JANGAN DI BOM LIKE PLISSS 😘🥰
Dhev si duda dingin dan tidak berperasaan akhirnya bisa jatuh cinta lagi dan kali ini Dhev mencintai gadis yang usianya jauh lebih muda.
Dhev, Nala dan Kenzo. Di dalam kisah mereka terdapat kesedihan masa lalu dan harapan untuk hidup bahagia.
Mampir? Jangan lupa tinggalkan jejak like, komen dan gift/votenya, ya. Terimakasih 🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mala Cyphierily BHae, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berselimut Kabut
Lagi-lagi berselimut kabut gelap, itulah yang Nala rasakan saat ini, gadis berwajah imut itu sedang menangis di atas kasur lepeknya, meringkuk tanpa suara seorang diri di kontrakan.
Ingin menangis meraung, ia tahan karena malu, tidak ingin menjadi pusat perhatian para tetangganya.
Padahal, hatinya sangat rapuh. Lagi-lagi tak mengerti apa yang terjadi, ia merasa kalau ujian dalam hidupnya terlalu berat.
"Ya Tuhan, apakah hamba ada melakukan kesalahan besar sampai engkau menghukum hamba seperti ini?" rintih Nala dengan derai air mata yang tak berhenti menetes dari mata indahnya.
"Hikz... hikz... hikz," tangis Nala terdengar sangat pilu, menangis menahan semua perasaan dan beban hidupnya seorang diri.
"Apa yang harus kulakukan? Apa yang harus ku kerjakan sekarang?" Nala bingung dengan nasibnya ke depan.
"Apa aku melamar kerja aja? Tapi... tau sendiri, nyari kerjaan sekarang susah!"
Nala merubah posisi tidurnya menjadi terlentang, menatap langit-langit kamarnya dan memanggil ayah, ibunya.
"Kenapa kalian pergi tidak mengajakku?" tangis Nala yang kembali pecah.
****
Semakin lama menemukan Nala semakin membuat Amira merasa tidak tenang.
Wanita tua itu terus dihantui rasa bersalah dan bayang-bayang Bobi yang memintanya untuk menjaga Nala.
Amira yang mondar-mandir di tepi ranjang itu kembali menatap Ken yang sudah terlelap di ranjang kamarnya.
Kemudian Amira memilih untuk ikut tidur dan esok pagi akan pergi ke makam almarhum suaminya dan almarhum Bobi yang di makamkan di pemakaman yang sama.
Amira memeluk Kenzo penuh dengan kehangatan.
****
Keesokan paginya, Amira yang sedang mengurus Ken itu melihat Dhev yang berdiri di pintu kamar Ken.
Dhev memperhatikan Amira yang sedang menemani Ken bersiap ke sekolah, sementara Ken yang sedang memasukkan buku ke dalam tas itu tak menyadari kalau ayahnya berdiri di pintu kamarnya.
"Sayang, sudah siap?" tanya Amira yang tak ingin menghiraukan Dhev. Amira ingin membalas sikap Dhev yang acuh tak acuh padanya.
"Sebentar lagi, Omah."
Ken menjawab dengan mengambil topi sekolahnya.
"Ken, kalau kamu masih tidak enak lebih baik di rumah saja dulu, omah takut kamu kenapa-napa di sekolah," kata Amira yang sedang duduk di kursi meja belajar Ken.
Sedangkan Dhev yang merasa diabaikan itu memilih untuk turun ke lantai bawah dan menikmati kopi yang sudah siap di meja ruang keluarga.
Dhev meminum kopi dengan membaca koran.
Tidak lama kemudian, Amira dan Ken turun dan Dhev merasa kalau usahanya memindahkan Amira di kamar bawah itu sia-sia karena Dhev masih melihat Amira mondar-mandir naik-turun tangga.
Amira hanya mengantarkan sampai ke pintu dan Ken tidak mempermasalahkan itu.
"Dah, Omah!" Ken melambaikan tangan pada Amira lalu masuk ke mobilnya.
Amira pun membalas lambaian itu. "Hati-hati, sayang!" seru Amira.
Setelah tak terlihat, Amira kembali masuk dan ternyata Dhev sudah menunggu.
"Mah, ada yang ingin Dhev sampaikan," kata Dhev seraya bangun dari duduknya dan mengikuti langkah Amira di belakangnya.
Amira terus berjalan sampai ke meja makan untuk melanjutkan sarapan yang tertunda.
"apa, sampaikan saja!" ketus Amira.
Dhev pun ikut menarik kursi lalu duduk di tempat biasanya.
"Mah, Dhev lihat keluarga kita baik-baik saja. Ken juga sudah cukup bahagia ada mamah yang merawatnya, lalu kurang apa lagi, Mah? Sedangkan Dhev tidak berniat untuk mencari istri lagi."
