NovelToon NovelToon
KAISAR DEWA SEMESTA

KAISAR DEWA SEMESTA

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Fantasi Timur / Romansa Fantasi / Identitas Tersembunyi / Perperangan / Penyelamat
Popularitas:7k
Nilai: 5
Nama Author: Sang_Imajinasi

Long Zhu, Kaisar Dewa Semesta, adalah entitas absolut yang duduk di puncak segala eksistensi. Setelah miliaran tahun mengawasi kosmos yang tunduk padanya, ia terjangkit kebosanan abadi. Jenuh dengan kesempurnaan dan keheningan takhtanya, ia mengambil keputusan impulsif: turun ke Alam Fana untuk mencari "hiburan".

Dengan menyamar sebagai pengelana tua pemalas bernama Zhu Lao, Long Zhu menikmati sensasi duniawi—rasa pedas, kehangatan teh murah, dan kegigihan manusia yang rapuh. Perjalanannya mempertemukannya dengan lima individu unik: Li Xian yang berhati teguh, Mu Qing yang mendambakan kebebasan, Tao Lin si jenius pedang pemabuk, Shen Hu si raksasa berhati lembut, dan Yue Lian yang menyimpan darah naga misterius.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sang_Imajinasi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 25: Tangan Baru, Pohon Besi, dan Pengurus Api Ubi

Li Xian terbaring di atas batu giok yang tergores. Untuk sesaat, dia berada dalam kehampaan yang manis dan tanpa rasa sakit. Lalu, kesadarannya kembali dalam bentuk gelombang panas yang gatal.

Rasa sakit yang membakar dari ubi mendidih telah lenyap. Sebagai gantinya, telapak tangannya terasa hangat, penuh, dan sangat, sangat gatal. Itu adalah rasa gatal yang menusuk tulang rasa gatal dari penyembuhan yang terjadi dengan kecepatan yang tidak wajar.

"Dia... dia masih bernapas," suara Shen Hu terdengar lega.

Li Xian membuka matanya. Langit biru jernih berputar di atasnya. Dia mengerang, mencoba duduk.

"Ah, jangan bergerak!" kata Shen Hu, menahan bahu Li Xian dengan lembut. "Obatnya masih bekerja!"

Li Xian melihat ke tangannya. Pemandangan itu sangat absurd. Dua bongkah ubi bakar yang kini mendingin menempel di telapak tangannya, mengeras seperti batu. Darah dan daging mentah telah hilang, digantikan oleh lapisan gula hangus yang lengket.

Tao Lin dan Mu Qing mendekat. Wajah mereka adalah campuran emosi yang rumit.

Tao Lin, sang Master Pedang Ranah Raja, tidak lagi memancarkan arogansi. Dia tampak malu. Dia membungkuk dalam-dalam di pinggang, bukan kepada Zhu Lao, tapi kepada Li Xian.

"Saudara Muda Li," kata Tao Lin, suaranya pelan dan tulus. "Mataku... benar-benar buta. Aku mengira itu adalah teka-teki filosofis. Aku memikirkan 'Dao Sapu'." Dia menunjuk ke goresan-goresan di lantai. "Tapi kau... kau tidak berpikir. Kau hanya bertindak. Kau mengajariku pelajaran yang berharga."

Bagi seorang jenius seperti Tao Lin, mengakui bahwa seorang anak Ranah Perunggu telah melampaui pemahamannya adalah pukulan telak.

Mu Qing tidak berbicara. Dia hanya berjongkok, matanya yang sedingin es menganalisis tangan Li Xian yang terbungkus ubi, lalu ke goresan di lantai. Dia tidak memuji. Dia hanya mengangguk sekali, seolah telah mengkonfirmasi sebuah hipotesis yang mustahil. "Goresan itu," katanya pelan, "rata. Niatmu stabil menjelang akhir."

Itu, dari Mu Qing, adalah pujian setinggi langit.

Pintu dapur terbuka lagi. Zhu Lao melangkah keluar, wajahnya yang tampan terlihat segar setelah istirahat singkat. Dia mengabaikan momen ikatan itu.

