"Uang lima puluh ribu masih kurang untuk kebutuhan kita, Mas. Bukannya Aku tidak bersyukur atas pemberian dari mu dan rezeki kita hari ini. Tetapi itu memanglah kenyataannya." kata Zea, dia wanita berusia 25 tahun yang sudah memiliki dua anak, istri dari Andam pria yang sudah berusia 37 tahun ini.
"Apa katamu?" geram Andam. "Lima puluh ribu masih kurang? Padahal Aku setiap hari selalu memberi kamu uang Zea, memangnya uang yang kemarin Kamu kemana'kan, Hah!" tanya Andam, dia kesal pada Zea karena menurutnya dia sangatlah boros menggunakan uang.
Setiap hari dikasih uang masa selalu habis, kalau bukan boros, apa itu namanya? Setiap hari padahal Andam sudah mati-matian bekerja menjadi pedagang buah dipasar pagi, tentu saja dia kesal karena Zea selalu mengeluh uangnya habis.
"Mas, Aku sudah katakan! Uang yang setiap hari Kamu kasih untukku belum cukup untuk kebutuhan kita! Kamu mendengar tidak sih!" teriak Zea, dia sudah lelah memberitahukan pada suami tentang hal ini.
penasaran? baca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Taurus girls, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ZTS 25
"Tante pamit pulang ke kota ya kalian baik-baik disini." seru Zea sembari melepas pelukan dengan senyum bahagia sekaligus terharu.
Nia dan Nio mengangguk. "Semoga Tante cepat bertemu anak-anak Tante dikota." jawab Nia tersenyum.
"Daaa ... ." Zea melambai tangan sambil berjalan menjauh dari rumah kayu sederhana milik Nia dan Nio.
Setelah jauh dari sana Zea berdiri dipinggir jalan dan tidak selang lama ada satu angkot datang lalu Zea melambai tangan meminta angkot tersebut untuk berhenti.
"Berhenti pak ... !" seru Zea. Dan dia naik ke dalam angkot setelah angkot tersebut berhenti didepannya.
"Mau kemana Neng?" tanya sopir angkot sambil kembali menjalankan mobil angkotnya.
"Ke jalan Pancawarna ya, Pak." jawab Zea.
"Siap Neng." jawab si sopir angkot.
Tetapi, baru beberapa kilo meter angkotnya berjalan kini kembali berhenti saat ada seorang lelaki memakai jaket levis melambai. Angkot pun berhenti dan lelaki tersebut pun masuk ke dalam angkot duduk disebelah Zea dan angkot kembali berjalan.
Zea terlihat santai sambil menatap sekitar pedesaan yang masih sangat alami dan terlihat sepi. Namun, tiba-tiba ada sesuatu yang terasa dingin menyentuh kulit lehernya dan Zea segera melihatnya. Betapa terkejutnya saat pi.sau putih mengkilap ternyata sudah menempel dilehernya.
"Aaa ... ! Apa yang kamu lakukan? Aku tidak mengenalmu!" Zea berteriak ketakutan membayangkan pi.sau tersebut menggores lehernya yang mungil.
"Serahkan semua barang-barangmu atau lehermu akan aku pa.tahkan!" kata laki-laki yang memakai jaket levis.
Sopir angkot menghentikan angkotnya dan sedikit melirik ke belakang. Tatap matanya bertemu dengan mata lelaki yang sedang menodong pisau tersebut. Keduanya pun mengangguk dan sopir angkot terdiam tak bergerak.
"Cepat serahkan barang-barangmu!" kata si lelaki tersebut lagi.
Zea menggigil ketakutan dia diam membisu dan dia tidak berani menoleh sedikit pun bahkan dia sejak tadi berusaha menahan napasnya. Jantungnya berdebar tidak karuan dan berharap ada yang mau menolongnya.
"Kamu tu.li ya! CEPAT SERAHKAN BARANG-BARANGMU ... !"
"Aku tidak punya apa-apa tolong lepaskan aku." lirih Zea yang semakin takut karena lelaki itu semakin menekan pi.saunya yang dingin menempel dikulit lehernya. Air mata mulai mengalir dipipi Zea. Dia benar-benar takut saat ini.
"ALASAN ... !" teriak si lelaki. "Baiklah, jika tidak bisa diminta dengan baik-baik aku akan mengambilnya sendiri!" kata si lelaki dan segera mengambil paksa uang Zea di saku celananya.
Zea melotot. "Jangan ambil! Ini uang untuk ongkos ku ke kota! tolooong ... tolong jangan ambil uang ku!" Zea histeris berusaha menahan uang sisa yang dia punya saat lelaki itu berusaha memgambil dari dalam saku celananya.
Tapi apalah daya Zea hanya seorang wanita yang memiliki tenaga tak seberapa dan dia tetap tidak berhasil mempertahankan uangnya.
"CEPAT TURUN... !" si lelaki menyeret Zea dengan kasar untuk keluar dari dalam mobil angkot dan melempar Zea ke pinggiran jalan.
