NovelToon NovelToon
PERANGKAP CINTA

PERANGKAP CINTA

Status: sedang berlangsung
Genre:Obsesi / CEO / Percintaan Konglomerat / Nikah Kontrak / Cintapertama / Cinta Murni
Popularitas:224
Nilai: 5
Nama Author: Fuji Jullystar07

apa jadi nya semula hanya perjalan bisnis malah di gerebek paksa warga dan di nikahi dwngan ceo super galak???

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fuji Jullystar07, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

episode 5

Pagi itu, Calista mengenakan blus putih rapi dengan blazer hitam kesayangannya. Rambutnya diikat ekor kuda, sepatu hak rendah mengayun cepat di sepanjang lorong villa. Ia menggenggam tablet berisi data dan rencana kerja untuk hari ini. survei pasar produk terbaru perusahaan. Jadwal sudah disiapkan, data awal sudah dianalisis, dan semua vendor telah dikontak. Tapi semua persiapan itu seolah tidak ada artinya begitu Arsenio muncul.

“Pagi, Cal,” sapa pria itu dari balik kaca jendela mobilnya yang mewah, kacamata hitam bertengger santai di hidungnya.

Calista berhenti, keningnya berkerut. “Pak Arsenio? Kita—”

“Ayo masuk,” potong Arsenio, membuka pintu mobil untuknya. “Kita berangkat sekarang.”

“Surveinya di mana, ya? Bukannya kita ke pusat perbelanjaan?” tanya Calista sambil masuk ke dalam mobil.

Arsenio tidak menjawab langsung. Ia hanya mengarahkan mobil ke jalan utama, senyum kecil terukir di wajahnya. Setelah beberapa menit, Calista melihat peta digital di dashboard mobil arah mereka ternyata menuju taman bermain?

Calista menoleh cepat. “Pak? Ini arahnya ke FunZone Park.”

“ Ya.”  jawab Arsenio, santai sekali. “Tempat survei hari ini.”

Calista menatapnya tidak percaya. “Taman bermain? Tapi,bukannya kita mau survei pasar?”

Arsenio mengangkat alisnya, menoleh sebentar sebelum kembali ke jalan. “Siapa bilang survei harus di ruang rapat?”

Calista masih bingung, dan Arsenio sudah memarkir mobilnya, turun lebih dulu, lalu membuka pintu di sisi Calista. “Ayo. Jalan jalan dulu. Baru nanti kita bahas data.”

Meski merasa aneh, Calista ikut juga turun.

Taman bermain itu penuh warna, penuh tawa anak-anak dan keluarga yang berlarian ke sana kemari. Calista merasa canggung saat mengikuti Arsenio menuju loket tiket.

“Kita mau  main?” tanyanya, setengah berbisik.

“Main sambil observasi,kau tahu, pengalaman langsung bisa memberi lebih banyak wawasan dari pada grafik Excel,” katanya sambil membayar dua tiket gelang harian.

Arsenio menyerahkan satu gelang ke Calista. “Kalau kamu takut kotor atau pusing, masih bisa mundur sekarang.”

Calista mendengus. “Saya profesional, Pak.”

“Bagus,” senyum Arsenio lebar. “Karena wahana pertama kita mobil mobilan tabrak!”

Seketika, Calista ingin menarik ucapannya barusan.

“Pak, saya serius. Ini beneran buat survei pasar?” tanya Calista sambil memasang sabuk pengaman di mobil mobilan kecil berwarna merah menyala.

“Serius. Kita lihat bagaimana reaksi orang terhadap produk hiburan, interaksi pengunjung, dan tentu saja kenikmatan langsung,” jawab Arsenio yang duduk di mobil biru di depannya. Ia menoleh ke belakang, tersenyum jail.

“Dan bonusnya, kamu bisa nabrak bosmu tanpa kena SP.”

