Bianca Aurelia, gadis semester akhir yang masih pusing-pusingnya mengerjakan skripsi, terpaksa menjadi pengantin pengganti dari kakak sepupunya yang malah kecelakaan dan berakhir koma di hari pernikahannya. Awalnya Bianca menolak keras untuk menjadi pengantin pengganti, tapi begitu paman dan bibinya menunjukkan foto dari calon pengantin prianya, Bianca langsung menyetujui untuk menikah dengan pria yang harusnya menjadi suami dari kakak sepupunya.
Tapi begitu ia melihat langsung calon suaminya, ia terkejut bukan main, ternyata calon suaminya itu buta, terlihat dari dia berjalan dengan bantuan dua pria berpakaian kantor. Bianca mematung, ia jadi bimbang dengan pernikahan yang ia setujui itu, ia ingin membatalkan semuanya, tidak ada yang menginginkan pasangan buta dihidupnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aure Vale, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Drama sarapan pagi
Bianca menatap gamang makanan di hadapannya, pagi ini Bianca terbangun di sebelah Kaivan yang memeluknya, setelah perdebatan dengan orang tuanya semalam, Bianca akhirnya diizinkan untuk tetap berada di samping Kaivan, mereka melakukannya karena Bianca yang menangis bukan karena memang mereka sudah menerima Kaivan sebagai menantu mereka, sampai mati pun, Bianca yakin jika mereka tidak akan pernah merestui pernikahannya dengan Kaivan, semuanya masih dengan alasan yang sama, Kaivan tidak akan bisa melindungi dan membuat Bianca bahagia dengan kedua matanya yang tidak bisa melihat, padahal Bianca sudah memberitahu mereka jika Kaivan akan bisa melihat lagi.
Untuk pertama kalinya, Bianca berani menolak orang tuanya, Bianca berani membentak orang tuanya, dan untuk pertama kalinya Bianca membangkang semua perintah orang tuanya, dan itu semua karena Kaivan, suaminya.
"Ada apa?" tanya Kaivan, merasakan jika suasana di dalam ruangan itu sangat sunyi, padahal mereka sedang makan, tapi Kaivan tidak mendengar suara Bianca yang sedang mengunyah makanan, harusnya memang terdengar karena makanan yang sedang Bianca makan itu adalah salad sayur, tapi ini benar-benar sunyi.
Bianca tersadar dari lamunannya, ia langsung menoleh dan menatap Kaivan yang sedang menyuapkan sesendok nasi ke dalam mulutnya, kedua matanya di tutup perban, jadi Kaivan masih belum dapat melihat dan masih mengandalkan tangannya yang meraba-raba makanan di depannya.
Sebenarnya makanan Kaivan cukup sederhana, hanya semangkuk bubur tanpa toping, tapi Kaivan selalu melesat jika ingin kembali menyendok bubur di mangkuknya, oleh karena itu dia masih merabanya agar tidak melesat.
"Aku suapin, ya,"
Kaivan menggeleng, "kamu makan aja, aku bisa makan sendiri," tolak Kaivan seraya kembali menyendok buburnya.
"Aku tiba-tiba gak selera makan sekarang,"
"Padahal tadi kamu loh yang semangat banget minta di beliin salad buah sama salad sayur,"
"Gak tau aku juga, tiba-tiba enggak selera," Bianca menutup kembali salad sayur dan salad buahnya dengan tutupnya, lalu menaruhnya agak jauh dari hadapannya.
Tadi pagi, orang kiriman mama dan papa Kaivan datang untuk mengurusi Kaivan, tapi Kaivan menolak dan hanya minta dibelikan sarapan untuk Bianca, akhirnya orang suruhan itu kembali ke rumah setelah membelikan sarapan untuk Bianca.
Sedangkan Nancy, wanita itu semalam sudah pulang ke rumahnya setelah Kaivan yang mengatakan jika dirinya ingin di urus oleh Bianca, awalnya wanita itu menolaknya dan tidak berani beranjak dari tempat duduknya, karena mama dari Kaivan memberi amanah kepadanya untuk tidak jauh-jauh dari Kaivan, yang intinya, Nancy di percaya untuk merawat Kaivan.
"Kamu harus sarapan biar nanti enggak lemas, atau lebih parahnya bikin kamu kena penyakit lambung," peringat Kaivan lembut, bubur yang di mangkuknya sudah tandas membuat Bianca dengan sigap memberikan gelas kepada Kaivan.
"Masa cuman ngelewatin sarapan aja bisa sampe kena maag,"
"Makan, Bianca!" perintah Kaivan tetap keukeuh agar Bianca mau sarapan.
"Kamu mau mandi sekarang gak?" tanya Bianca mengalihkan topik.
"Tidak usah mengalihkan topik, aku mau kamu makan sekarang!" tegas Kaivan sekali lagi.
Dengan wajah kesal, Bianca kembali meraih kotak berisi salad buah dan salad sayur mendekat kepadanya, lalu dengan tidak santainya, Bianca membuka salad sayur terlebih dahulu dan langsung melahapnya dengan suapan yang besar, bahkan sampai kedua pipinya menjadi sangat cubby.
