Memulai satu karya berharap pada kebaikan hati pembaca setia. Setiap like, komen dan vote adalah kenderaan buat kami melaju ke depan.
Di sini aku sebagai penulis muda sangat mengharap dukungan pembaca setia. Ini sebagai doping untuk makin giat hasilkan karya sesuai harapan pembaca.
Alkisah seorang gadis cerdas terjebak pernikahan dengan seorang pengusaha kaya raya. Pengusaha tambang ini diramalkan harus memiliki isteri sampai setengah lusin maka kekayaan akan bertambah hingga tak kandas dimakan empat kali tujuh turunan. Orang tua pengusaha percaya ramalan ini maka memaksa putra satu-satunya menikahi enam orang isteri.
Adeeva yang masih muda dipaksa kedua orang tuanya menikah dengan pengusaha kaya itu sebagai isteri di urutan ke enam. Adeeva tak punya pilihan lain selain patuh pada kedua orang tuanya karena ingat penyakit jantung Abah dan penyakit hipertensi Umi.
Bagaimana kisah selanjutnya silahkan ikuti kisah Adeeva. Terima kasih
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mei Sandra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jago Kandang
Kalau bukan Ruben adik sepupunya mungkin kepala orang bilang kayak gitu akan pindah tempat. Mungkin pindah ke tong sampah atau ke dalam sungai. Ruben masih untung bisa menyelamatkan kepalanya berkat hubungan darah.
"Percayalah suatu saat kepalamu akan berpindah tempat!"
Ruben mengedik bahu tak anggap ancaman Ezra satu perkara besar. Ezra mana tega pisahkan kepala Ruben dari tempat semula jadi. Tempat telah ditetapkan oleh pencipta. Yakni bersambung dengan leher.
Ruben dan Ezra segera berangkat ke kantor untuk serahkan tanggung jawab pada direktur. Ezra pulang ke kantor pusat karena ada masalah urgen.
Adeeva makhluk paling bahagia Ezra pergi dari bumi Parahyangan. Dia telah terbebas dari cengkeraman mulut ikan paus raksasa. Nafas Adeeva kontan plong. Angin duduk, angin merah, angin jahat semua sirna. Tinggal angin mamiri sejukkan hati.
Adeeva harus rayakan kepergian Ezra dengan Nunik. Adeeva akan segera pindah balik ke kontrakan merasakan kemerdekaan manusia tanpa ikatan.
Adeeva tetap harus jaga ruang kantor Ezra walau bosnya itu telah pergi. Cuma itu amanah Ezra. Amanah kecil tak ganggu kegembiraan Adeeva. Dia bahagia mendapatkan hari-hari sebelum Ezra datang. Hidupnya kembali normal.
Adeeva tak sabar ingin segera ambil barangnya dari apartemen Ezra. Rumah kontrakannya kecil namun nyaman di hati. Di situ ada Bu Sulis dan Nunik teman belahan jiwa.
Selepas kantor Adeeva segera balik ke rumah Ezra packing barangnya mudik ke tempat lama. Berapa hari tidak jumpa Nunik datangkan rasa kangen di hati. Nunik teman gila-gilaan merasakan suka duka hidup di perantauan orang.
Adeeva tiba di tempat kontrakan matahari sudah kembali ke ufuk Barat. Hanya sisakan keremangan kelabu di kisi-kisi langit. Adeeva langsung jumpai Bu Sulis kalau dia sudah kembali ke kandang.
Nunik belum pulang dari tugas maka Adeeva belum bisa lepaskan rindu pada Nunik. Yang penting kembali rasakan keakraban kontrakannya.
Adeeva segera mandi dan sholat. Setelah itu baru terpikir cari makan. Gadis ini terpaksa jalan kaki keluar kontrakan berhubung motor masih dikuasai Nunik.
Udara dingin menyergap Adeeva begitu jejakkan kaki ke jalan. Jalanan tak begitu ramai karena orang masih betah di rumah siap sholat magrib. Lingkungan tempat tinggal Adeeva rata-rata beragama Islam.
Lewat tikungan Adeeva kaget lihat ada orang sedang berantem. Tiga lawan satu. Yang tiga orang itu bertubuh tegap sedang lawannya bertubuh tinggi tidak begitu gemuk. Bolehlah untuk ukuran pria masa kini. Bentuk tubuh ideal remaja kekinian.
