Terpaksa Menikahi Suami Sahabatku

Kanaya membuka matanya. Perempuan itu sangat terkejut saat melihat di sekitarnya.

Kenapa aku bisa sampai di sini?

Kanaya mengerutkan keningnya. Istri kedua Sean itu menatap ke sekeliling kamar. Ia sedang mengingat-ingat kejadian sebelum dirinya tertidur.

Perasaan, tadi aku tidur di dalam mobil. Kenapa sekarang aku tiba-tiba tidur di sini?

Kanaya mengembuskan napas panjang. Perlahan ingatannya kembali saat dirinya kembali masuk ke dalam mobil karena melihat kemesraan Sandra dan Sean.

Kanaya bangun dari tempat tidur. Menyenderkan kepalanya sambil meraih ponsel di atas nakas.

Kanaya kembali mengembuskan napas panjang saat membaca pesan yang dikirim oleh Sandra.

'Sean pergi sama aku, Naya. Maaf, tidak membangunkanmu.'

'Tidurmu pulas sekali tadi, sampai kamu tidak sadar saat Sean menggendongmu ke kamar.'

Isi pesan kedua dari Sandra.

'Maafkan aku, Naya. Aku pergi dengan Sean tanpa sepengetahuan kamu. Kamu tidak marah 'kan?'

Isi pesan Sandra yang ketiga membuat Kanaya tersenyum lucu. Merasa aneh dengan perempuan yang merupakan sahabat baiknya itu.

Sean adalah milikmu. Suamimu, dan seseorang yang sangat berarti untukmu. Dia tinggal bersamaku karena keinginanmu. Jadi, untuk apa kamu meminta maaf?

Kanaya menggerakkan jarinya, mengetik sesuatu pada layar ponselnya.

'Kenapa aku harus marah? Sean adalah suamimu. Wajar saja jika kamu pergi dengannya.' Kanaya menulis pesan balasan untuk Sandra.

'Bersenang-senanglah! Sean juga merindukanmu. Dari kemarin ia sangat ingin bertemu denganmu, tetapi, dia bilang, kamu melarangnya.'

Kanaya melanjutkan mengirim pesan pada sahabatnya. Perempuan itu menatap layar ponselnya. Pesan yang ia kirim sudah terkirim, tetapi Sandra belum membalasnya.

Gadis cantik berambut ikal bergelombang itu kembali meletakkan ponselnya. Ia kemudian bangkit, melangkah keluar kamar menuju dapur.

Perutnya terasa lapar, padahal, tadi pagi ia sudah sarapan bersama Sean. Patah hati ternyata membutuhkan banyak tenaga, hingga membuat Kanaya kembali merasa lapar.

Baru seminggu, Naya. Masih ada puluhan minggu ke depan Kamu harus bersiap-siap menguatkan hatimu agar kamu kuat menghadapi kenyataan.

Kanaya duduk di kursi di depan meja makan. Di depannya tersedia beberapa macam makanan yang tadi pagi ia masak.

Perempuan cantik itu kemudian mengambil nasi dan lauk pauk ke dalam piring. Setelah itu, ia mulai memasukkan makanan itu ke dalam mulutnya.

Bayangan saat Sean sedang berciuman dengan Sandra membuat Kanaya menyuapkan nasinya banyak-banyak, hingga mulutnya penuh dengan makanan. Sementara itu, buliran kristal bening menetes di pipinya.

'Ah! Kenapa rasanya sakit sekali? Seandainya saja dia tidak muncul dan kemudian tiba-tiba menjadi suamiku, hatiku pasti tidak akan sesakit ini.'

***

Sandra mendekap tubuh Sean setelah permainan panas mereka berakhir. Perempuan itu berbaring di atas tubuh polos suaminya dengan napas terengah setelah pelepasannya.

Mereka berdua saling berpelukan dengan peluh yang membasahi seluruh tubuh mereka. Sean dan Sandra benar-benar melepas rasa rindu mereka dengan beberapa kali bercinta.

Sandra yang sudah seminggu tidak disentuh oleh Sean, merasakan hasratnya menggebu-gebu, begitupun dengan Sean. Meskipun dia hampir setiap hari bercinta dengan Kanaya, lelaki itu tidak bisa memungkiri kalau dirinya juga merindukan sentuhan istri pertamanya itu.

Biar bagaimanapun, Sandra adalah istrinya. Perempuan itu juga kewajibannya. Begitupun Kanaya. Meskipun dirinya menikah dengan Kanaya secara siri sesuai keinginan Sandra, tetap saja, saat ini perempuan itu pun menjadi kewajibannya.

Sandra turun dari tubuh Sean. Perempuan itu berbaring sambil mengatur napasnya yang memburu. Begitupun Sean. Pria itu menatap sang istri yang terlihat begitu seksi.

"Kamu benar-benar hebat, Sayang ...." Sandra menatap Sean sambil tersenyum.

"Kamu juga sangat hebat." Sean pun ikut tersenyum. Tangannya bergerak membelai wajah cantik Sandra yang masih dipenuhi oleh keringat.