"Dia belum mengajarimu apa-apa," kata Zhu Lao kepada Tao Lin. "Dia hanya lebih keras kepala darimu. Dan kau," dia menunjuk Tao Lin, "adalah kegagalan terbesarku sejauh ini."

Tao Lin langsung berlutut. "Leluhur! Saya siap menerima hukuman!"

"Hukuman? Jangan buang waktuku," dengus Zhu Lao. "Ini latihan baru. Aku menyuruhmu 'menenangkan angin'. Kau malah membuat badai kecil di halamanku. Niat Pedangmu terlalu tajam, terlalu bocor, terlalu... berantakan."

"Aku... aku akan bermeditasi lebih keras!"

"Tidak," kata Zhu Lao. "Kau tidak akan bermeditasi sama sekali. Kau akan bekerja."

Zhu Lao menunjuk ke tepi jurang, ke sebidang tanah kosong. "Aku butuh kayu bakar. Untuk dapurku. Dan untuk api ubi Shen Hu."

Dia menghentakkan kakinya. Tap.

Lagi, bumi bernyanyi. Tapi kali ini, tanah di dekat jurang bergetar hebat. Dengan suara robekan, selusin pohon besar meledak tumbuh dari tanah. Pohon-pohon itu tidak terlihat biasa. Kulitnya hitam pekat, sekeras logam, dan daunnya setajam pedang. Udara di sekitar mereka berdesir dengan energi yang menekan.

"Pohon Besi Darah Spiritual," bisik Tao Lin, ngeri. "Bahkan Pedang Ranah Raja akan kesulitan menggoresnya!"

Zhu Lao berjalan ke dapurnya, keluar dengan kapak berkarat yang biasa digunakan untuk memotong tulang. Dia melemparkannya ke kaki Tao Lin.

"Tugas barumu," kata Zhu Lao. "Tebang pohon-pohon itu. Bawa kayunya kemari."

Tao Lin mengambil kapak itu. "Ya, Leluhur! Akan saya selesaikan!" Dia bersiap menyalurkan Qi-nya.

"Ah," Zhu Lao menghentikannya. "Satu aturan lagi. Kau harus menebangnya menggunakan kapak itu. Dan kau tidak boleh menggunakan satu pun Niat Pedang. Atau Qi Ranah Raja. Kau akan menebangnya seperti manusia fana."

Wajah Tao Lin pucat pasi. Itu... mustahil.

"Jika aku merasakan Niat Pedangmu bocor sedikit saja bahkan jika itu hanya membuat sehelai daun bergetar kau harus memulai dari pohon baru. Sekarang pergi. Kau membuat halamanku ramai."

Dengan ekspresi putus asa, Tao Lin, sang Master Pedang, mengambil kapak berkarat itu dan berjalan menuju hutan instan, siap memulai tugasnya yang menyiksa.

Zhu Lao berbalik ke Mu Qing.

"Tamanmu," katanya datar.

Mu Qing menegang. "Ya, Guru?"

"Gagal," kata Zhu Lao. "Terlalu kaku. Terlalu lurus. Terlalu... dingin. Herbal itu tumbuh karena tanahnya bagus, bukan karena kau. Kau membekukan semua kehidupan dari proses itu. Kau tidak menanam kau membangun penjara untuk tanaman."

Mu Qing mencengkeram belati esnya. "Ketertiban adalah Dao."

"Ketertiban adalah kandang," balas Zhu Lao. "Kehidupan itu berantakan. Kehidupan itu beradaptasi. Kehidupan itu..." dia menunjuk ke Shen Hu, "tahu kapan harus memutar ubi agar tidak hangus."

Mu Qing menatapnya, tidak mengerti.

"Tugas barumu," kata Zhu Lao. "Kau akan membantu Shen Hu. Kau adalah Pengurus Api Ubi yang baru."

Wajah Mu Qing yang biasanya tenang, kini menunjukkan retakan syok yang jelas. "Aku... apa?"

