numpang mobil orang." Arumi menengahi kami yang sedang asyik tertawa.

Seketika Caca duduk dan diam, kalau aku perhatikan Caca ini sangat menuruti apapun yang diucapkan oleh ibunya. Sangat berbakti, tapi kasian juga jika dia dituntut seperti itu sampai dewasa. Dia tak akan berani mengungkapkan pendapatnya.

"Arumi, kenapa kamu begitu? Caca hanya ngajak aku ngobrol salahnya dimana? Dia nggak kurang ajar naik-naik kursi atau loncat-loncat. Dia hanya diam berdiri di tengah-tengah kita. Jangan terlalu membatasi anak dan jangan kamu buat dia..."

"Kamu nggak ada hak buat ngatur aku bagaimana caraku didik anak, kami bukan siapa-siapa kamu," potong Arumi dengan nada bicara yang kesal.

"Aku nggak ngatur. Cuman ngasih tahu. Memberi tahu dalam hal kebaikan nggak harus menjadi siapa-siapanya dulu Arumi."

"Sudah sampai nak, ayo kita turun." Arumi mengacuhkan aku. Astaga, baru kali ini aku merasakan tak punya harga diri. Ini bukan apa-apa, bisa jadi ini hanya permulaan.

Aku ikut turun dari mobil mengikuti kedua perempuan yang akan menjadi masa depanku.

"Nanti om jemput lagi mau?"

"Aku bisa jemput Caca, Bari. Terimakasih atas tawarannya. Ayo ke rumah sakit. Aku harus cepat."

"Ya udah ayo."

Aku kembali membukakan pintu untuknya. Aku tahu dia sedang melirik ku dengan sudut netranya meskipun hanya sebentar. Mungkin itu tanda terimakasih darinya. Yes, baru sehari sudah melirik ku. Ah senangnya hatiku.

"Rum, boleh aku tanya sesuatu?"

"Apa?"

"Bisakah kita berteman?"

"Untuk apa?"

"Aku ingin kenal jauh dengan mu. Ini bukan omong kosong atau rayuan Arumi. Aku sadar selama ini aku berbuat kesalahan, tapi bukankah itu manusiawi. Aku sudah berubah, dan aku berubah karena kamu."

"Memang apa yang aku lakukan sampai kamu berubah karena aku?"

"Tidak ada, hatiku yang tergerak menuju hatimu. Sungguh Arumi, aku sedang tidak membual. Jika kamu tidak percaya, tatap mataku sebentar saja, sebentar saja Arumi. Agar kamu tahu, aku serius kali ini. Tolong beri aku kesempatan untuk menjadi teman mu." Aku berbicara dengan serius dan ada nada kemelasan di sana.

Arumi menatap pepohonan yang berjajar di pinggir jalan. Dia nampak memikirkan apa yang aku ucapkan. Harapan dan doa selalu aku panjatkan agar sedikit demi sedikit Arumi meluluhkan hatinya untukku.

"Teman tapi jangan menggangu. Aku akan bersedia jadi temanmu asal kamu tidak ganggu aku."

"Maksdnya?" tanyaku mengerutkan dahi.

"Seperti tindakan mu hari ini. Jika boleh jujur, aku tidak suka. Kamu dengan tanpa dosa datang ke rumah pagi-pagi, berbicara yang tidak-tidak pada anakku. Tidak ada teman yang seperti itu."

"Aku hanya ingin dekat dengan semua keluarga mu. Maaf jika caraku salah."

"Berteman cukup dengan ku saja, yang lain jangan. Jangan libatkan ibu dan Caca. Pertanyaan mu tadi pasti menimbulkan keinginan besar bagi Caca. Kamu tidak tahu betapa sulitnya jadi aku. Tolong jangan tambah bebanku dengan ucapan-ucapan pengharapan." Arumi mengatakan itu dengan bergetar. Sepertinya saat ini di sedang berkaca kaca menahan tangis agar tak tumpah. Aku jadi merasa bersalah.

"Maaf Rum. Aku tidak berniat seperti itu. Maaf aku sudah salah."

"Tidak apa-apa. Seseorang kadang harus berbuat salah dulu agar tahu bagaimana benarnya."