"Sekarang gimana perasaan kamu?" tanya Bianca sembari menyuapkan makanan ke dalam mulutnya, sedangkan matanya menatap Kaivan.
"Biasa saja, memangnya kenapa dengan perasaanku?" tanya balik Kaivan.
"Memangnya kamu enggak senang sebentar lagi bisa melihat?"
"Biasa saja," balas Kauvan acuh tak acuh, memang dari kemarin, Kaivan sama sekali tidak terlihat senang dan antusias saat ia akan transplantasi kornea mata, wajahnya tetap datar, bahkan sampai sekarang pun Bianca belum melihat Kaivan menarik kedua sudut bibirnya dan tersenyum sedikit saja untuk Bianca.
"Harusnya kamu senang loh, karena sebentar lagi bisa melihat, bukannya malah sedih gak jelas kayak gini," nasihat Bianca dengan nasihat sok bijaknya.
"Aku akan senang karena impian kamu akan terkabul, kamu menginginkan pria yang bisa melihat, kan?"
Mendengar itu, hati Bianca kembali seperti di tusuk, apa Kaivan masih menganggap Bianca masih menginginkan pria sempurna? dan masih tidak Terima atas pernikahannya, bukankah Bianca sudah bilang kepada Kaivan jika Bianca sudah dapat menerima kekurangan yang ada di dalam diri Kaivan, bahkan Bianca ingin menjadi seorang istri yang bisa mengurus suaminya, seperti Nancy, Lagi-lagi Nancy yang ia bawa, sebegitu irinya Bianca kepada Nancy yang bisa dengan telaten mengurus suaminya.
"Aku sudah menerima kamu apa adanya loh, aku juga sudah bisa menerima kekurangan kamu, Kaivan," lirih Bianca kembali sedih jika mengingat perkataannya dulu kepada Kaivan.
"Aku tahu, tapi bukanlah kamu juga gak suka ya aku bisa liat lagi?" tanya Kaivan tepat sasaran.
Bianca diam, ia tidak sepenuhnya tidak menyukai jika Kaivan dapat kembali melihat, tapi ia juga tidak sepenuhnya senang, Bianca hanya khawatir jika Kaivan kembali bisa melihat, keberadaan dirinya akan tersingkirkan dari sisi Kaivan, padahal Bianca sudah mulai menyukai Kaivan, ia sadar karena ia yang suka cemburu jika melihat Nancy di sekitar suaminya.
"Apa yang bikin kamu sekhawatir itu?" tanya Kaivan seakan-akan ia tahu rasa kekhawatiran yang Bianca rasakan.
"Aku masih takut aja," lirih Bianca kecil.
"Apa yang kamu takutin? Aku yang pergi ninggalin kamu? atau ada hal lain?" tanya Kaivan masih belum puas dengan jawaban yang diberikan Bianca kepadanya.
"Banyak, termasuk aku juga takut melihat reaksi kamu kayak gimana setelah bisa melihat wajah aku,"
"Aku Terima bagaimana pun rupamu," ucap Kaivan cepat.
"Jangan gitu, kita tidak akan tahu bagaimana kedepannya, mungkin sekarang kamu bisa bilang kayak gitu, tapi tidak tahu kedepannya bagaimana setelah kamu benar-benar bisa melihat langsung wajah aku," terus Bianca tidak ingin senang dulu dengan ucapan Kaivan yang katanya bisa menerima bagaimana pun rupa Bianca.
Bianca tidak secantik mantannya Kaivan, ia sadar itu, tubuh Della yang lebih indah dari Bianca saja sudah membuat Bianca merasa tidak cantik, bagaimana jika di sandingkan dengan wajah mereka yang benar-benar berbeda.
Bianca memiliki wajah lokal dari mama dan papanya, tapi Della, yang papanya merupakan keturunan asli dari Amerika, membuat ia memiliki wajah yang lebih mirip dengan papanya, belum lagi warna rambutnya yang memang asli berwarna coklat, dan itu menambah kesan cantik pada diri Della.
"Kamu bisa pegang ucapanku, Bianca,"
Bianca hanya mengangguk saja, ia memperhatikan wajah Kaivan yang terlihat tenang, Bianca tidak tahu, apakah Kaivan sedang tutup mata atau sedang terbuka, karena terdapat perban di kedua mata Kaivan yang membuat Bianca benar-benar tidak tahu Kaivan sedang membuka matanya atau tidak.
Entah keberanian dari mana, Bianca mulai mendekatkan dirinya ke arah wajah Kaivan, lalu dengan gerakan kilat, Bianca mencium pipi sebelah kanan suaminya.
Jangan tanya bagaimana keadaan Kaivan setelah mendapatkan kecupan di pipinya, wajahnya benar-benar berwarna merah sampai ke telinga, sial, belum bisa melihat saja, Kaivan sudah sangat jatuh cinta dengan tindakan-tindakan kecil Bianca kepadanya, bagaimana jika dirinya benar-benar bisa menatap manik mata Bianca? Mungkin dirinya akan semakin jatuh cinta pada pemilik mata itu.