Di atas bukit di tengah hutan, lebih kurang lima kilo meter jarak nya dari kampung.Terdengar sayup-sayup untaian suara yang berbunyi melantun kan seperti mantra jika di lihat dari dekat, ternyata dua orang pemuda berumur tujuh belas tahun paling tinggi, dihadapan orang itu tergeletak sebuah foto dan lengkap dengan nasi kuning serta lilin dan kemenyan.
Sesekali mengepul asap kemenyan yang dia bakar dari korek api, untuk mengasapi sebuah benda yang dia genggam di tangan kanan.
Jika di perhatikan dari dekat sebuah benda dari jeruk purut yang telah di keringkan, di lubang dua buah untuk memasukan benang tujuh warna.
Menurut perkataan cerita para orang-orang tua terdahulu, ini yang di namakan Gasing Jeruk Purut, keganasan nya hampir sama dengan gasing tengkorak tapi gasing jeruk purut hanya satu kegunaan nya saja, tidak sama dengan gasing tengkorak,
Gasing tengkorak bisa di gunakan menurut kehendak pemakai nya dan memiliki berbagai mantra pesuruh.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MAHLEILI YUYI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14. Jasad Acigobah Tersangkut
Acigobah meminta menyuruh, mengeluarkan jimat yang yang pernah beliau tanam kan di buah pelir nya, sebab benda itu sangat membuat dia tersiksa, benda itu harus di keluarkan saat belum tiba subuh.
Namun saat keponakan nya terjaga, dia ceritakan mimpinya barusan, namun sebagian sanak saudara nya tidak ada yang percaya, dan sebagian ada yang percaya. Kembali mereka malam itu menemui kakek Gura, ingin mendapat kan kepastian mimpi itu, bahwa satu-satu nya teman yang paling dekat ialah, Datuk Klewang Pandore Ulu, saat dia masih berumur muda.
Namun cerita itu benar, bahwa Acigobah pernah mendatangi dan bertapa selama empat puluh hari empat puluh malam di gunung pusara sakti, dua macam benda yang dia dapat kan, Kuningan Baja Alam atau Besi emas kursani, dan satu lagi Ikan Seluang penghuni Gunung Pusara Sakti yang pernah dia makan.
Dan malam itu beberapa orang sanak saudara nya, pergi dengan membawa beberapa alat untuk menggali kuburan itu, walaupun di dalam keadaan hujan deras, dengan penerang beberapa petromak pompa. Mereka mendatangi lagi kuburan yang belum sampai tiga jam itu di timbun.
Setibanya di sana, mereka melihat kilat saling sambar menyambar pohon, mereka ketakutan mendekati daerah itu, tapi salah satu Anak dari kakak laki-laki Acigobah nya menyemangati mereka, bahwa pekerjaan mereka harus siap sebelum subuh.
Belum sampai mereka mendekati, mungkin tinggal lebih kurang dua puluh langkah dari kuburan Acigobah, tiba-tiba kuburan Acigobah meledak, sehingga mereka semua terkejut hingga panik, Sebab bayangan putih kekuningan keluar dari makam Acigobah, dan hinggap di ranting pohon. Ternyata kain Kafan nya telah keluar oleh ledakan itu.
Melihat kejadian seperti itu, mereka tidak jadi meneruskan niat mereka, sebab dua orang pembawa lampu lebih duluan lari. Semua keberanian mereka pun ikut hilang, mereka berlarian hingga menarik- narik teman, agar mendapat kan posisi paling depan.
Mereka berlari hingga ke depan rumah, ada yang luka-luka oleh kayu dan batu, karena daerah itu rawa nya hingga sampai betis. Ada yang tidak seperti manusia lagi karena lumpur, akibat terjatuh saat berlari.
Sudah lebih dari lima bulan, Sejak Acigoba di makam di sana, banyak pohon yang mati di sambar petir. Maka dari itu seorang tetua Suku Kingkiang Ate, memberikan perintah, agar Acigoba di pindah kan ke tempat lain, agar jangan mengganggu penghuni makam yang lain, namun kesepakatan itu di terima oleh sanak dan famili Acigobah yang paling dekat dengan dengan tulus.
Sejak kejadian malam itu. Hari ini mereka kembali lagi ke tempat itu, sebab mereka ketakutan dan trauma, Hari ini mereka beramai-ramai lagi ke pemakaman itu karena di bantu oleh suku lain, untuk memindah kan Acigobah. Setibanya mereka di sana, ternyata kuburan Acigobah telah bolong sebesar pohon kelapa bagian di kaki nya. Tapi tidak ada bau atau apa pun dari dasar kuburan.
