Kehidupan Zenaya berubah menyenangkan saat Reagen, teman satu kelas yang disukainya sejak dulu, tiba-tiba meminta gadis itu untuk menjadi kekasihnya.
Ia pikir, Reagen adalah pria terbaik yang datang mengisi hidupnya. Namun, ternyata tidak demikian.
Bagi Reagen, perasaan Zenaya tak lebih dari seonggok sampah tak berarti. Dia dengan tega mempermainkan hati Zenaya dan menginjak-injak harga dirinya dalam sebuah pertaruhan konyol.
Luka yang diberikan Reagen membuat Zenaya berbalik membencinya. Rasa trauma yang diberikan pria itu membuat Zenaya bersumpah untuk tak pernah lagi membuka hatinya pada seorang pria mana pun.
Lalu, apa jadinya bila Zenaya tiba-tiba dipertemukan kembali dengan Reagen setelah 10 tahun berpisah? Terlebih, sebuah peristiwa pahit membuat dirinya terpaksa harus menerima pinangan pria itu, demi menjaga nama baik keluarga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim O, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8 : Kebencian.
"Syukurlah kamu sudah sadar Zenaya!" kata Mrs. Griliana, guru sekaligus perawat medis sekolah mereka.
Zenaya perlahan bangkit dari posisi tidurnya. Tubuh gadis itu kini sudah bersih dari air bekas pel dan seragamnya pun sudah diganti dengan pakaian biasa.
"Ibu sudah membersihkan dan mengganti seragammu. Untung saja di sini ada beberapa pakaian ganti cadangan yang tersedia," ungkap Mrs. Griliana ketika menyadari raut kebingungan Zenaya.
"Terima kasih, Mrs," ucap gadis itu. "Seingatku, Bryan yang membawaku ke sini, sekarang ke mana dia, Mrs?" tanyanya kemudian.
"Bukan Bryan yang mengantarmu ke sini, tetapi Reagen. Dia menitipkanmu pada Ibu dan memberikan jaketnya. Itu dia!" Mrs. Griliana menunjuk sebuah jaket yang tersampir di punggung kursi dekat ranjang.
Zenaya termangu. Seingatnya, Bryan lah yang menggendongnya, tetapi mengapa tiba-tiba Reagen?
Menyadari raut kebingungan Zenaya, Mrs Griliana meminta gadis itu untuk tetap beristirahat sementara waktu. Namun, Zenaya menolak halus.
"Kamu yakin mau pulang?" tanya wanita itu khawatir.
Zenaya tersenyum ramah dan mengangguk. Mrs. Griliana pun membantunya turun dari ranjang. Wanita itu pun menyampirkan jaket Reagen di tubuhnya agar tidak kedinginan.
Zenaya bisa saja menolaknya, tapi dia tidak ingin membuat Mrs. Griliana berspekulasi macam-macam.
...***...
Keesokan harinya sekolah mendadak gempar dengan kedatangan Liam Chester Winston, ayah dari Zenaya. Begitu mengetahui perundungan yang terjadi pada putri tercintanya Liam dengan penuh emosi mengancam akan menghentikan seluruh donasi yang selama ini telah dia berikan.
Siapa yang sangka jika keluarga Winston ternyata merupakan donatur terbesar yayasan yang dibangun oleh keluarga Atkinson tersebut.
Liam bahkan dengan berani menghardik kepala yayasan agar segera mengeluarkan para perundung Zenaya dari sekolah, atau dia akan meminta ganti rugi sekaligus menarik seluruh fasilitas sekolah yang sudah diberikan.
Robbin Atkinson, ayah dari Natalie, jelas ketakutan. Dia pun berjanji akan mengurus segalanya, termasuk memecat guru konseling sekolah yang dinilai memihak para pembully sampai menskorsing kedua sahabat Zenaya.
Natalie pun tak kalah ketakutan mendapati kemarahan ayahnya. Terlebih saat mengetahui bahwa keluarga Winston lah yang menjadi donatur terbesar yayasan keluarganya, bukan keluarga Reagen.
