Tidak terpikirkan oleh Sabrina lulus kuliah kemudian menikah. Pertemuanya dengan Afina anak kecil yang membuat keduanya saling menyayangi. Lambat laun Afina ingin Sabrina menjadi ibu nya. Tentu Sabrina senang sekali bisa mempunyai anak lucu dan pintar seperti Afina. Namun tidak Sabrina sadari menjadi ibu Afina berarti harus menjadi istri Adnan papa Afina. Lalu bagaimana kisah selanjutnya? Mampukah Sabrina berperan menjadi istri Adnan dan menjadi ibu sambung Afina???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berdesir.
"Bundaaa... ini krayonya," Afina memberikan krayon pada Sabrina.
"Okay... sekarang Afina coba mewarnai," Sabrina meletakkan buku bacaan, kemudian ambil satu krayon memberikan kepada Sabrina.
Afina pun mewarnai namun tidak beraturan.
"Ini begini... Tante ajarin," Sabrina ambil satu krayon.
"Bundaaa... bukan Tante..." Afina memotong ucapan Sabrina. Afina kekeh tetap memanggil Sabrina bunda.
"Iya deh..." Sabrina mengalah. Padahal Sabrina merasa malu jika dipanggil begitu. Orang menyangka jika ia ada apa-apa dengan papa Afina.
Sabrina menemani mewarnai sambil mendengarkan celotehan Afina yang lucu dan apa adanya kadang membuat Sabrina tergelak tawa.
Sementara Adnan sesekali melirik putri dan Sabrina yang sedang belajar sambil bermain. Semua itu tidak lepas dari pandangan mata Bobby.
"Ciee ciee... keseng-sem juga kan" kali ini gantian Bobby yang meledek.
"Apa itu keseng-sem, bahasa apa itu?" Adnan menyipitkan mata.
"Kepincut," imbuh Bobby dengan bibir mengerucut. Kemudian di getok dengan pulpen oleh Adnan. Walaupun sudah bukan berumur belasan lagi kedua sahabat yang tidak pernah berpisah dari SMP hingga S2 itu jika bicara masih seperti anak abg.
"Cek! Mulut loe ini jika bicara pakai bahasa planet! Mana gw ngerti!" Adnan melengos.
"Loe itu yang nggak mau belajar bahasa daerah Nan, yang loe tahu, hanya loe, gw doang," Bobby tak mau kalah.
"Di Indonesia itu... banyak sekali bahasa, jadi jangan heran, kalau ada orang berbicara dengan bahasa yang terasa aneh di telinga loe," Bobby gantian menyentil telinga Adnan pelan. Sambil terus bicara padahal Adnan tidak menyahut.
Mereka pun berdebat hingga waktunya makan siang.
"Gw mau cari makan siang, loe ikut nggak?" tanya Adnan sambil mematikan komputer kemudian mengenakan jaket yang tersampir di kursi dimana ia duduk.
"Ikut lah, mentang-mentang ada mak baru lantas loe lupain gw," seloroh Bobby.
"Mak baru pala loe!" Bahasa gaul itupun kembali terucap dari bibir Adnan.
"Lihat apa noh, anak loe sudah nempel sama mak baru, terus... manggilnya saja Bunda! Hahaha... Bunda!" Bobby meledek, tidak sadar jika kata-kata nya, di dengar Sabrina.
Sudah pasti wajah Sabrina seperti apa sekarang.
Adnan tidak menyahut lantas mendekati Sabrina dan putrinya.
"Papa... lihat. Aku memarnai gambar kucing, bagus kan? Nggak keluar garis, di ajarin sama Bunda," celoreh Afina.
"Waahh... bagus sekali, kita makan siang yuk," Adnan langsung menggendong putrinya nemplok di dada mencium pipinya berkali-kali.
"Aaggghh... Papa... geli," Afina tertawa geli. Sabrina menatap papa dan anak itu tersenyum, ingat ketika dia masih kecil dulu selalu diperlakukan demikian oleh ayahnya.
"Kamu mau ikut kita makan kan?" Bobby mengejutkan Sabrina.
"Tidak Pak, saya mau pulang," Sabrina mengemasi buku ke dalam tas.
"Mau kemana sih, kok buru-buru," cegah Bobby ketika Sabrina ingin beranjak.
"Mau pulang Pak, di rumah masih banyak tugas," jawab Sabrina.
"Bundaaa... Bunda mau kemana? Kan mau makan," rengek Afina.
"Lain kaki saja, ya... Tante kan mau ngajar," jawab Sabrina selain mau ngajar juga memang sedang banyak tugas.
"Nggak mau, ayo ikut," Afina segera berlari meninggalkan Adnan dan merangkul perut Sabrina.
"Bukanya ngajar setelah ashar lebih baik ikuti saja kasihan kan, Afina," pungkas Adnan.
Sabrina pun mengikuti mereka walupun pikiranya kemana-mana. Di dalam mobil tidak fokus dengan ocehan Afina.