Adeeva tak mungkin biarkan ketidak Adilan terjadi di lingkungan mereka walau Adeeva tidak mengenal mereka.
"Hei...apa yang sedang kalian lakukan?" teriak Adeeva kencang cukup ampuh menarik perhatian para petinju dadakan.
"Apa urusanmu nona? Minggir kalau tak mau ikut terluka." ujar salah satu laki bertubuh tegap.
"Bukan urusanku tapi jangan berantem di sini! Ini jalan umum, bukan milik bapak lhu! Berantem di lapangan Sono! Jalan lurus lalu belok kiri! Di situ ada lapangan terbuka. Kalau belok kanan ada kantor polisi, di sana juga boleh. Ada pak polisi jadi juri siapa di antara kalian paling keren." jawab Adeeva santai bikin si pria tinggi tersenyum. Laki itu puji nyali anak gadis ini. Jumpa cowok sangar bukannya kabur malah provokasi. Sungguh menarik hati.
"Kurang ajar...kau siapa kami?" seru si cowok kesal dilecehkan Adeeva. Gadis lain jumpa mereka terbirit-birit takut. Yang ini malah cari mati sok hebat.
"Gentong nasi atau anjing laut?" Adeeva balik tanya dengan santai.
Laki jangkung itu tak dapat tahan tawa lagi. Gaya Adeeva Santuy seolah dunia ini penuh kedamaian. Tak ada hal perlu ditakuti.
"Kau...kami ini anak klub Macan Kumbang! Pernah dengar?"
Adeeva mengangguk tentu saja tahu klub terkenal suka cari masalah. Suka bikin onar cari kesalahan orang lain. Ada apa dengan laki itu sampai cari masalah dengan begundal dari klub pembuat masalah.
"Kenalkan aku dari Klub Macan Ompong. Tapi sekarang tak ompong lagi karena sudah pasang gigi palsu. Kusarankan bapak-bapak berdamai. Jangan dikit-dikit umbar emosi! Cepat tua lho! Coba periksa rambut di kepala! Hitung berapa banyak rambut putih!" Adeeva menjaga jarak agak jauh agar bisa siap kalau diserang.
Adeeva tidak kuatir nasibnya tapi kuatir nasib si jangkung yang tampak bukan ahli bela diri. Siapa benar siapa salah maunya dibicarakan dengan baik. Bukan Paksi tinju.
"Nona..jangan paksa kami lukai kulitmu yang halus! Kalau suka pada kami bilang saja. Kami akan perlakukan kamu dengan baik." yang lain mulai merayu dengan gaya menjijikkan. Untung Adeeva belum makan. Coba kalau sudah makan, sia-sia beli nasi untuk dimuntahkan.
"Berkaca pak! Apa pantas dekati aku? Rusak pasaran aku didekati kentong beras kayak bapak. Abah aku seratus kali lebih muda dari bapak. Sudah pulang sono! Jangan merusak pemandangan! Dan bapak tiang listrik silahkan pergi!"
Laki jangkung melongo tiba-tiba dia dapat julukan baru. Tiang listrik. Julukan sangat jelek. Tapi Adeeva sangat menarik hati. Lucu dan pemberani. Jarang ada anak gadis berani lawan lelaki bertampang sangar.
"Jangan bergerak! Persoalan antara kita belum selesai. Mau pergi boleh minta maaf dan cium kaki kami dulu. Dan kau anak sinting...ayok ikut cium kaki kami!" kata si sangar angkuh.
Adeeva merasa kupingnya penuh kotoran kuping kurang jelas dengar permintaan orang-orang itu. Cium kaki orang? Kaki abahnya saja belum pernah dia cium, ini malah disuruh cium kaki gentong beras.
"Sori pak tua...anda belum pantas dihormati! Mau dihormati? Kalahkan aku dulu! Satu lawan satu atau satu lawan tiga?" Jiwa muda Adeeva terbakar dilecehkan para begundal.
Si jangkung agak kuatir nasib Adeeva berani tantang ketiga laki bertubuh tegap. Dia sebagai lelaki saja repot layani lelaki bertubuh tegap. Apa Adeeva sanggup ladeni ketiganya?
"Cari mati!" salah satu di antara ketiga orang menyerang Adeeva. Adeeva pasang posisi siap terima serangan. Tinju Adeeva membulat dengan kuda-kuda kokoh.
Si jangkung mulai ngerti kalau gadis di depannya berisi. Bukan anak gadis lemah gemulai gampang digertak.