"Kau dengar aku. Kau," katanya, menunjuk pada ahli sihir es, "akan mengurus api. Kau harus menjaga agar bara apinya tetap panas, tapi tidak terlalu panas. Kau harus belajar beradaptasi dengan api, bukan mematikannya dengan sifatmu. Jika aku melihatmu menggunakan satu serpihan sihir es untuk mendinginkan api, atau jika kau membiarkan satu ubi pun hangus... kau akan mencuci cangkirku selama seribu tahun."

Mu Qing menatap Shen Hu, yang tersenyum lebar padanya. "Jangan khawatir, Nona Mu! Menjaga api itu menyenangkan!"

Terhina, marah, tetapi entah bagaimana mengerti, Mu Qing berjalan kaku ke dapur luar dan duduk di dekat api, menatap bara api seolah-olah itu adalah musuh bebuyutannya.

Akhirnya, Zhu Lao menoleh ke Li Xian. "Sudah satu jam. Lepaskan."

Li Xian, yang telah mengamati semua ini dengan takjub, melihat ke tangannya. ubi itu sudah kering dan retak. Dia menariknya perlahan.

Krak.

Bongkahan ubi karamel itu terlepas. Di bawahnya, tidak ada bekas luka. Tidak ada daging mentah.

Yang ada adalah kulit baru.

Kulitnya berwarna merah muda dan lembut, tetapi sangat kuat. Dia bisa merasakan Qi di udara berdenyut melalui telapak tangannya dengan cara yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Meridian di tangannya terasa terbuka lebar dan diperkuat.

"Bagus," kata Zhu Lao. "Obatnya meresap. Kau tidak menyia-nyiakannya."

Dia mengambil bongkahan ubi yang sudah menjadi obat itu dari tangan Li Xian, mengambil satu bagian, dan memakannya.

"Hmm. Sedikit asin," komentarnya. "Tapi masih enak."

Dia menyerahkan sisa ubi di tangan Li Xian. "Habiskan. Jangan buang makanan."

Li Xian, yang kelaparan, kelelahan, dan terlahir kembali, menatap ubi lengket di tangannya. Dia mulai memakannya. Rasanya manis, asin, dan penuh dengan energi kehidupan murni.

Di dataran tinggi itu, pemandangan baru terbentuk Zhu Lao menyeruput teh di teras. Li Xian melahap "obat"-nya. Shen Hu dan Mu Qing berdebat pelan tentang cara terbaik menyusun bara api. Dan di kejauhan, terdengar suara DONG!... DONG!... DONG! yang menyedihkan dari kapak berkarat yang membentur pohon besi, diikuti oleh umpatan pelan dari seorang Master Pedang.

Sekte Langit Abadi telah menemukan latihannya.

1
Yanka Raga
🤩😎
Yanka Raga
😎🤩
Yanka Raga
huahaaa , , , kutivator puncak tertinggi tersedak rasa cabai 🤭
Yanka Raga
cabe2an kaliee 😆🤭
Yanka Raga
🤩😎
Nanik S
Alur dan cerita yang bagus
Nanik S
Gurunya keren sekali
Nanik S
Li Xian Koki dapur yang Gagal
Nanik S
Sop nya lembek Li Xian.. 🤣🤣🤣
Nanik S
Siapa suruh menunda sarapan Zhu Lao... tanggung sendiri akibatnya
Nanik S
Yang dimaksud Hama oleh Zhu Lao siapa
Nanik S
Wortel Musuh bebuyutan ya 🤣🤣🤣
Didi Mahardeka
bagus
Si Hibernasi: Season 1 iblis penyerap darah udah tamat, Terima kasih🙏
total 1 replies
Nanik S
Menarik sekali ajaran guru kepada murid tentang kesabaran dan resonasi
Nanik S
Li Xian lanjut nyapu
Nanik S
Muridnya cuma empat dan tugasnya menggelikan
Nanik S
😍Ternyata yang berhasil cuma Li Xian
Nanik S
NEXT
Nanik S
Baunya sudah hilang... kata sederhana
Nanik S
Laaaanjutkan
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!