Seraphina dan Selina adalah gadis kembar dengan penampilan fisik yang sangat berbeda. Selina sangat cantik sehingga siapapun yang melihatnya akan jatuh cinta dengan kecantikan gadis itu. Namun berbanding terbalik dengan Seraphina Callenora—putri bungsu keluarga Callenora yang disembunyikan dari dunia karena terlahir buruk rupa. Sejak kecil ia hidup di balik bayang-bayang saudari kembarnya, si cantik yang di gadang-gadang akan menjadi pewaris Callenora Group.
Keluarga Callenora dan Altair menjalin kerja sama besar, sebuah perjanjian yang mengharuskan Orion—putra tunggal keluarga Altair menikahi salah satu putri Callenora. Semua orang mengira Selina yang akan menjadi istri Orion. Tapi di hari pertunangan, Orion mengejutkan semua orang—ia memilih Seraphina.
Keputusan itu membuat seluruh elite bisnis gempar. Mereka menganggap Orion gila karena memilih wanita buruk rupa. Apa yang menjadi penyebab Orion memilih Seraphina?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon secretwriter25, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25. Taman Bermain
Pagi itu, langit biru membentang lebar, cerah tanpa awan. Sinar matahari yang jatuh ke permukaan air mancur di depan gerbang taman bermain.
Gerbang besar bertuliskan CALLENORA FUN PARK berdiri megah dan sepi. Tidak ada antrean, tidak ada anak-anak lain yang berlari sambil berteriak, tidak ada orangtua yang sibuk mengawasi. Seluruh tempat itu ditutup selama satu hari penuh, hanya untuk dua gadis kembar keluarga Callenora.
Seraphina berdiri mematung sebentar di depan gerbang, matanya membesar. Ia tidak percaya Selina mengajaknya ke tempat seperti ini. Seumur hidup, Selina tidak pernah mengajak Sera bermain. Mereka tidak pernah benar-benar melakukan aktivitas bersama yang bisa disebut “kakak-adik” selain bertengkar, dan menghindari satu sama lain.
Namun pagi ini… Selina tampak berbeda. Ia berdiri di samping Sera dengan rambut yang diikat ponytail tinggi, memakai dress merah muda dengan motif bunga-bunga kecil.
“Ser?” panggilnya sambil menepuk bahu saudarinya. “Kamu mau masuk, atau mau berdiri di sini sampai malam?”
Sera menoleh, masih bingung. “Kita… beneran main di sini? Berdua aja?”
Selina tersenyum—senyuman lembut yang mulai akrab di wajahnya akhir-akhir ini. “Iya. Aku minta Papa tutup tempat ini buat kita. Jadi… hari ini kita bebas mau main apa aja.”
Sera menelan ludah. “Kenapa tiba-tiba…?”
Selina memutar bola mata dan mencubit pipi Sera pelan. “Aduh, Seraphina… apa salahnya kalau adikmu ini ingin bersenang-senang dengan kakaknya sendiri?”
Sera terdiam. Bagaimana bisa Selina berubah secepat ini? Atau… apa ini hanya permainan baru?
Selina menggandeng tangan Sera dan menariknya masuk ke dalam taman bermain tanpa memberi kesempatan berpikir panjang.
Saat mereka melewati gerbang elektronik yang terbuka pelan, aroma popcorn, wangi gula arum manis, dan semilir angin yang membawa suara musik ceria dari speaker langsung menyapa. Warna-warni lampu, garis panjang roller coaster, dan balon-balon besar berbentuk hewan raksasa membuat tempat itu terasa seperti dunia lain.
Sera termenung. Ia ingat saat akan wisata keluarga—Selina tidak ingin pergi bersama Sera. Jadi meskipun taman bermain ini milik keluarganya—Sera tidak pernah bermain di sana sama sekali.
“Pertama kita naik apa?” tanya Selina sambil menatap peta taman bermain. “Roller coaster? Kora-kora? Bianglala? Rumah kaca? Atau mau langsung main wahana air?”
Sera terdiam sebentar, lalu menunjuk perlahan. “Bianglala… kayaknya bagus.”
Selina mengangkat alis. “Bianglala dulu? Bukannya biasanya orang pilih roller coaster dulu?”
“Aku… suka lihat pemandangan dari atas,” jawab Sera jujur.
Selina menatapnya lama, lalu tersenyum. “Oke. Kita naik bianglala.”
**
Bianglala raksasa itu berwarna perak, lampunya menyala meski hari masih pagi. Gondola transparan mereka bergerak perlahan naik, memberi pemandangan seluruh taman bermain yang luas. Dari ketinggian, Sera bisa melihat semua wahana kosong, tidak ada suara keramaian, hanya angin dan musik ceria yang mengalun lembut.
“Indah ya?” Sera berbisik.
Selina tidak menjawab. Ia tengah menatap wajah Sera, bukan pemandangannya.
“Kamu kelihatan senang,” ucapnya pelan.
Sera menoleh. “Iya… mungkin karena… ini pertama kalinya aku main kayak gini sama kamu.”