Dua gebrakan Adeeva menjatuhkan lawan ke aspal. Kedua temannya tidak tinggal diam lihat kawan mereka dihajar secara gratis oleh Adeeva. Si jangkung tidak tinggal diam bantu Adeeva lawan musuhnya. Mereka itu musuh dia bukan musuh Adeeva. Berhubung Adeeva usil maka dia ikut berantem.
Perkelahian dua lawan tiga cukup seru. Tendangan maut Adeeva bikin ketiga gentong beras itu terkapar. Wajah mereka lembam-lembam kena tinju Adeeva.
Sadar mereka bukan lawan Adeeva mereka angkat kaki kabur sambil beri kode pada Adeeva untuk tunggu balasan.
Kini tinggal Adeeva dan laki itu. Laki itu mengeluarkan tangan minta salaman dengan Dewi penolong yang perkasa.
"Terimakasih nona.."
"Oh sama-sama ..lain kali jauhi gentong beras kayak itu! Punya otak tapi tak dipakai. Aku permisi..." Adeeva bergerak maju anggap persoalan ini kelar.
"Nona...jangan pergi dulu! Kita belum kenalan! Mana tahu kelak kita jumpa lagi."
"Oh iya ..aku Adeeva!"
"Aku Satria...nona mau ke mana biar kuantar?"
"Tak usah...aku cuma mau beli nasi. Perutku lapar...tinggal dulu ya!" Adeeva tak menunda langkah anggap tak ada urusan dengan laki itu lagi.
Laki itu tak menyerah ikut langkah Adeeva menuju ke jalan besar. Adeeva biarkan saja laki itu ikut. Toh jalan bukan milik abahnya. Semua orang boleh gunakan sarana negara.
"Nona Adeeva tunggu! Aku juga lapar. Gimana kalau kutraktir makan sebagai balas jasa?"
Adeeva menoleh sekilas tidak tertarik pada tawaran laki itu. Kalau Adeeva terima tawaran laki itu artinya Adeeva membantu tanpa keikhlasan. Gara uang dua puluh ribu hilang pahala berbuat baik.
"Terima kasih niat baik bapak. Aku bisa sendiri kok! Bapak mau makan silahkan jalan sendiri. Permisi.."
Adeeva pergi tanpa open pada laki itu lagi. Sungguh mampus Adeeva bikin laki itu makin penasaran. Sombong banget jadi cewek. Tapi Adeeva pantas sombong karena dia punya kemampuan untuk berdiri tegak unjuk kesombongan.
Satria tak punya pilihan lain selain ikut langkah Adeeva dari belakang. Lain bisa apa lagi? Adeeva tidak seperti gadis umum sok imut caper.
Adeeva masuk warung beli nasi bungkus. Satria bisa lihat gadis ini hanya pilih menu sederhana. Tidak pilih ayam maupun udang besar terpajang di etalase warung.
Kondisi ini tunjukkan Adeeva bukan dari kalangan the have yang bisa hambur uang sesuka hati. Dia tampak sangat sederhana.
Adeeva balik ke jalan dari mana dia datang. Satria tak enak hati ikuti Adeeva sampai ke rumah. Sekedar tahu anak ini tinggal di sekitar sini sudah cukup. Kelak ada waktu Satria akan cari tahu tentang gadis ini. Bisa kenalan sudah cukup bagi Satria. Waktu mereka masih panjang untuk jumpa lagi.
Adeeva pulang makan dan kerjakan tugas dari Ezra. Makin cepat selesai makin bagus. Kalau tugasnya selesai artinya Ezra takkan datang ke kantor cabang mereka lagi. Dia terbebas dari semua trik licik Ezra.
Hampir jam sembilan Nunik pulang lepas dari piket di hotel tempat dia kerja. Gadis itu tak buang waktu jumpai Adeeva lepas kangen. Nunik bawa cemilan goreng bakwan dengan cabe satu plastik. Adeeva tak suka pedas tapi Nunik malah sebaliknya. Gadis Melayu itu raja cabe.
Acara pelukan tak lepas dari perjumpaan kedua remaja ceria ini. Nunik kabur dari istana karena bosan pada peraturan yang haruskan dia berperan sebagai tuan putri lembut. Keluarga Nunik tak suka Nunik ikutan latihan taekwondo. Justru itu yang disukai. Sama seperti Adeeva yang senang kabur. Nunik juga pilih kabur walau segala fasilitas dicabut.
