NovelToon NovelToon
The Secret Marriage

The Secret Marriage

Status: sedang berlangsung
Genre:Dosen / Pernikahan Kilat / Nikahmuda / Persahabatan / Cinta Seiring Waktu / Romansa
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: Marfuah Putri

Adelina merupakan seorang selebgram dan tiktokers terkenal yang masih duduk di bangku SMA.

Parasnya yang cantik serta sifatnya yang periang membuatnya banyak disukai para followers serta teman-temannya.

Tak sedikit remaja seusianya yang mengincar Adelina untuk dijadikan pacar.

Tetapi, apa jadinya jika Adelina justru jatuh cinta dengan dosen pembimbing kakaknya?

Karena suatu kesalahpahaman, ia dan sang dosen mau tak mau harus melangsungkan sebuah pernikahan rahasia.

Pernikahan rahasia ini tentu mengancam karir Adelina sebagai selebgram dan tiktokers ratusan ribu followers.

Akankah karir Adelina berhenti sampai di sini?

Akankah Adelina berhasil menaklukkan kutub utara alias Pak Aldevaro?

Atau justru Adelina memilih berhenti dan menyerah?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marfuah Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Syarat Untuk Al

"Lo yakin masih mau ngelanjutin rencana itu?" Ardan bertanya seraya menyesap americano nya.

Ya, Ardan mengetahui tentang segala rencana yang telah aku susun. Ia juga mengetahui alasan dibalik pernikahanku dengan Adelina.

Aku mengangguk ragu. Entah, setelah cukup lama tinggal dengan gadis itu aku merasa ragu untuk menjalankan rencanaku. Karena ia yang sangat mirip dengan Keyla atau karena alasan lain, aku tak mengerti.

"Terus gimana kalau dia tau soal rencana lo. Apa lo udah pikirin gimana perasaan dia?" tanya Ardan lagi.

Aku semakin ragu dengan langkah yang kuambil. Ada rasa berat saat aku kembali memikirkan gadis itu.

"Entahlah. Memang kenapa kalau dia tau? Palingan dia cuma minta pisah dan benci sama gue," jawabku seraya menyesap americano milikku.

Ardan menggelengkan kepala. Mungkin ia tak habis pikir dengan pikiranku yang selalu menggampangkan segala sesuatu.

"Lo pikir perasaan perempuan segampang itu? Lo pikir dengan perpisahan semuanya beres? Ada gila-gilanya emang lo, ya," ketusnya.

Aku menoleh kemudian mengangkat alisku. "Gue emang gila. Bukannya lo tau kenapa gue gila?" sahutku.

Lagi-lagi Ardan menggelengkan kepalanya. "Jangan jadiin Naya alasan buat lo nyakitin perempuan lain, Al. Perasaan perempuan gak sebercanda itu," katanya kemudian bangkit berdiri. "Inget Al, gadis itu gak salah. Dia gak tau apa-apa soal permasalahan di keluarga lo. Jangan sampai dia jadi korban karena keegoisan lo," lanjutnya kemudian meninggalkanku dengan pikiran yang kalut.

Ini bukan tentang Naya. Ini hanya tentang aku yang tak terima dengan kematian Keyla. Dan papa yang tanpa bersalah menikahi calon istriku. Tapi, Ardan benar. Delina memang gak ada hubunganya dengan keluargaku.

Apa aku sudahi saja rencana yang telah tersusun ini?

...🍉🍉...

Malam harinya kulewati bersama sepi tanpa mimpi. Berkali-kali aku kembali mengerjapkan mata setelah sekuat tenaga memaksa sepasang mataku untuk tertutup. Meraba bagian ranjang yang kosong melompong di sampingku.

Ada rasa aneh yang menjalar saat menatap kekosongan itu. Biasanya ada seonggok tubuh elok yang terbaring dengan tenangnya di sana. Memunggungiku seraya memeluk boneka hello kitty yang pernah kubelikan beberapa waktu lalu.

Tapi, sampai mentari kembali menyapa, boneka itu masih utuh tergeletak di atas bantal. Tak ada yang memeluknya untuk sekedar mencari kehangatan.

Diselimuti rasa gelisah, aku menatap kontak Delina. Menyentuh profilnya yang langsung menampakan wajah manis gadis itu. Senyum kecil terbit di bibirku. Gadis itu nampak cantik dengan pose duduknya. Rambutnya yang panjang dibiarkan tergerai.

Benar-benar, 'Fabiayyi ala irobbikuma tukadziban', (Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan.)

Aku scroll history chat yang penuh dengan pesan-pesan rindu darinya sambil memakan sarapanku. Kadang ia akan memberikan gombalan-gombalan garing untukku. Atau sekedar bertanya apa aku sudah berak hari ini. Konyol memang, tapi itulah yang selalu dia kirimkan saat aku belum pulang.

Tapi justru kekonyolan kecil seperti ini yang kini kurindukan. Rindu? Itukah yang kurasakan dua hari ini?

Entah ia sedang apa sekarang. Apa ia juga merasakan rasa yang sama sepertiku atau ia sedang berusaha untuk melupakanku? Yah, aku sadar. Aku sudah kelewatan dengannya. Mungkin karena itu ia memilih pulang ke rumah orang tuanya.

Kuketik tiga huruf di keyboardku.

