NovelToon NovelToon
Me And Mr Mafia

Me And Mr Mafia

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Mafia / Balas Dendam / Roman-Angst Mafia / Gangster
Popularitas:676
Nilai: 5
Nama Author: HaluSi

Apa kamu bisa bertahan jika seorang yang kau kasihi dan kau hormati menorehkan luka begitu dalam.

Penghianat yang di lakukan sang Suami membuat Ellen wajib berlapang dada untuk berbagi segala hal dengan wanita selingkuhan Suaminya.

Ingin rasanya Ellen pergi menjauh namun Davit, Suaminya tidak mau menceraikan. Ellen di tuntut bertahan meski hampir setiap hari dia menerima siksaan batin. Bagaimana hati Ellen tidak sakit melihat lelaki yang di cintai membagi perhatian serta kasih sayang nya di pelupuk mata. Namun tidak ada pilihan lain kecuali bertahan sebab David tak membiarkannya pergi.

Suatu hari tanpa sengaja, Ellen di pertemukan dengan seseorang yang nantinya bisa menolongnya terlepas dari belenggu David.

Langsung baca ya👇

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HaluSi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 3

Maaf typo bertebaran🙏

Happy reading...

"Tidak bisa Ma." Jawab David saat Bu Sarah memintanya menceraikan Ellen.

"Apa yang perlu di pertahankan. Wanita itu tidak berguna. Kamu juga sudah punya Paula kan."

David menghela nafas panjang seraya menyandarkan punggung ke sofa. Bu Sarah tidak juga memahami bagaimana perasaannya pada Ellen. Meski Paula hadir di tengah mereka bahkan memberikan kebahagiaan berupa anak, tapi David masih sangat mencintai Ellen.

"Kenapa Mama tidak menikah lagi?" David malah melontarkan pertanyaan tersebut.

"Menikah?"

"Hum. Bukankah Papa sudah meninggal."

"Kamu bicara apa Nak? Mana mungkin Mama menikah lagi?" Jawab Bu Sarah.

"Mama masih cukup cantik."

"Mama hanya mencintai Papamu."

"Itu juga yang sedang ku rasakan. Aku sangat mencintai Ellen dan tidak akan menceraikannya sampai kapanpun." Bu Sarah terdiam tak bergeming." Aku istirahat dulu Ma." Imbuhnya sambil mengendurkan dasi.

"Jangan lupa nanti sore antarkan Mama ke arisan. Mama mau Ibu-Ibu arisan tahu soal kehamilan Paula." Tetap saja Ellen harus pergi. Nanti ku pikirkan cara lain. Batin Bu Sarah.

"Hum, aku sudah berbicara dengan Paula."

"Ya sudah istirahatlah."

David mencium pipi kanan Bu Sarah lalu berjalan masuk kamar utama yang kini sudah menjadi milik Paula. Ellen wajib pindah ke kamar lain walaupun harus melewati perdebatan panjang.

Rasa cinta yang David bicarakan tidak sesuai dengan sikapnya. Seolah tidak memiliki rasa, Ellen di tuntut patuh tanpa bisa protes. Bukankah seharusnya David bisa berlaku adil untuk menjaga perasaan Istri nya terutama Ellen, sosok yang merasa tersingkirkan. Namun kenyataannya, sikap David tampak berat sebelah dan semakin menjadi-jadi sejak Paula di nyatakan hamil.

.

.

.

.

Ellen mengguyur tubuhnya di bawah shower. Perdebatan singkat dengan Bu Sarah membuat otaknya sedikit memanas. Ellen yang sebenarnya ingin bebas, malah di tuduh dengan sangat buruk seolah dia menikmati tinggal di rumah yang kini terasa seperti neraka.

Malam ini aku punya waktu satu jam untuk bebas. Batin Ellen.

Setiap kali David, Paula dan Bu Sarah pergi dalam waktu bersamaan. Ellen di bebaskan pergi asalkan dengan pengawalan. Dia bahkan sudah menentukan tempat yang akan di kunjungi.

Oh iya dompet ku. Mana bisa pergi tanpa uang.

Ellen mengingat ATMnya yang hilang. Tidak hanya kehilangan dana untuk kebutuhan satu bulan saja tapi kebebasan mengelola uang nafkahnya terancam.

Siapa sebenarnya lelaki itu? Penjahat? Intel? Tapi penampilan mereka sama.

Ellen membandingkan penampilan tiga lelaki yang terbunuh dengan Johan dan anak buahnya. Mereka sama-sama mengenakan baju serba hitam. Beberapa dari mereka bahkan memakai masker.

