Xiao Chen, terlahir tanpa bakat sehingga ia sangat sulit berkembang. Dan pada akhirnya kehilangan ibunya.
Ketika ia sekarat dan akan mati. ia mendapatkan sebuah kristal aneh yang membuat dirinya kembali ke masa lalu untuk menghilangkan semua penyesalan.
Simak kisah perjuangan Xiao Chen dalam menghadapi kekejaman dunia terhadap orang tanpa bakat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agen one, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4: Kesempatan ke dua
Di dalam kesadarannya yang gelap, Xiao Chen melihat Kristal Biru bercahaya melayang di depannya. Kristal itu memancarkan cahaya yang hangat namun menakutkan.
"Kau bisa bicara?" tanya Xiao Chen, menoleh ke sekeliling, suaranya terdengar hampa.
"Tentu saja, manusia," jawab Kristal itu. Suaranya terdengar kuno, bergema langsung di benak Xiao Chen. "Aku adalah artefak Transenden tingkat tertinggi, sering disebut Harta Karun Takdir. Jadi, apa kau ingin pergi ke masa lalu dan memperbaiki semua penyesalanmu, terutama penyesalan atas kematian ibumu?"
Xiao Chen, yang merasa bingung antara hidup dan mati, tertawa hambar. "Ha, kau pikir ini dunia novel dan kisah dongeng? Tidak mungkin aku bisa kembali ke masa lalu."
Kristal itu diam sejenak, energinya terasa berfluktuasi. "Ku anggap itu sebagai persetujuan, Xiao Chen. Namun, ingat! aku dapat dibilang sebagai kutukan juga. Jika kau tidak dapat menghapus semua penyesalanmu dalam hidup barumu, maka kau akan terus mengulang hidupmu terus-menerus tanpa akhir. Dan bayarannya adalah kewarasan dan mentalmu sendiri."
Ancaman itu dingin dan nyata. Namun, bagi Xiao Chen yang baru saja mengorbankan nyawanya, ancaman itu terasa seperti janji yang harus ia ambil.
"Aku akan mengambilnya," jawab Xiao Chen tegas, tanpa ragu.
"Semoga beruntung, manusia."
Cahaya Kristal itu kemudian membesar, menyelimuti kesadaran Xiao Chen dengan kilauan yang sangat menyilaukan.
Tiba-tiba, Xiao Chen tersentak sadar. Ia merasakan sakit di punggungnya, dan tubuhnya terasa ringan, jauh berbeda dari tubuhnya yang menua. Ia melihat tangannya—kecil, mulus, dan tidak memiliki bekas luka dari pertarungan di gua.
"Di mana ini?" Ia bingung. Ia berada di sebuah gang sempit yang kotor, hanya ada beberapa bocah dan tumpukan sampah di sekitarnya.
DUGH!
"Cepat berikan uangmu, dasar bodoh! Kenapa kau melamun?!"
Pukulan keras mendarat di punggung kecilnya. Xiao Chen langsung menoleh. Ia mengenali bocah yang memukulnya: itu adalah Chen Tu, preman kecil yang sering memerasnya di masa kanak-kanak.
Rasa sakit itu, suara itu—semuanya nyata. Xiao Chen mulai menerima fakta: ia memang kembali ke masa lalu.
Ia menatap para bocah itu, seringai licik terukir di wajah anak kecilnya. Seringai yang hanya bisa dimiliki oleh pria berusia empat puluh tahun yang kejam.
"Aku ingat momen ini," desis Xiao Chen. "Kalian bocah-bocah sok jagoan yang selalu memerasku, kan? Kali ini, bukan aku yang akan menyerahkan uang. Tapi kalian semua!"
"Ayo maju! Aku akan membiarkan kalian menyerangku duluan." tantangnya, nada suaranya dipenuhi kepercayaan diri yang menakutkan bagi anak-anak seusianya.
Melihat sikap Xiao Chen yang tiba-tiba berubah 180 derajat, para bocah itu marah besar. Mereka berlari serentak untuk mengeroyok Xiao Chen.
Xiao Chen, yang kini memiliki ingatan dan keahlian bertarung Kapten Pasukan Bayaran, langsung bertindak. Walaupun tubuhnya lemah dan ia hanya masih manusia fana dan dan belum ber kultivasi, nalurinya telah diasah selama puluhan tahun.
Beberapa tinju mengarah ke wajahnya. Ia langsung menangkap lengan Chen Tu, memutar tubuhnya, dan membanting bocah itu ke tanah dengan teknik mirip judo sederhana.
Satu per satu, bocah-bocah itu dengan mudah ia kalahkan. Xiao Chen mengambil koin perak yang mereka miliki sebagai 'pajak' dan memasukkannya ke sakunya.
"Jangan pernah lapor orang tua kalian! Jika kalian berani melakukannya, maka akan aku hajar kalian setiap hari sampai kalian menangis darah!" ancam Xiao Chen dengan tatapan dingin.
Para bocah itu langsung lari terbirit-birit, wajah mereka pucat karena ketakutan.
Xiao Chen berdiri diam di gang sempit itu, merasakan setiap perubahan pada tubuhnya yang muda. Ia menutup mata, memanggil kembali setiap memori dan pengetahuan kultivasi yang ia kumpulkan selama empat dekade.
Ia mulai mengingat kembali tingkatan-tingkatan kultivasi yang pernah ia pelajari dari buku-buku bekas:
Tingkat Kultivasi: Jalan Menuju Kekuatan
Pengerasan Dasar (Level 1-10)
Arus Qi (Level 1-10)
Inti Qi (Level 1-10)
Penyatuan Roh (Level 1-10)
Manifestasi Roh (Level 1-10)
Jiwa Sejati (Level 1-10)
Transformasi Esensi (Level 1-10)
Domain Kehendak (Awal/Menengah/Akhir)
Puncak Abadi (Awal/Menengah/Akhir)
"Kalau dipikir-pikir, dulu aku hanya mencapai ranah Penyatuan Roh Level 1 di usia empat puluh tahun. Sungguh kemajuan yang sangat lambat, bahkan bisa dibilang memalukan." Xiao Chen menggelengkan kepala, mencela dirinya yang lama.
"Tapi kali ini berbeda. Aku punya waktu, aku punya pengetahuan, dan aku punya pengalaman bertarung! Aku akan berusaha lebih keras lagi agar menjadi jauh lebih kuat. Dan jika aku masih tidak dapat berkembang secepat para jenius berbakat itu..."
Senyum licik kembali muncul di wajah anak kecilnya.
"...maka aku akan menjadikan para jenius yang memiliki bakat itu sebagai anak buahku! Hahaha!"
Xiao Chen mulai berjalan meninggalkan gang sempit itu. Ia tahu persis di mana ia berada. Jika dugaannya benar, ia kembali ke usia delapan tahun.
"Kalau tidak salah ingat, salah satu bocah berbakat dari sekte terkemuka sedang berada di sekitar pasar hari ini." gumamnya, matanya mulai memancarkan cahaya ambisi.