[Del.]

Kirim, jangan?

Tiga huruf itu terkirim dengan centang satu. Terlihat ia terakhir online malam tadi. Tapi, dia nggak ngechat. Apa dia masih marah denganku?

Kemarin setelah pulang dari rumah Ardan, aku mencoba menghubunginya. Tapi aku malah diceramahin oleh mba-mba operator. Katanya pulsaku habis. Ah, sial!

Sungguh, aku merasa sangat sepi tanpa gadis itu. Padahal sebelum bertemu dengannya aku baik-baik saja di rumah ini sendiri. Tak ada yang berbeda, hanya ia yang hilang. Tapi mengapa rasanya seperti seluruh rumah ini tak ada apa-apa tanpanya?

Memang benar, kehadiran seseorang mampu mengubah warna duniamu meski gelap sekalipun.

...🍉🍉...

Siang ini setelah selesai dengan urusan kampus, aku melajukan mobil menuju ke sekolah Delina. Tapi, nihil. SMA Athena nampak sepi, kulirik pergelangan tanganku. Pantas saja, ini sudah hampir pukul tiga sore. Hanya segelintir siswa yang masih terlihat melaksanakan ekskul.

Segera kutancap gas menuju rumah mertuaku. Rasa rindu yang membuncah di dada sudah tak bisa kutampung lagi. Bergegas aku ke luar dari dalam mobil setelah memarkirkan mobilku di halaman rumah bercat biru pastel itu.

Aku mengetuk pintu dengan tergesa. Terdengar sahutan dari dalam sana yang di susul dengan terbukanya pintu berwarna putih gading.

"Assalamualaikum, Bunda." Aku menyalami ibu mertuaku seraya tersenyum ramah.

Ia pun tersenyum melihat kehadiran menantunya kemudian mempersilakanku masuk.

"Pasti mau jemput Adel, ya?" tebaknya yang langsung kuangguki.

"Iya, Bun. Baru bisa jemput sekarang, dari kemarin sibuk," sahutku.

Wanita paruh baya itu kembali tersenyum kemudian pamit untuk memanggil putrinya di lantai atas kamarnya.

"Bun, adek gak mau turun." Suara yang sudah pas masuk di telinga terdengar dari lantai atas.

Mataku menyipit untuk melihat apa yang terjadi. Gadis dengan kaos oblong serta celana jeans selutut itu menolak saat bunda memintanya untuk turun.

"Gak mau turun gimana, itu suamimu nungguin di bawah." Masih dengan suara lembutnya, ibu mertuaku meminta Delina untuk menemuiku.

Gadis itu cemberut, kemudian mengintip ke bawah. Di mana aku tengah menatap  perdebatan antara dua wanita berbeda umur itu. Ia langsung membuang pandangannya saat manik kami bertemu. Sepertinya, gadis itu benar-benar marah padaku.

"Sudah cepat turun sana, temui suamimu." Ibu mertuaku mendorong pelan tubuh Delina membuat gadis itu maju beberapa langkah.

Dengan wajah yang kesal, gadis itu menuruni tiap-tiap anak tangga. Aku tertawa kecil menatap ekspresinya yang nampak lucu di mataku. Dia seperti anak kecil yang tengah ngambek saat tidak dibelikan permen.

Dia berhenti di samping sofa. Tangannya terlipat di depan dada dengan tampang kesalnya. Aku menepuk bagian kosong di sofa sampingku.

"Duduk," pintaku.

Dia tak peduli. Tetap dengan wajah kesalnya yang tak mau menatapku. Aku menarik tangannya membuatnya memekik.

"Mas!" pekiknya.

"Kan sudah saya bilang duduk," sahutku.

Dengan tampang yang semakin kesal ia mengomel, "Tapi jangan ditarik juga tangannya. Sakit, tau!" ocehnya seraya mengibaskan tangannya yang kutarik tadi.

Kuraih tangannya kemudian meniupnya pelan. Ia berhenti mengomel. Justru kini ia menatapku yang tengah meniup tangannya.

Mataku beralih menatap sepasang mata hazelnya. Pipi halusnya nampak bersemu merah. Aku tersenyum lembut yang menambah guratan merah di pipi itu. Untuk beberapa saat kami saling diam menikmati keindahan mata masing-masing.

"Ehem! Tadi bilangnya gak mau ketemu, sekarang malah liat-liatan." Suara Bunda memutus kontak mata di antara kami.

Gadis itu segera menarik tangannya dan membuang asal wajahnya. Bunda tersenyum kecil melihat tingkah malu-malu kami.

"Ayo, diminum kopinya, Nak," ucapnya seraya meletakkan secangkir kopi dan beberapa camilan.

Aku mengangguk, seraya tersenyum malu. Rasanya gimana gitu ke-gep sama mertua sendiri.

"Del?" panggilku setelah suasana kembali hening.

"Ya?" sahutnya.

"Saya minta maaf," ucapku seraya menatap gadis di sampingku.

Aku meraih tangannya yang bertaut. Menggenggamnya erat. Dia hanya diam menatapku.

"Aku mau maafin, Mas. Tapi dengan satu syarat."

"Syarat?"

Delina tersenyum simpul. Entah syarat seperti apa yang dipikirkan otak kecilnya itu.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!