"Maafkan aku karena aku baru bisa memenuhi kebutuhan batinmu hari ini." Sean berucap dengan rasa bersalah.

"Aku yang menyuruhmu untuk bersama dia. Jadi, kamu tidak perlu merasa bersalah. Biar bagaimanapun, Kanaya saat ini adalah istrimu, terlepas dari perjanjian tanpa kontrak itu." Sandra menatap wajah tampan suaminya. Dalam hati, ia membayangkan saat Sean bercinta dengan Kanaya.

Meskipun hatinya terasa sakit, tetapi Sandra menahannya. Demi karir dan semua impiannya. Setelah Kanaya hamil, ia dan managernya sudah menyusun rencana.

Maya menyuruhnya vakum terlebih dahulu dari dunia modelling. Setelah Kanaya melahirkan, beberapa bulan kemudian, Sandra baru boleh muncul lagi dengan membawa kabar gembira tentang kelahiran anaknya.

Setelah itu, Sandra bisa kembali berjalan di atas catwalk untuk membangun mimpinya.

"Maafkan aku, Sayang ...." Sean meraih tubuh polos Sandra ke dalam pelukannya.

"Apa kamu bahagia saat bersamanya?" Pertanyaan Sandra membuat Sean terdiam seketika. Pria itu mempererat pelukannya.

"Aku tidak tahu."

"Apa maksudmu dengan tidak tahu?" Sandra mendongak menatap wajah Sean.

"Aku tidak tahu apa yang aku rasakan. Bagaimana aku merasa bahagia kalau saat menyentuhnya aku merasa bersalah padamu karena aku merasa sudah mengkhianatimu?"

"Sayang ...." Sandra mempererat pelukannya.

"Aku pikir kamu melupakan aku. Apalagi, saat kamu menjadi orang yang pertama menyentuh Kanaya." Sandra mengucapkan kalimat itu seiring rasa sakit di hatinya. Namun, sebisa mungkin ia menahan air matanya.

Dalam hatinya yang paling dalam, perempuan itu tetap tidak rela jika Sean menyentuh wanita lain. Apalagi, wanita itu adalah sahabatnya sendiri.

Bukankah saat ini sangat marak para pelakor yang ternyata adalah sahabat sendiri pelakunya?

"Aku yakin, perempuan itu juga sangat memuaskan kamu di atas ranjang bukan?"

"Sayang ... bisakah kita tidak membahas tentang ini?" Sean menatap sang istri yang wajahnya terlihat berubah.

"Bisakah kita tidak membicarakan orang lain di saat kita sedang berdua saja?"

"Aku hanya ingin membicarakan tentang kita. Hanya tentang kita," lanjut Sean.

"Tapi saat ini dia adalah istrimu, bukan orang lain."

"Istri yang kamu pilihkan untukku, Sayang ... meskipun kamu tahu kalau aku tidak menginginkannya." Sean membelai wajah Sandra. Perempuan yang hingga detik ini masih sangat dicintainya.

"Saat kita sedang berdua, kita tidak usah membicarakan tentang dia. Begitupun saat kamu bersama dia, kamu juga tidak boleh membicarakan apa pun tentang aku." Sandra menatap Sean dengan serius.

"Walaupun dia adalah istri siri, saat ini dia mempunyai hak yang sama denganku. Kamu harus berlaku adil padaku dan juga dia," ucap Sandra membuat Sean tertegun menatapnya.

"Sayang ...."

"Kamu harus berlaku adil padaku juga Kanaya."

"Tapi, Sayang–"

"Walaupun dia adalah istri siri dan pernikahan kalian hanya berjalan sampai dia melahirkan, tetap saja, pernikahan kalian sah di mata Tuhan. Jadi, kamu harus berlaku adil padanya dan juga aku." Sandra masih berucap panjang lebar. Sementara Sean, pria itu tercengang mendengar kata-kata yang keluar dari mulut istrinya.

*Benarkah dia itu Sandra? Kenapa ucapannya tidak seperti Sandra yang aku kenal beberapa tahun ini?

BERSAMBUNG* ....

Sepertinya Sandra sedang kesambet, Sean. Jadi, kamu tidak usah bingung dengan tingkah istri pertamamu itu.

Baca juga karya punya temen Author yang satu ini yuk!

Blurb

Karena insiden kecelakaan yang di alaminya, Maira harus kehilangan anak dalam kandungannya. Psikis Maira juga terguncang dan semakin memburuk ketika ASI-nya selalu keluar sangat deras. Maira ingin mengASIhi anaknya, tapi semua hanya menjadi angan-angan.

Hingga suatu hari, ada seorang wanita tua datang menghampiri Maira dan mengatakan jika kecelakaan waktu itu juga merenggut nyawa seorang ibu, sehingga sang bayi kini menjadi rewel membutuhkan ASI.

Hati Maira tergerak, dia ingin sekali mendonorkan ASI-nya, akan tetapi niat baik darinya mendapat penolakan dari Agam — ayah anak tersebut. Mungkinkah Maira akan menyerah, atau dia semakin gencar ingin menjadi Ibu susu bayi mungil tak berdosa itu?