Belum sempat Calista membalas, klakson tanda mulai dibunyikan. Mobil-mobilan pun melaju pelan, saling menabrak dengan bunyi ‘duk’ dan gelak tawa ledekan dari arsenio. Calista mencoba menyetir pelan, tapi Arsenio langsung menghantam sisi mobilnya dengan tawa puas.

“Pak!” serunya, kaget tapi tidak bisa menahan senyum. Ia membalas dengan dorongan kecil dari arah samping.

Tawa mereka pecah. Entah kenapa, suasana serius seolah menguap begitu saja. Calista merasa ringan. Untuk pertama kalinya dalam waktu lama, dia lupa bahwa dia harus tampil sempurna, harus serba siap, harus logis setiap saat. Sekarang, dia cuma seorang perempuan yang menabrak-nabrakkan mobil mainan dengan bosnya.

Selepas mobil mobilan, mereka berjalan menuju korsel. Lampu lampu berwarna pastel berkelap kelip di atas kuda kuda kayu yang berputar pelan. Musik lembut mengalun, membawa kenangan masa kecil yang samar.

“Yang ini juga bagian dari survei?” tanya Calista, mulai terbiasa dengan ketidak masuk akalan hari ini.

“Pikirkan ini sebagai pengumpulan data emosional,” sahut Arsenio.

“Pilih kudamu, Cal.”

Ia memilih kuda hitam di tepi luar, dan Calista akhirnya duduk di kuda putih beraksen emas di sebelahnya. Saat korsel mulai berputar, Calista tertawa pelan. “Ini pertama kalinya saya naik korsel lagi setelah entahlah, SD mungkin?”

Arsenio menoleh ke arahnya. “Saya dulu sering ke taman bermain tiap libur. Dulu orang tua saya kerja terus, jadi pengasuh saya yang sering bawa ke sini.”

Calista menatapnya, sedikit terkejut. “Serius?”

“Yap. Dulu saya pikir taman bermain ini kecil tapi sekarang kelihatannya justru lebih hidup.”

“Mungkin karena kita udah besar. Dulu kita cuma lihat mainan, sekarang kita lihat kenangan,” kata Calista, tanpa sadar.

Arsenio menatapnya sejenak, matanya menelusuri wajah Calista yang tampak lembut dalam cahaya lampu korsel. “ waw apa kamu ngomong suka  sepuitis ini ?”

Calista terkekeh. “Tergantung siapa yang duduk di seberang saya.”

Calista dan arsenio langsung ke permainan selanjutnya yaitu bianglala, pemandangan taman dari atas terlihat luar biasa. Cahaya senja mulai turun, mewarnai langit dengan nuansa jingga keemasan.

Calista menatap keluar jendela. “Indah banget ya, kita terlalu sering lihat angka sampai lupa nikmatin hal kayak gini.”

Arsenio tidak langsung menjawab. Ia menatap Calista dengan sudut matanya, lalu bertanya pelan, “Kamu suka kerja di perusahaan saya, Cal?”

Pertanyaan itu terasa seperti jebakan, tapi nadanya tulus. Calista menghela napas, lalu menjawab jujur .

“Saya suka tantangannya. Tapi kadang terlalu banyak tekanan. Semua pekerjaan harus sempurna agar saya bisa bertahan di perusahaan bapak, Padahal saya juga manusia bisa aja melakukan kesalahan.”

Arsenio diam beberapa detik, lalu mengangguk. “Saya juga sering ngerasa gitu.”

Kejutan kecil bagi Calista. Sosok Arsenio selama ini selalu tampak tenang, rapi, seperti sudah tahu segalanya. Tapi hari ini dalam kabin kecil di atas ketinggian, Calista melihat sisi yang berbeda lebih manusiawi, lebih hangat

Setelah turun dari bianglala, mereka berdua seperti anak kecil yang kelewat larut main. Mereka mencoba bandana, yang ternyata membuat Arsenio terlihat imut dan lucu. Calista sampai tertawa lepas melihat penampilan bosnya.

