NovelToon NovelToon
Sugar Daddy?

Sugar Daddy?

Status: tamat
Genre:Nikahmuda / CEO / Mafia / Tamat
Popularitas:122
Nilai: 5
Nama Author: Mga_haothe8

Alya adalah gadis muda yang tumbuh dalam hidup penuh luka. Sejak kecil ia terbiasa dibully di sekolah dan hidup di bawah bayang-bayang ayah yang terlilit utang. Puncaknya, Alya hampir dijual untuk bekerja di sebuah bar demi melunasi utang sang ayah. Di tempat itulah hidupnya mulai berubah ketika ia tanpa sengaja bertemu Zavian—seorang mafia berusia 29 tahun, pemimpin perusahaan besar, sosok dingin dan berwibawa yang menyimpan dendam mendalam akibat kehilangan adik tercintanya di masa lalu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mga_haothe8, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

"Pertanyaan yang Tak Terjawab"

Hari itu terasa lebih panjang dari biasanya. Alya duduk di tepi sofa, kakinya menggantung tanpa menyentuh lantai. Gaun sederhana yang dipakai semalam sudah diganti dengan pakaian rumah yang lebih nyaman, tetapi cincin itu tetap menempel di jarinya, seolah menahan setiap gerakannya. Tangannya memutar-mutar cincin itu perlahan, menatapnya dengan tatapan kosong, namun pikirannya sibuk memutar pertanyaan yang tak berujung.

“Apa… memangnya begini setelah menikah?” pikir Alya dalam hati. Suara itu terdengar sepi, hampir seperti bisikan yang hanya ia sendiri bisa dengar. Ia menunduk, menatap tangannya yang mungil, dan membayangkan pernikahan yang ia lihat di buku atau di layar televisi.

Di sana, pasangan selalu saling mengenal, tertawa bersama, saling memegang tangan. Mereka tidur di kamar yang sama, berbagi cerita, saling menatap mata saat pagi pertama. Tapi kenyataannya berbeda. Alya berada di hotel, di kamar yang sama dengan Zavian, tapi jarak di antara mereka terasa seperti jurang. Ia tidak tahu harus mulai dari mana untuk mengenal pria di sisi lain ruangan. Ia bahkan belum tahu apakah ia boleh menyapanya, apakah ia boleh berbicara panjang lebar, atau apakah kata-katanya akan dianggap salah.

Ia menghela napas. “Kalau begitu… memangnya pernikahan itu harus seperti ini?”

Pertanyaan itu terasa berat. Bukan karena ada yang salah dengan Zavian, tetapi karena ia tidak memahami apa artinya menjadi istri. Alya masih terlalu muda untuk tahu. Ia masih anak-anak dalam banyak hal, meski status hukum menuntutnya berbeda. Ia masih menganggap dirinya seperti gadis biasa yang bisa pulang, tertawa, dan tidur sendiri di kamar sendiri tanpa beban tanggung jawab yang seharusnya dimiliki seorang istri.

---

Di sisi lain ruangan, Zavian duduk di kursi dekat jendela, memandang kota yang basah oleh hujan ringan. Tangannya terlipat, tetapi pikirannya tidak tenang. Ia terbiasa mengatur segalanya—keuangan, organisasi, bahkan kehidupan orang-orang di sekitarnya. Namun satu hal yang tidak bisa ia atur adalah Alya. Gadis itu terus menimbulkan dilema yang aneh: ia masih kecil, masih polos, masih lugu… dan di sisi lain, ia menjadi tanggung jawab yang harus ia jaga dengan cermat.

Ia menatap Alya dari jarak jauh. Setiap gerakan gadis itu tampak jelas, dari cara ia memutar cincin, cara ia menunduk, hingga cara ia menggigit bibir bawah ketika bingung. Zavian merasa aneh. Bagaimana bisa seorang gadis yang seharusnya rapuh—yang bahkan belum mengerti banyak hal tentang dunia dewasa—mampu membuatnya merasakan campuran antara tanggung jawab dan ketertarikan yang aneh?

Zavian menepuk tangannya ringan, mencoba menenangkan diri. Ia sadar, ada perasaan yang tidak ia harapkan: sedikit senang, sedikit berdebar. Senang karena Alya tetap polos dan lugu, karena kehadirannya menuntutnya bersikap hati-hati, memikirkan hal-hal yang biasanya ia abaikan. Berdebar karena, entah bagaimana, gadis itu membuat detak jantungnya sedikit lebih cepat—sesuatu yang jarang terjadi dalam hidupnya yang penuh logika dan perhitungan.

---

Alya menatap ke arah Zavian, tanpa menyadari bahwa ia sedang diamati. Ia menelan ludah dan akhirnya bertanya dengan suara yang pelan, hampir ragu:

“Pak… saya boleh bertanya sesuatu?”

Zavian menoleh sekilas, nada suaranya netral tapi penuh kewaspadaan. “Tentu.”

“Kalau… setelah menikah, memang… memangnya… begini?” Alya menunduk, suaranya bergetar. “Tidak tidur di kamar yang sama… tidak saling mengenal… tidak… saling tahu apa yang dipikirkan masing-masing… itu… memang normal?”

Zavian menatapnya, seolah mencoba memahami apakah gadis itu hanya bingung atau sedang menguji batas. Ia menelan sebentar sebelum menjawab, memilih kata yang tepat. “Tidak, Alya. Tidak seperti itu. Normalnya… orang yang menikah akan lebih dekat, lebih saling mengenal.”