Huft tapi... Tidak ada gunanya berharap. Selama dia masih mempertahankan, aku akan tetap terkurung di sini.

Ellen terpekik saat sebuah tangan melingkar di pinggangnya. Cepat-cepat dia melepaskan diri lalu mengenakan handuk kimono yang tergantung.

"Sampai kapan kamu menolak ku sentuh." Protes David seraya memperhatikan Ellen yang melangkah pergi tanpa menjawab pertanyaannya. David menghela nafas panjang lalu berjalan mengikuti Ellen dengan kemeja basah nya." Apa kamu tak merasa kehilangan sesuatu?" Ellen menoleh cepat.

"Dompet ku."

"Kamu teledor lagi." Menunjukkan dompet kecil berwarna hitam.

"Di mana kamu menemukannya?" Tanya Ellen hendak mengambil tapi David menghalangi nya.

"Tergeletak di samping mobil." Ellen menghela nafas panjang, keteledorannya tidak bisa di hilangkan karena sudah menjadi kebiasaan.

"Mungkin tak sengaja jatuh."

"Kamu membeli roti dengan uang apa?" Tanya David penuh selidik.

"Orang yang menyebabkan ku jatuh." Ellen melanjutkan pekerjaannya mengeringkan rambut. Dia paham kalau David tidak akan memberikan dompet secara cuma-cuma.

"Dia lelaki?"

"Hum."

"Di mana rumahnya?" Ellen tersenyum simpul, tubuhnya memutar sambil menatap tajam David.

"Berhentilah menunjukkan kecemburuan semu."

"Ingat Ellen, kamu masih Istriku." Tutur David menekankan.

"Aku tawanan mu yang merangkap menjadi asisten pribadi Nyonya Paula." David berpaling sebentar lalu kembali menatap Ellen dan menelan bulat-bulat kemarahannya.

"Hukuman masih berlaku. Kamu masih ingat kan? Eum tapi, aku bisa memberikan kelonggaran dan memberi satu kesempatan lagi..."

"Aku pilih opsi pertama!" Sahut Ellen cepat. Terlalu sering baginya mendengar kalimat andalan David yang pasti menginginkan sebuah sentuhan darinya.

Dulu Ellen selalu memilih opsi kedua. Kesempatan akan David berikan asalkan Ellen mau bercinta dengannya. Sejak Paula tinggal bersama mereka, Ellen tidak mau lagi di sentuh sehingga David memanfaatkan keteledoran tersebut.

"Pikirkan lagi keputusan mu." Apa dia benar-benar sudah tidak mencintaiku.

"Ambil dan makanlah uang itu!" Jawab Ellen ketus.

"Apa lelaki itu..."

"Bukan! Satu-satunya alasan adalah rasa jijik." David terdiam sesaat sebelum menyimpan lagi dompet Ellen dan mengeluarkan beberapa lembar uang dari dompetnya.

"Sebagai pegangan kalau sewaktu-waktu Paula minta sesuatu." David selalu tidak merespon kemarahan Ellen sebab dirinya sadar akan kesalahannya.

"Hum." Terlanjur di rampas! Akan ku gunakan uang ini untuk bersenang-senang. Terserah kalau nanti dia marah. "Aku akan pergi ke Cafe Devil Mom yang baru di buka." Imbuhnya. Ellen wajib mengatakan di mana tujuannya pergi.

"Asal tetap patuhi peraturan. Ingatlah pada kegagalan mu."

"Ya." Jawab Ellen singkat. Aku tidak menyangka lelaki sedingin David bisa mengkhianati ku.

Ellen sangat mengenal bagaimana watak David. Itu kenapa Ellen menjatuhkan pilihan padanya sebab dulu David bukan lelaki yang mudah di dekati. Kala itu Ellen merasa beruntung apalagi David memiliki paras cukup tampan.

Namun seiring berjalannya waktu, sikap acuh David terasa membebani. Setiap kali Ellen menceritakan soal kesehariannya, David hanya menjawab sekedarnya saja.

Keadaan diperburuk dengan hasil pemeriksaan yang menyatakan Ellen mandul. Beban pikiran bertambah berat karena Bu Sarah mulai berubah sikap yang tadinya perhatian menjadi acuh dan selalu membesar-besarkan masalah ketika Ellen melakukan secuil kesalahan.

Dulu Ellen masih berusaha menghormati dengan bertutur kata lembut. Tapi Bu Sarah malah menginjak-injak harga dirinya seolah ketidaksempurnaan itu akibat kesalahan Ellen. Berulangkali Ellen memberi pengertian karena apa yang terjadi di luar kuasanya. Namun Bu Sarah menutup mata dan telinga hingga Ellen kehilangan rasa hormat padanya.