Selina terdiam sesaat.
“Sera," Selina memanggil dengan suara pelan. “Maaf ya… untuk semuanya.”
Sera terkejut. “Selly…”
“Aku beneran minta maaf.”
Sera tidak tahu harus berkata apa. Ia hanya menatap keluar jendela, menahan sensasi perih yang tiba-tiba muncul. Ia tidak terbiasa mendengar kata-kata semacam itu dari Selina.
Namun ia tidak tahu… apakah ia boleh percaya.
Setelah bianglala berhenti dan mereka turun, Selina langsung menarik tangan Sera.
“Lanjut! Kali ini aku yang pilih.”
Mereka menuju roller coaster raksasa yang bentuknya berliku seperti naga logam. Sera sudah membayangkan tubuhnya terlempar, berteriak, jatuh bebas—tapi diam-diam ia takut. Tapi Selina tampak begitu bersemangat saat memasang sabuk pengaman.
“Kalau kamu pingsan, aku rekam ya,” ucap Selina sambil menggoda.
“Jangan!” Sera mencubit lengan adiknya.
Selina tertawa puas. Saat roller coaster mulai melaju, Sera memejamkan mata—tapi Selina memegang tangannya kuat-kuat.
“Buka matanya!” teriak Selina.
“Aku takut!”
“Seriusan buka! Liat pemandangannya!”
Dengan ragu, Sera membuka mata. Tepat ketika kereta mencapai puncaknya, seluruh taman bermain terlihat jelas. Cahaya matahari menyorot bagian wahana air, labirin kaca, kora-kora, hingga taman bunga buatan. Pemandangan itu memukau.
Dan ketika kereta menukik tajam, Selina berteriak keras—tertawa senang. Sera akhirnya ikut tertawa.
Setelah itu, mereka menuju wahana air. Mereka naik perahu kecil yang mengalir pelan di sungai buatan sebelum akhirnya meluncur cepat dan mencipratkan air ke seluruh arah.
Selina menyiram Sera dengan gayung kecil.
“Selly!” Sera memekik.
“Apa?”
Sera mengguyur balik.
Selina langsung menjerit sambil tertawa. “Kamu cari mati ya?!”
“Kamu duluan!”
“Karena kamu lambat!”
Sera menyiram air lagi. Jeritan dan tawa mereka menggema di sepanjang aliran sungai. Untuk sesaat, siapa pun yang melihat pasti akan mengira mereka dua saudara yang sangat dekat.
Ketika perahu berhenti di ujung wahana, pakaian mereka setengah basah.
Selina memegangi perutnya karena terlalu banyak tertawa. “Aduh… aku nggak nyangka kamu bisa segalak itu.”
“Itu karena kamu nyiram air duluan!”
“Dan kamu balas tiga kali lebih ganas.”
Setelah mengganti pakaian dengan yang disediakan pengelola khusus, mereka berjalan sambil makan es krim—vanilla untuk Sera, dan stroberi untuk Selina.
Setelah itu, mereka mencoba hampir semua wahana. Sera tertawa sampai perutnya sakit saat Selina berulang kali menabrak kaca—dan Selina akhirnya pura-pura marah, mengejar Sera keluar dengan rambut acak-acakan.
Mereka beralih mencoba menaiki kora-kora. Selina memeluk lengan Sera ketika kapal raksasa itu naik terlalu tinggi, sementara Sera memalingkan wajah sambil menahan tawa karena melihat ekspresi adiknya.
Di setiap wahana, Selina memaksa Sera foto berdua. Meskipun wajah mereka basah, dengan rambut yang berantakan.
Sampai akhirnya matahari mulai turun perlahan, taman bermain berubah warna. Lampu-lampu mulai menyala, menciptakan cahaya keemasan yang jatuh lembut ke wajah mereka. Mereka duduk di bangku dekat air mancur, memakan churros hangat.
“Tadi kamu senang?” tanya Selina.
Sera mengangguk. “Hari ini menyenangkan. Terima kasih, Selly,”
Selina menghela napas. “Bagus. Karena aku mau… kita harus ulang lagi di lain waktu.”
"Ah, aku memberikan foto kita kepada Orion!" jelas Seraphina.
"Dia mengatakan apa? Dia pasti tidak percaya kalau aku berubah, kan?" lirih Selina.
"Tenang saja, Selly… aku akan membuat Orion percaya!" ucap Sera.
Selina mengangguk pelan. "Aku akan meminta para pelayan menyiapkan makan malam untuk kita. Sebelum itu kita harus istirahat di villa dulu," ucapnya.
"Baiklah, Selly…"
"Kau duluan saja ke Villa—aku akan memeriksa dapur restoran." Selina beranjak dari duduknya.
Seraphina mengangguk pelan, lalu—beranjak dari duduknya. Gadis itu tersenyum miring saat meninggalkan Sera seorang diri.
"Aku harap kau menikmati hadiah selanjutnya, Sera…" lirihnya diiringi tawa kecil. "Dasar bodoh!"
🍁🍁🍁
Bersambung…