Kini keduanya berleha-leha di atas kasur Adeeva sambil curhat banyak hal. Adeeva tidak menutupi pernikahan dengan Ezra yang bikin Nunik berteriak kencang.
"Gila lhu ya? Belum selesai sama kakek bau tanah lhu terjebak pula sama bos. Wah.. berbakat banget lhu jadi perebut suami orang!" Nunik melempar bantal ke muka Adeeva. Adeeva menangkap berdasarkan insting.
"Aku yang salah kok! Naik ke ranjang dia!" kata Adeeva memilin bibir minta dikasihani.
"Kau gila... artinya lhu buka segel dong!"
"Aku tak tahu Nik! Katanya dia nikahi aku takut di perut aku ada Ezra junior. Tapi aku tak merasa melakukan sesuatu. Tidur gue nyaman."
Kening Nunik berlipat-lipat memikirkan kata-kata Adeeva. Dia sendiri belum pernah lakukan hubungan intim. Bagaimana tahu rasa berhubungan dengan cowok.
"Itu kamu nggak pedih? Kata orang tua berhubungan intim pertama kali anu kita sakit."
"Nggak tuh! Biasa saja...tak ada yang berubah!"
"Aneh...kok beda ya cerita orang-orang?" gumam Nunik tak paham apa yang terjadi pada Adeeva.
"Jangankan lhu! Gue sendiri bingung. Sekarang gue berserah aja deh! Gue emang apes dari lahir." gumam Adeeva pasrah. Semua telah terjadi. Apa bisa di putar waktu tidak jumpa Ezra. Dia tidak akan terjebak masalah makin dalam.
"Sekarang mana suamimu?"
"Balik ke Jakarta. Dia tidak pesan apapun selain minta aku tetap bekerja di ruangnya."
Nunik iba juga pada nasib temannya. Sudah jatuh ketimpa tangga lagi. Niat mau hindari pernikahan paksaan sekarang karam makin dalam. Terjebak pula dalam permainan majikan.
"Va...apa mau bos lhu? Apa dia ganteng?"
Pertanyaan Nunik bangkitkan profil Ezra di mata Adeeva. Satu sosok dingin berwibawa seliweran di mata Adeeva. Lumayan tidak bikin sakit mata bila jalan bareng. Coba kalau bosnya perut buncit dengan kepala ala tuyul. Habis dah pasaran Adeeva.
"Dia ganteng dan cool. Sedikit lebih tinggi dari aku. Umurnya sekitar tiga puluhan. Nggak tua amat kok!"
"Punya isteri?"
"Dia ngaku punya isteri. Cuma yang dia nikahi resmi cuma aku. Aku isteri utama tapi tak dianggap."
"Aku kok jadi penasaran pada suami kamu! Kapan dia datang jumpa kan kami ya!"
"Semoga tak datang lagi. Aku harus keluar dari istana mengerikan suami bangkotan. Di sana ada lima selir siap lumatkan aku! Aku belum gila terlibat pertikaian rebut suami."
"Kok kayak cerita dalam film jaman dulu. Raja punya lusinan bini layani dia. Lalu dalam istana para selir saling membunuh. Apa kayak gitu?"
Adeeva mengedik bahu tak tahu gimana kehidupan di istana suaminya. Tapi sejauh ini belum ada laporan terjadi keributan besar di sana. Laporan Tuti dan Kiano masih dalam tahap wajar.
"Aku ada kirim foto aku tidur di ranjang bos pada asisten suami aku! Sejauh ini belum ada reaksi dari pihak sana. Kudoain talak dua belas segera turun! Fix terbebas dari satu masalah."
"Terbebas dari ini terkurung di sana. Talak nikah siri gampang tapi yang resmi pakai sidang segala. Kau sudah siap sidang cerai?"
"Siap banget! Untuk hidup merdeka aku siap lakukan apapun."
Nunik mencibir lihat semangat Adeeva. Pikir sidang cerai segampang makan nasi. Ambil sendok tinggal jejal ke mulut. Kunyah rasakan nikmatnya.
"Tidak segampang itu BESTie! Harus ada alasan cerai dan apa bos lhu mau cerai? Dia menikahi lhu pasti ada tujuan. Mau anak dari lhu sementara bini di rumah mandul! Jadikan lhu tameng cerai dari bini sekarang. Semua bisa terjadi sayang."