Hanya dalam waktu satu hari para siswi yang membully Zenaya langsung dikeluarkan dari sekolah secara tidak hormat, sedangkan mereka yang ikut-ikutan diberi peringatan keras. Tidak ada lagi yang berani menyentuh Zenaya. Mereka bahkan hanya mampu tertunduk takut saat Zenaya berjalan melewati koridor.
Meski Zenaya tidak suka diperlakukan demikian, tetapi setidaknya dia bisa kembali menjalani sisa-sisa harinya di sekolah dengan tenang
"Ini jaket Reagen, aku minta tolong kembalikan padanya ya? Maaf sudah merepotkanmu, Bryan," ucap Zenaya saat memberikan jaket Reagen pada Bryan.
"Aku mengerti. Nanti akan kukembalikan jaket ini pada Rey." Bryan tersenyum ramah.
Semenjak kejadian itu Zenaya memilih berdamai dengan keadaan. Dia mencoba untuk tidak merasa sakit hati setiap kali melihat Reagen di sekolah. Kini Zenaya menganggap Reagen tidak lebih dari seorang lelaki asing yang kebetulan sekelas dengannya. Namun, disaat Zenaya sedang berusaha menutup lukanya, sikap Reagen tiba-tiba berubah.
Entah mengapa Reagen selalu saja berusaha menarik perhatian gadis itu. Beberapa kali Reagen bahkan berusaha mendekati Zenaya dalam berbagai kesempatan. Beruntung, berkat bantuan ketiga sahabatnya, Zenaya selalu sukses menghindari Reagen.
...***...
Hari kelulusan sekolah pun hampir tiba. Para siswa-siswi kini juga mulai sibuk mengurus pendaftaran ke perguruan tinggi favorit mereka.
Hal yang sama juga dilakukan oleh orang tua Zenaya. Gadis itu semula diharapkan dapat mengikuti jejak keluarganya memilih berkuliah di bidang manajemen bisnis.
Meski sempat kecewa dengan pilihan sang putri, Liam tetap memberikan dukungan. Lagi pula dia masih memiliki Adrian, putranya yang kini sedang menjalani koas di rumah sakit mereka.
Angan-angan Zenaya untuk kuliah bersama ketiga sahabatnya pun harus pupus ketika Alice memilih kuliah di luar negeri, dan Emily yang terpaksa harus ikut orang tuanya pindah ke Australia. Meski sedih, Grace dan Zenaya harus tetap mendukung apa pun pilihan hidup kedua sahabatnya itu. Lagi pula mereka masih tetap bisa berkomunikasi dan bertemu saat musim liburan tiba.
...***...
"Zen!"
Panggilan Reagen lagi-lagi tidak diindahkan Zenaya. Gadis itu terus saja melangkah pergi meninggalkan ruangan kelas yang sudah sepi.
Sejak dua hari kemarin, Reagen semakin terang-terangan mendekati Zenaya, entah apa maksudnya.
"Zen, tunggu!" Reagen berhasil menyusul Zenaya dan menahan tangannya.
Refleks Zenaya menepis tangan Reagen kasar.
"Kali ini, tolong dengarkan aku bicara," ujar Reagen lirih.
Zenaya tertawa sinis. Dulu dia sama sekali enggan menanggapi sapaan Zenaya. Setiap kali Zenaya mencoba mengajaknya bicara, Reagen akan selalu menghindarinya dengan berbagai macam alasan. Namun kini, lelaki itu malah bersikap demikian.
Apa mau lelaki itu? Apa dia benar-benar tidak tahu, bahwa Zenaya butuh kekuatan yang sangat besar untuk memulihkan hatinya yang telah hancur?
"Jangan ganggu aku!" desis Zenaya sembari berlalu pergi. Raut penyesalan yang ditunjukkan Reagen sama sekali tidak membuat hatinya tersentuh. Tidak ada lagi perasaan yang tersisa untuk Reagen. Semua rasa cinta yang pernah Zenaya sematkan selama hampir tiga tahun ini sekarang telah menjadi bongkahan sampah tak berarti.
Reagen mengepalkan tangannya sekuat tenaga. Melihat sorot kebencian dari mata Zenaya membuat batinnya terluka.
Dia menyadari segala kesalahannya, dan dia juga menyadari bahwa perasaan ini bukan hanya perasaan menyesal belaka.
"Zen," gumam Reagen nyaris tak terdengar.