“Udah udah cukup jangan ketawa mulu,” Arsenio memegangi dada sambil tertawa sendiri. “cukup sekali saya pake ini ”

Lalu mereka masuk photobox. Saat tirai ditutup, ruangannya jadi kecil dan sempit, membuat bahu mereka saling bersentuhan.

“Pose pertama ekspresi formal,” kata Calista, duduk tegak.

Klik.

“Pose kedua  ekspresi marah.”

Klik.

“Pose ketiga"  Arsenio tiba-tiba merangkul bahu Calista dan membuat wajah lucu. “Konyol total!”

Klik.

Mereka keluar dari photobox sambil tertawa dan menatap hasil cetakan foto yang kacau tapi penuh tawa. Calista memandangi fotonya. “Saya kelihatan kayak anak SMA.”

“gak kamu kaya anak SD pake seragam SD lagi mereka percaya kamu anak SD ” ledek Arsenio

" Mana ada anak SD setua saya "  Kesal Calista

" Karna  kamu pendek, setinggi anak SD "

" Saya gak pendek pak, bapak nya aja ketinggian kaya gapura kabupaten "

Kesal Calista melangkah sambil menyimpan foto dalam dompet.

Arsenio langsung menarik calista.

“Last ride,” kata Arsenio sambil menunjuk rumah hantu. “Berani?”

“Berani dong,” jawab Calista dengan gaya menantang yang segera ia sesali saat pintu rumah hantu tertutup dan kegelapan menyelimuti mereka.

Pocong muncul menyambut mereka membuat Calista ketakutan langsung merapatkan ke Arsenio, dan mahluk horor lainya menganggu mereka.

Suara langkah, jeritan, dan efek suara menggetarkan ruang. Calista menggenggam lengan Arsenio tanpa sadar saat tiba-tiba sesuatu menjatuhkan boneka dari langit-langit.

“Ini bukan bagian dari survei kan?” tanya Calista setengah menjerit.

“Ini bagian dari  membuktikan siapa yang lebih penakut,” jawab Arsenio, suaranya gemetar juga tapi harus pura pura gentle.

Mereka keluar dengan napas terengah engah

" Akhir nya kita keluar "

" Pak tadi saya takut banget "

" lebay "

" Pak di belakang bapak ada kunti " Calista menakutin Arsenio sukses buat arsenio pucat dan menoleh kebelakang dan tidak ada apa apa Calista hanya tertawa melihat ekpresi bos tiran nya dan sukses bikin Arsenio kesal dan mengejar Calista dan mereka kejar kejaran sampe kelelahan,mereka duduk di bangku taman, Arsenio membeli eskrim.

Mereka menikmati es krim. Jam menujukan jam 7 malam cahaya lampu taman menari-nari di wajah mereka.

“Jadi,” kata Calista pelan, “ini maksudnya survei lapangan?”

Arsenio menoleh, menyandarkan tubuh ke belakang. “Kadang, buat ngerti orang, kita harus ngerti apa yang bikin mereka tertawa, apa yang bikin mereka nyaman. Angka bisa bohong, Cal. Tapi ekspresi enggak bisa.”

Calista menatap es krimnya yang mulai mencair. “Terus, apa yang Pak Arsenio dapat dari hari ini?”

Pria itu berpikir sebentar. “Saya tahu bahwa kamu bukan cuma analis yang jago excel. Tapi juga orang yang butuh waktu buat jadi diri sendiri.”

Kalimat itu membuat dada Calista hangat. Ia tidak menjawab, hanya mengangguk pelan.

Di perjalanan pulang, mereka diam cukup lama. Tapi bukan diam yang canggung diam yang nyaman, seperti dua orang yang tidak perlu berkata apa apa untuk merasa terhubung.

1
robleis_XD
Gak sabar lanjut ceritanya
Robert
Bikin ketawa sampe perut sakit.
dziyyo
Satu kata buat cerita ini: keren abis!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!