Lalu salah seorang dari saudara sesukunya mengambil kayu, untuk galah, ingin memastikan apa benar Acigoba masih dalam liang lahat nya. Lalu di masukan nya kayu tadi kedalam lobang itu dan mengais nya.
Hanya yang dia rasakan keras, namun mereka tidak senang, maka bersama-sama mereka menggali kuburan itu dengan perasaan was-was bercampur takut.
Cangkul demi cangkul galian tanah terkelupas oleh orang banyak, tidak memakan waktu lama mereka menemukan jasad Acigoba jasad nya hitam pekat berlendir telah berubah menjadi batu.
Karena permintaan tetua suku, untuk memindah kan jasad dari kuburan daerah situ, maka mereka mencari tempat yang lain. Sehingga jasad Acigoba mereka bungkus dengan tikar dan membawa nya dari daerah situ, mereka gotong bersama-sama, jasad yang telah berubah itu.
Makin lama jasad nya terasa makin berat, sehingga dua puluh orang dewasa memikul nya, Sehingga mereka berhenti sejenak di tebing sungai karena kecapekan, saat mereka akan melanjut kan kembali perjalanan, hampir tiga puluh orang tidak sanggup lagi mengangkat jasad nya.
Maka mereka gali saja tanah dekat tebing air itu, seperti kuburan setelah siap. Mereka mandikan dan di pakaikan kain kafan baru lagi, mereka Sholati kembali jasad Acigoba, setelah itu mereka kubur kembali dengan layak.
Namun sejak jasad Acigoba kembali terkubur, tidak berhenti hujan deras petir dan kilat menyambar daerah itu, sehingga air sungai yang selebar lima meter itu meluap dan banjir. Sehingga membongkar kembali kuburan Acigoba, kuburan yang belum sampai di huni oleh jasad Acigoba selama tujuh hari itu.
Tidak jauh dari hilir nya kuburan Acigoba ada lubuk sedalam lebih kurang lima meter dalam nya. Menurut para cerita orang-orang pencari ikan, batu jasad Acigoba tersangkut dalam lubuk itu.
Sejak saat itu, para pencari ikan sering menemukan di lubuk itu, seekor mahluk hitam legam sepanjang bantal guling, sebesar pohon kelapa berbulu, berkaki seperti kaki kelabang, dan berkepala ular, sering keluar dari dalam lubuk itu, jika bertemu dengan orang, mahluk itu langsung terjun ke air dengan mengguling kan badan nya.
Waktu itu hanya orang pilihan yang berani menyelami lubuk itu, karena takut jika mahluk yang sering di temukan warga itu jika jahat. Seiring berjalanya waktu, sekarang lubuk itu hanya tinggal sedalam betis, anggapan dan prasangka orang, batu jasad Acigoba telah tertimbun pasir di dasar lubuk.
Dan pohon besar yang condong di tepi lubuk itu juga telah tiada, telah di bongkar air, di dahan kayu itu sering mahluk itu di zaman dahulu nya sering di temui warga.
"Ha! baitu la curito Datuak apuang, kawan ambo nan labiah kurang maningga limo puluah tahun nan lewaik tu." (Ha! begitu ceritanya Datuk Apuang, teman aku yang meninggal lebih kurang lima puluh tahun yang telah lewat tu) Ucap Kakek mereka.
"Apo kejahatan nyo Datuak apuang tu Kek?" (Apa kejahatan datuk Apung itu kek?) Tanya Aldi.
"Ndak bulia, manyabuik kaburuak an urang tu do, apo lai inyo sudah maningga!" (Tidak boleh, menyebut keburukan orang itu, apa lagi dia sudah meninggal) Ucap Kakek nya, lalu beliau minum kopi.
*******
Tidak terasa waktu begitu cepat berlalu, dan sekarang Gura sudah duduk di bangku kelas tiga SMP. Dan juga Yana sekolah Tiga SMP sekarang hubungan mereka sudah sangat lancar, sebab mereka telah memiliki ponsel genggam.
Dan juga Aldi, sudah duduk di sekolah dua SMP, dia selalu ingin mendekati bunga dan berteman, sejak SD dia selalu ingin dekat dengan Bunga, tapi Bunga selalu menolak. Mungkin keluarga Bunga melarang dia berteman dengan Aldi, sejak kejadian beberapa tahun yang lalu, karena janji yang di