Aku diam. Aku tak ada nyali lagi untuk menjawab, aku takut jika ucapan ku semakin membuat Arumi sedih. Tak ku sangka apa yang aku lakukan ternyata menyakitkan bagi Arumi. Sepertinya memang harus ekstra sabar dan hati-hati dengan wanita ini. Perasaannya dan hatinya sangat sensitif, dan aku menebak masa lalunya yang kelam adalah penyebab ini semua. Dan aku jadi merasa bahwa sebenarnya Arumi belum sembuh benar dari luka hatinya.

Merasa sepi, aku memutar radio yang ada di mobil. Entah kebetulan macam apa lagi ini, lagu yang terputar pas sekali dengan suasana hatiku yang sedang jatuh cinta dengan seseorang.

Aku jatuh cinta kepada dirinya

sungguh-sungguh cinta oh apa adanya

(Aku jatuh cinta-roulette)

Aku ikut menyanyikan lagu yang terputar dua bait. Tanpa sadar Arumi menoleh ke arahku dan di detik berikutnya kembali melihat jalanan.

Beberapa saat kemudian, sampailah kami di halaman rumah sakit. Arumi sempat mengucapkan terimakasih sebelum turun. Aku mengantar kepergian Arumi dengan mata dan senyumku.

Saat hendak pergi dari rumah sakit, tak sengaja aku melihat sesuatu di kursi yang di duduki Arumi tadi. Entah bagaimana ceritanya, Arumi tak sadar ponselnya terjatuh. Ah ceroboh sekali dia.

Aku berjalan ke arah meja resepsionis untuk menanyakan di mana ruang kerja Arumi. Namun keributan dan suara teriakan seorang wanita membuat ku terpaksa menoleh pada sumber suara.

Aku melihat seorang ibu paruh baya yang sedang memaki Arumi. Sedangkan di sudut lain ada pria muda yang sedang duduk menangis dengan tersedu. Nampak pria tua yang juga sedang berusaha untuk menenangkan istrinya yang sedang mengamuk. Pikiran ku langsung tertuju pada pasien Arumi yang tadi sempat di bicarakan di telepon.

"Kalau saja anda sebagai dokter bisa tepat waktu dan profesional maka cucu saya pasti akan selamat. Dasar dokter jahat. Anda tahu keluarga kami menanti kehadiran seorang bayi sejak lima tahun yang lalu. Gara-gara anda yang terlambat datang, anak saya jadi kehilangan janinnya," ucap wanita itu dengan emosi.

"Bu, ibu ini murni kecelakaan. Cucu ibu tidak bisa tertolong karena menang kandungan anak ibu masih lemah dan mengalami benturan. Kami sudah melakukan yang terbaik, tapi Tuhan berkehendak lain. Anak ibu mengalami pendarahan hebat sehingga janin tidak tertolong. Tidak ada kaitannya dengan keterlambatan dokter Arumi bu." Suster yang berdiri di tengah-tengah mereka berusaha untuk menengahi. "Tadi kami memang menelepon dokter Arumi, dengan harapan beliau bisa menolong janin anak ibu, itu terjadi sebelum anak ibu mengalami pendarahan untuk kedua kalinya. Jadi tidak ada yang salah di sini." Lanjutnya.

Wanita itu tak lagi bersuara, namun tangisannya masih terdengar memilukan. Kehilangan memang hal yang menyakitkan. Namun, tak ada satupun orang yang bisa menghindari hal tersebut. Cepat atau lambat semua manusia bernyawa akan merasakan kehilangan.

Aku masih terdiam memperhatikan Arumi yang hanya diam. Mungkin dia masih syok dengan apa yang terjadi, aku takut dia akan merasa bersalah dan menjadi sedih karena keadaan ini.

"Maaf bu, jika menurut ibu ini adalah kesalahan saya dan anda puas dan lega dengan memaki saya, maka saya akan terima. Tapi ibu jangan lupa jika apapun yang terjadi di dunia ini sudah menjadi kehendak Allah. Kalaupun saya tadi datang tepat waktu dan calon cucu ibu waktunya pergi, maka dia akan tetap pergi juga bu. Kami para tenaga medis juga sama seperti ibu, kami manusia biasa. Sehebat apapun kami, kami tidak bisa menentang apa yang sudah di gariskan Allah. Kehilangan itu memang sakit bu dan hal ini memang sudah hukum alam. Tidak ada satupun di dunia ini yang tidak kehilangan orang terdekatnya. Sekali lagi saya minta maaf, saya doakan anak ibu segera kembali mendapatkan momongan. Sus antar saya ke ruangan," kata Arumi panjang lebar lalu masuk ke dalam ruangan.