"Aw ... !" Zea merasa sakit saat keningnya membentur aspal. Dia hanya bisa menangis nelangsa saat ini. "Uang ku ... !" Zea menutup wajah dengan kedua telapak tangan dia tidak tahu harus apa sekarang. Zea tidak punya uang untuk pulang ke kota.
"Huhuhu ... !" Zea menangis.
Zea ... bertaubat lah Zea sebelum ajal menjemput mu. Tuhan masih memberi mu kesempatan hidup. Ayo gunakan untuk bertaubat.
Zea berhenti menangis dia melihat sekitarnya dan di sana tidak ada siapapun lalu siapa yang bicara barusan. Zea berdiri dengan kebingungan melanda.
"Kamu siapa? Kamu di mana?" tanya Zea sambil berjalan mencari sumber suara.
Kamu tidak perlu tahu aku siapa. Aku hanya mengingatkan mu untuk segera bertaubat. Tuhan masih menyayangi dan memberikan kamu kesempatan untuk meminta maaf pada anak-anak dan suami mu beserta orang yang kamu zalimi.
Zea mengerutkan kening seperti tidak asing dengan suara tersebut. Zea terbelalak saat beberapa menit teringat suara tersebut.
"K-kamu J-jihan, kan?!" tebak Zea kaget dan takut.
Ha ... Ha ... Ha ... !
"Mengapa kamu tertawa Ji? Maafkan aku seharusnya aku melaporkan Kendra ke po.li.si bukan malah membantunya membuang mu. Jihan, ku mohon maafkan aku," kata Zea dia semakin merasa bersalah dan takut dia tidak percaya jika arwah Jihan akan mendatanginya seperti ini.
"Jihan, kenapa kamu diam saja kamu memaafkan aku, kan?"
Hening
"Jihan!" panggil Zea lagi tapi suara Jihan yang misterius itu tidak terdengar lagi. "Jihaaannn...!" Zea berteriak dia berharap Jihan akan memaafkannya.
"Eh, itu siapa ya? cantik-cantik kok teriak-teriak di pinggiran jalan."
"Itu orang gi.la kali, ih kita pergi saja yuk takut orang gi.lanya ngamuk."
"Ayo, Bu."
Zea yang sedang kalut tentu mendengar bisikan dua ibu-ibu tersebut. Zea menangis, dia meratapi nasibnya yang seperti sekarang ini. Mereka mengiranya orang gi.la padahal Zea tidak gi.la.
"Hiks ... maafkan aku Tuhan, aku banyak melakukan kesalahan. Mas Andam tolong aku. Aku ingin bertemu kamu dan anak-anak. Hiks ... ." Zea di liputi penyesalan.
...----------------...
Sementara di kontrakan, Andam dan kedua anaknya sedang berkemas karena mereka akan pergi ke suatu tempat. Setelah selesai Andam membawa anak-anak dengan motor bututnya meninggalkan kontrakan.
"Ayah, kita ingin pergi kemana?" tanya Gean yang duduk di boncengan belakang.
"Ada, nanti Gean pasti tahu. Pegangan Ge, Ayah mau menambah laju supaya cepat sampai tujuan." kata Andam.
"Baik, Ayah."
...----------------...
Beberapa hari kemudian.
Kendra pulang ke apartemen dengan tubuh sempoyongan. Dia terjatuh lemas di atas kasur kamar pribadinya. Sudah beberapa hari ini kemungkinan sudah hampir satu minggu lebih dia selalu saja tidak bisa tidur di malam hari. Jika dia terlelap sedikit saja dia akan terbayang wajah cantik Zea yang ketakutan saat dia dorong ke tebing curam.
Maka dari itu semenjak kejadian waktu itu Kendra selalu pergi ke club malam dan minum-minum serta bermain wani.ta demi menghibur pikiran yang selalu ada Zea.
"Sialan kamu, Ze. Bisa tidak jangan berada dalam pikiran ku terus, kamu kan sudah tiada." gumam Kendra, dia dalam keadaan ma.buk sekarang.
"Cinta ku ke kamu tulus Ze, hanya saja kamu mengetahui aku telah membu.nuh Jihan. Aku terpaksa menghabisi mu demi menghilangkan jejak ku. Dan yah, nyatanya po.lisi tidak bisa menangkap ku hingga sekarang. Katanya sudah terkantongi identitasnya tapi mana nyatanya aku masih bebas berkeliaran. Huh! Dasar kalian semua payah." gumam Kendra lagi.
Ha .... Ha ... Ha ... !
Sebentar lagi kamu akan mem.bu.suk di penjara! Ingat itu!"
Kendra mengerut kening dan memukul kepalanya hingga pening. "Suara siapa itu? Kenapa aku seperti mengenalnya?"
kesel dengan Zea yg mau saja diajak makan di apartemen lelaki, lebih kesel juga dengan Kendra.😡😡