.

.

.

Singkat waktu, setelah David dan yang lain pergi, tampak Ellen keluar dari kamarnya dengan penampilan minim. Sebuah baju ganti sudah di masukkan ke dalam tas agar nanti dia bisa mengenakan baju tersebut dan tak harus mendengar komentar tidak sedap dari Bu Sarah.

Entah karena rasa cintanya yang hilang atau Ellen berusaha melupakan kekecewaan sesaat, yang pasti ketika David memberikan sedikit kebebasan, Ellen mengubah penampilannya menjadi lebih berani. Hanya untuk sebuah kebebasan Ellen mau berpenampilan bak pellacur jalanan.

"Pesanan ku Tom." Tomi, supir pribadi David dan satu temannya selalu di tugaskan mengawal Ellen. Kepercayaan sepenuhnya Tomi dapatkan karena dia merupakan orang lama.

Tomi dan temannya saling melihat satu sama lain. Mereka melirik sebentar ke Ellen dari kaca spion tengah. Baju minim, make up tebal, sungguh Tomi menyayangkan hal tersebut sebab dia cukup baik mengenal Ellen.

"Minuman seperti ini tidak baik untuk kesehatan." Ujar Tomi.

"Mengakibatkan rahim rusak maksudnya?" Ellen tertawa kecil seraya mengambil botol minuman dari tangan Tomi.

"Dokter bukan Tuhan Nyonya." Diam-diam Tomi menaruh rasa iba pada Ellen yang wajib menerima keegoisan David.

"Kenyataannya sampai sekarang aku tidak punya anak. Panggil namaku saja Tom. Status Nyonya sudah di gantikan wanita itu." Ellen meneguk minuman keras langsung dari botol nya.

Tomi terdiam dan mulai mengemudi. Dia membenarkan ucapan Ellen tapi tidak pula mendukung perbuatannya yang seolah berniat merusak tubuhnya sendiri.

"Ke Cafe Hell Mom kan Nyonya?" Ellen menghela nafas panjang. Tomi masih saja memanggilnya Nyonya.

"Hum."

"Akhir-akhir ini udara malam sangat dingin. Kalau Nyonya berkenan, saya sudah menyediakan sweater."

"Minuman ini cukup membuat tubuhku panas." Jawab Ellen. Dia menyandarkan tubuhnya dan meneguk minuman di tangannya terus menerus. Beruntung, Tomi sudah mencampur minuman dengan air sehingga kadar alkoholnya berkurang." Jangan suruh aku menjaga kehormatan. Aku hanya punya waktu satu jam!" Imbuh Ellen. Seringnya mengkonsumsi minuman beralkohol membuatnya terbiasa merasakan efek mabuknya.

"Saya lebih memikirkan kesehatan anda."

"Hidup bersamanya lebih buruk daripada kematian. Sayangnya aku masih waras dan tidak bunuh diri." Jawab Ellen ketus.

"Baik Nyonya."

"Ingat jaga rahasia. Nanti uangnya ku beri cash sebab ATM ku sudah di sita."

"Tidak perlu Nyonya. Saya ikhlas menolong."

"Sudahlah terima saja seperti sebelumnya agar kau dan temanmu tidak membocorkan rahasia."

"Kami akan jaga rahasia." Jawab Tomi menyakinkan bahwa kegiatan Ellen tidak di ketahui David.

Rupanya setiap kali kebebasan di berikan, Tomi dengan senang hati mengikuti apapun permintaan Ellen. Tujuannya agar batin Ellen bisa beristirahat sejenak dan tidak mengalami stres.

"Bagaimana Tom. Kamu sudah menawarkan ku pada pemilik perusahaan terbesar nomer dua di sini. Bilang padanya aku mau melakukan apapun asalkan dia bisa membebaskan ku." Pinta Ellen.

Bagaimana Tomi tidak miris mendengar itu. Ellen kerapkali menawarkan diri nya pada sembarangan lelaki termasuk Tomi sendiri. Syaratnya hanya satu, bisa melepaskan Ellen dari jeratan David.

Mungkin saja jika Tomi lebih berkuasa, dia akan menolong Ellen bahkan berniat mengantikan posisi David sebagai Suami. Tapi apa daya, Tomi hanya seorang pesuruh yang wajib patuh pada David.

"Beliau sibuk Nyonya." Maaf Nyonya. Saya terpaksa berbohong. Saya hanya bisa berharap ada seseorang yang memberikan bantuan suatu hari nanti.

🌹🌹🌹

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!