"Bunda... nanti aku boleh main ke rumah, nggak?" Afina menoleh Sabrina yang sedang melamun.
"Bundaaa... kok diem saja sih?" Afina manyun.
"Oh iya apa, tadi bilang apa?" Sabrina menggaruk tengkuknya yang terhalang hijab.
Afina mengutarakan niatanya. Sementara Sabrina bingung entah mau menjawab apa, jika bilang iya, auto di rumah tidak bisa mengerjakan tugas. Jika berkata tidak kasihan.
"Jangan hari ini sayang... Tante Sabrina banyak tugas," sela Adnan yang duduk di sebelah Afina sedangkan Bobby yang menyetir hanya bisa menyaksikan kehebohan mereka.
"Oh iya benar, hari sabtu saja, Tante tunggu di rumah ok!" Sabrina merasa di selamatkan.
"Okay," jawab Afina. Di dalam mobil tampak seru Sabrina dan Afina membaca solawat. Adnan sesekali hanya melirik putrinya yang duduk di tengah kemudian Sabrina paling pinggir.
"Kita sampai..." ucap Bobby. Mereka sudah sampai di depan restoran yang di tuju. Bobby mencari tempat parkir setelah Adnan turun sambil menggendong Afina di ikuti Sabrina.
"Papa... aku mau turun," Afina pun merosot dari gendongan Adnan. Kemudian menggandeng Sabrina.
Sabrina melirik Afina tersenyum manis, tidak Sabrina sadari Adnan pun mencuri pandang.
Canti sih cantik, tapi apakah hatinya secantik orangnya. Seperti yang di katakan Mama dan juga Papa?
Adnan pun memutuskan berjalan bersebelahan dengan Sabrina.
"Haha... Papa sama Bunda seperti orang tua teman aku, jalan berdua, tapi tanganya begini nih," Afina berjalan kedepan Adnan dan juga Sabrina menarik telapak tangan Adnan agar menggandeng Sabrina. Keduanya lantas menoleh satu sama lain. Dengan cepat Sabrina menunduk lalu menarik tanganya.
"Bunda... jangan di lepas tanganya," protes Afina.
"Papa Afina sama Tante, itu... bukan muhrim nya, jadi... tidak boleh pegangan tangan," Sabrina menjelaskan.
Drama jalan masuk restoran pun berakhir ketika mereka sampai di dalam. Segera mencari tempat duduk.
Setelah mendapat tempat duduk mereka melihat menu makanan kemudian memesan.
"Kamu mau pesan apa?" tanya Adnan kepada Sabrina setelah pesan makanan untuk dirinya dan juga Afina kemudian meletakkan buku menu di depan Sabrina.
Sabrina memesan tumis brokoli jamur untuk dirinya sendiri lalu memberikan buku menu kepada pramusaji.
"Yeah gw di tingal deh" ujar Bobby kemudian duduk di kursi sebelah Sabrina.
"Sudah gw pesankan makanan kesukaan loe kok," kata Adnan yang sedang mengetik sesuatu di handphone.
"Eh Om Bob, jangan disitu duduknya, di sini nih," Afina menunjuk kursi di sampingnya tidak memperbolehkan Bobby duduk berdekatan dengan Sabrina.
"Memang kenapa cantik?" Bobby mengerutkan dahi.
"Om sama Bunda bukan muhrim, jadi nggak boleh dekat-dekat, iya kan Bun?" rupanya kata-kata Sabrina sudah terekam di memori Afina.
"Betul," Sabrina menyahut. Adnan senyum-senyum menatap sahabatnya yang hanya nyengir kuda.
"Kok Papa boleh, dekat dengan Tante Sabrina, padahal Papa kamu kan bukan muhrim juga," Bobby melirik Adnan.
"Hehe nggak tahu lah Om, pusing," Afina menunjuk pelipisnya dengan telunjuk. Sabrina terkikik menatap Afina tampak lucu.
Tidak lama kemudian pesanan datang obrolan seketika berhenti mereka makan bersama.
"Kamu makan kok nggak pakai lauk?" Bobby mengerutkan kening ketika Sabrina hanya makan dengan sayur.
Adnan menoleh ke piring Sabrina di sebelah nya.
"Biar segar saja Pak, kan lebih sehat juga," Sabrina tersenyum melirik piring Bobby. Membuat dada Bobby berdesir.
"Kata Bunda kalau kebanyakan makan daging, perutnya bisa gendut seperti perutnya Om," potong Afina.
********
"Maaf readher, telat up. Sebenarnya ingin menulis cepat agar up banyak, tapi kesibukan di dunia nyata menyita waktu. Menulis segini saja sampai dua hari loh," 😁😁😁.
Maaf juga jika kurang greget. Nulis sambil kerja kadang kuarang fokus.,🙏🙏🙏.
lbh gk nyambung lg 🤣🤣🤣🤣
hajar bello