"Tapi mamah tidak akan selalu ada, Dhev. Mamah sudah tua, tidak tau sampai kapan akan menemani kalian," jawab Amira dengan terus menyantap sarapan nasi goreng spesial daging tanpa melihat ke arah anaknya.
"Mah, apa Dhev harus menjawab kalau saat mamah tiada nanti Kenzo sudah tumbuh besar dan bisa mengurus dirinya sendiri? Umur tidak ada yang tau, Mah! Jangan pikirkan siapa yang merawat Dhev, selama ini Dhev baik-baik saja dan bisa mengurus diri sendiri!" kesal Dhev yang lagi-lagi mendengar Amira seolah akan mati esok hari.
Dhev mengurungkan niatnya untuk sarapan bersama, pria itu bangun dari duduknya dan segera melangkahkan kaki keluar untuk ke kantor.
Tetapi, suara Amira menghentikan langkah kakinya.
"Baiklah, lagi pula Kenzo adalah tanggung jawabmu! Tetapi, gadis itu adalah tanggung jawab mamah, Dhev. Kenapa kamu susah sekali membawa gadis itu ke rumah ini? Mamah merasa bersalah atas kematian ayahnya, setiap hari mamah dihantui oleh rasa bersalah dan dituntut untuk bertanggung jawab, Dhev!"
Amira menangis, meletakkan sendok dan garpunya secara kasar sehingga menimbulkan suara.
Amira bangun dan berjalan melewati Dhev yang mematung. Pria yang sudah rapi itu menggelengkan kepala, pagi-pagi sudah harus pusing memikirkan masalah rumah di rumah.
Amira masuk ke kamar dan membanting pintu kamarnya.
Dhev yang berhati dingin itu memilih untuk berangkat ke kantor.
Hari ini Dhev tidak dapat fokus bekerja, walaupun dirinya di sibukkan dengan pekerjaan, tetapi pikirannya selalu ke Amira.
"Atau anak itu saja ku bawa ke rumah? Siapa tau dengan begitu Mamah tidak memintaku untuk menikah lagi," gumam Dhev seraya bangun dari duduk, pria berkemeja biru itu melepaskan dasi lalu keluar dari ruangannya.
Dhev yang merupakan seorang CEO di sebuah perusahaan itu sudah pasti memiliki sekretaris, orang kepercayaan yang dapat diandalkan.
Dhev mengetuk pintu ruangan sekretaris lalu membukanya. Dhev yang berdiri di pintu itu meminta untuk mengurus pekerjaan hari ini.
****
Nala sedang membersihkan pangkalannya dari sisa dagangan dan pecahan beling semalam.
Merasa lelah membuat Nala memilih untuk duduk begitu saja di tanah, menekuk lututnya.
Tangan kanannya mengelap peluh yang menetes, setelah itu Nala meraih es teh miliknya yang berada tidak jauh darinya duduk.
Belum sempat menyeruput es itu sudah datang seorang pria gendut yang tiba-tiba menangkis gelas Nala sampai gelas itu terlempar.
Nala terkejut dan segera melihat siapa yang melakukan itu.
"Om."
Setelah mengetahui siapa yang datang, Nala sudah tau kalau dirinya akan mendapat makian dan hinaan.
Ya, Nala sudah tau betul dengan watak orang tua Ririn.
"Melotot lagi kamu!" geram pria gendut itu yang tak lain papah Ririn.
Nala segera bangun dari duduk dan masih berusaha sesopan mungkin pada orang yang lebih tua darinya.
"Maaf, ada perlu apa, Om?"
"Jangan basa-basi kamu, di mana anak saya? Gara-gara berteman dengan kamu, anak saya tidak lagi mau menurut!" bentak papah Ririn.
"Saya tidak tau di mana Ririn, Om." Nala mencoba meyakinkannya.
"Halah!" bentak papah Ririn seraya mengangkat tangan bersiap untuk menampar Nala dan lagi-lagi Nala merasa beruntung karena ada Dhev yang menahan tangan papah Ririn.
Pria gendut itu ternyata bernyali ciut, baru saja ditatap oleh mata tajam Dhev sudah mundur.
"Awas kamu! Urusan kita belum selesai selama Ririn belum pulang!" ancam pria gendut dan botak itu seraya menunjuk Nala.
Nala hanya bisa menatap tak mengerti pada papah Ririn.
Dan kali ini, Nala tidak lupa mengucapkan terimakasih pada Dhev.
"Terimakasih," ucap Nala pada Dhev yang sudah berbalik badan, melangkahkan kaki ke mobilnya berada.
Dhev sama sekali tak merespon Nala, ia hanya membukakan pintu mobil dan berkata dengan dinginnya.
"Masuk!" perintah Dhev.
Mendengar itu membuat Nala tidak mengerti dengan maksud Dhev. Maukah Nala ikut bersama dengan Dhev?
Bersambung