Jika aku dengar dari kata-kata Arumi, dia nampak kuat dan tak terpengaruh dengan omongan wanita itu. Aku lega, Arumi wanita yang tenang dalam menghadapi masalah dan kuat menghadapi mereka yeng menyudutkannya.

Aku putuskan untuk menitipkan ponsel pada suster yang di meja resepsionis. Dia pasti sibuk setelah ini. Di tengah jalan menuju meja resepsionis samar-samar mendengar pembicaraan dua orang suster yang sedang berjalan.

"Kasian bu Arumi, habis ini pasti kepikiran dan nangis di ruangan dia. Bayangkan saja, dia aja kalau ada bayi atau ibu yang tak selamat dalam persalinan ikut sedih seperti keluarga pasien, apalagi ini ditambah di maki-maki sama orang. Tambah down pasti."

"Iya, ya udah ntar kita kasih perhatian ke bu Arumi aja seperti biasa. Memang susah kalau mental pernah di rusak sama orang. Dia jadi nggak sekuat sebelumnya."

Ingin sekali rasanya aku begabung dan bertanya lebih lanjut mengenai Arumi di mata suster di sini. Namun, tak mungkin juga aku mengorek informasi di saat mereka sedang menjalankan tugas.

"Sus, dimana ruangan dokter Arumi?" tanyaku saat aku sampai di meja resepsionis.

"Bapak lurus saja sampai butik nanti belok kiri. Bapak bisa tunggu si luar ruangan selagi tidak ada bu Arumi di dalam ruangannya."

"Terimakasih."

Aku tak mengindahkan ucapan suster tadi. Aku langsung saja masuk ke dalam ruangan dan tiduran di ranjang yang aku tebak adalah tempat untuk memeriksa ibu hamil. Tak lupa aku tutup gorden yang ada di sana agar Arumi tak tahu aku berada dalam ruangannya. Aku jadi bingung apa fungsi gorden ini jika yang masuk ruangan ini hanya pasangan suami istri. Apa para suami tak boleh melihat saat istrinya sedang di periksa.

Astaga, baru aja meletakkan kepala di bantal rasa kantuk tiba-tiba saja menyerang. Berusaha untuk menahan tapi rasanya tak tahan. Arumi juga kenapa lama sekali? Kenapa dia tak kunjung ke ruangan? Apa seluruh wanita di negara ini sedang melahirkan bersama?

Bersambung.

1
Harjanti
lha tegas gitu dong bari..
Ani Yuliana
itu dia 5thn baru hamil, keguguran, trus rahimnya d angkat sis 🙏
Harjanti
arumi belagu...
Duda Fenta Duda
bukan kumpul sapi bari tapi kumpul monyet😁😁
Kusii Yaati
celap celup tp di bibir sama aja bohong bari,itu bibir kamu bekas lumatan cewek2 kamu🙉
Erlinda
kok aq seperti membaca diari ya bukan novel
langit
mantap cerita nya
langit
apakah tasbih? benda kecil yg dimaksud?
Fitriyani
bgtu syng nya Arkan sm istrinya,tp bs bgtu brutalnya Dy SM Arumi,,,🤦
emang sih Dinda org yg Dy cinta,tp bs Dy lgsg brubah psiko SM Arumi..
Fitriyani
untung tiba2 Aksan bs menyikapi bijak...
Fitriyani
apa sih krj Arkan tu Thor,kq Dy bs LBH brkuasa gt dr bari....
Fitriyani
mgkin sebagian orang akan menganggap sikap Arumi salah n brlebihan,tp mnrt q,,sikap Arumi udh benar.mengingat gmn sikap Arkan terdahulu.klo q ada d posisi Arumi,aq jg akan mlkukn hal yg sm,aq g akan rela org yg dulunya g prnh mngakui ank,bhkn mnyiksa lahir batin,skrg tb2 dtg butuh pengakuan,,
mamp*s aja Lo Arkan😠
Fitriyani
jgn bilang nti xan sibuk mau ngrebut hak asuh Caca y.....
Abid
Biasa
linamaulina18
BNR t ibu, msh single blm tentu menjaga k hormatnya
linamaulina18
lumayan
linamaulina18
jgn2 anknya dokter yg bercadar itu lg
linamaulina18
🤣🤣🤣🤣
linamaulina18
bgs deh kirain ska celap celup
linamaulina18
selain tampan dirimu ska celap celup jg gt aja bangga ckckck
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!