Alya menatapnya, mata membesar. “Kalau begitu… ini… saya… salah?”

Zavian menggeleng cepat. “Bukan. Ini… bukan salahmu. Ini situasi yang terjadi karena keadaan, bukan karena pilihanmu.”

Alya menunduk lagi, menggosok tangannya yang dingin. Ia merasa lega, tetapi tetap ada pertanyaan lain yang menekannya. “Kalau begitu… bagaimana seharusnya? Bagaimana… saya harus bertindak? Apa… saya harus mencoba dekat dengan Pak Zavian sekarang, atau tetap seperti ini?”

Zavian tersentak sedikit di dalam dirinya. Ia ingin memeluknya, ingin menjawab, “Tidak perlu terburu-buru,” tetapi kata-kata itu terasa salah jika keluar. Bagaimana bisa ia membiarkan gadis yang jelas masih terlalu muda untuk memahami semua ini, tetap berada di dekatnya, sedangkan ia sendiri masih bingung dengan perasaan yang aneh ini?

---

Mereka duduk diam beberapa saat. Hening itu berbeda dari sebelumnya. Bukan hening yang canggung, bukan hening karena tidak tahu apa yang harus dikatakan, tetapi hening yang berat, penuh dengan pertanyaan yang belum bisa dijawab oleh siapapun.

Zavian akhirnya menarik napas dalam. “Alya… aku… aku tidak tahu bagaimana harus bersikap juga.” Suaranya rendah, jujur. “Aku terbiasa mengatur, mengendalikan… tapi denganmu… aku bingung. Kamu masih terlalu muda… dan di sisi lain… aku merasa… aneh. Ada perasaan yang tidak bisa aku beri nama.”

Alya menatapnya, mata yang polos berusaha memahami. “Perasaan… aneh?”

Zavian mengangguk, menunduk sejenak. “Iya. Aku… merasa sedikit senang, tapi juga takut. Senang karena kamu di sini, karena kamu tetap polos dan jujur… tapi takut karena aku tidak ingin memaksamu. Aku tidak ingin kamu salah paham atau terpaksa melakukan sesuatu yang kamu belum siap.”

Alya diam. Hanya diam. Ia merasa campuran lega dan cemas. Lega karena Zavian mengakui kebingungan dan tidak menuntutnya untuk berubah. Cemas karena ia masih tidak mengerti dunia orang dewasa, dunia yang menuntutnya menjadi istri, namun tidak memberi petunjuk yang jelas tentang bagaimana bersikap.

---

Hari itu berjalan lambat. Alya lebih banyak mengamati Zavian dari kejauhan, mencatat cara ia bergerak, cara ia berbicara di telepon, cara ia memandang kota dari jendela. Ia mulai menyadari bahwa pria itu juga manusia, meski sering terlihat dingin dan tak terjangkau. Zavian, di sisi lain, memperhatikan Alya, mencatat ekspresi wajahnya, gesturnya, bahkan cara ia menunduk saat tidak tahu harus bicara.

Mereka hidup dalam jarak yang sama, tetapi tidak sama. Alya mulai bertanya-tanya: apakah pernikahan ini benar-benar seperti yang ia bayangkan? Apakah semua pasangan merasa canggung di awal? Apakah normal bagi seseorang untuk merasa asing dengan orang yang seharusnya menjadi pasangan mereka?

Zavian, meski lebih tua dan lebih berpengalaman, juga mulai mempertanyakan dirinya sendiri. Ia terbiasa mengendalikan orang, tetapi gadis ini… ia tidak bisa dikendalikan. Dan entah kenapa, ketidakmampuan itu membuatnya merasa sedikit senang—karena ia merasakan hal yang jarang ia rasakan dalam hidupnya: ketidakpastian yang memicu adrenalin, rasa penasaran, dan detak jantung yang lebih cepat dari biasanya.

Malam itu, mereka kembali duduk di sofa yang sama, jarak aman tetap dijaga. Alya masih memutar-mutar cincin di jarinya, Zavian masih menatap kota dari jendela. Tapi kini ada sesuatu yang berbeda. Pertanyaan yang sebelumnya hanya bergema di kepala Alya—tentang bagaimana seharusnya pernikahan itu, tentang mengapa mereka belum saling mengenal—akhirnya diakui oleh Zavian juga.

Dan di tengah hening, mereka menemukan pemahaman sederhana: keduanya sama-sama bingung. Kedua orang ini hidup sebagai pasangan, namun belum benar-benar saling mengenal. Dan meski situasi itu salah, meski usia Alya masih muda, dan meski Zavian tidak sepenuhnya mengerti perasaannya sendiri, ada satu hal yang jelas: keduanya merasakan sesuatu yang belum bisa mereka definisikan, sesuatu yang membuat dunia di sekitar mereka terasa sedikit berbeda, sedikit lebih hidup, sedikit lebih… menegangkan.

Hari itu mungkin tidak memberikan jawaban. Tidak ada petunjuk pasti, tidak ada cara cepat untuk mengatasi kebingungan mereka. Tapi setidaknya, Alya tahu bahwa pertanyaan-pertanyaannya valid. Dan Zavian tahu bahwa perasaan aneh yang muncul bukan kesalahan.

Dan mungkin, dari kebingungan itu, sesuatu akan tumbuh—lambat, hati-hati, dan penuh pertimbangan. Sesuatu yang mungkin akan membentuk hubungan mereka, bukan hanya sebagai pasangan secara hukum, tetapi sebagai manusia yang saling belajar, saling menyesuaikan, dan… saling memahami, meski perlahan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!