AMORA-GADIS SUCI YANG TERPILIH

Sebelum pergi ke kerajaan Nerous, Amora yang sudah berada di pintu gerbang kota Erythra ingin melihat bagaimana kondisi kota kecil itu setelah dia tinggal selama dua tahun.

Amora masuk kedalam kota dengan mudah karena dipintu gerbang tak ada petugas yang berjaga, sehingga tak ada yang mencurigai kedatangannya.

Begitu masuk kedalam, Amora semakin dibuat terkejut oleh pemandangan kacau didalam kota kelahirannya itu.

Disepanjang jalan tampak pasangan lawan jenis berjalan bergandengan tangan tanpa rasa malu, bahkan dibeberapa sudut tempat, netra tajam Amora menyaksikan pemandangan menjijikkan, sepasang kekasih bercumbu mesra tanpa tahu tempat.

Melihat reaksi orang-orang disekitarnya yang biasa saja, Amora merasa jika pemandangan vulgar seperti itu tampaknya telah menjadi pemandangan lazim sehari-hari.

“Apa-apaan Countess Miskha ini! bagaimana bisa kota Erythra yang teratur dan bersih menjadi kotor, acak-acakan serta tak bermoral seperti ini”, batin Amora geram.

Meski tak terlalu besar, kota Erythra dulu, termasuk kota yang cukup bersih dan teratur. Warganya juga sangat ramah, sehingga membuat kehidupan di kota kecil ini tenang.

Tapi sekarang, bukan hanya kotor dan tak tertata, bahkan dijalan dia bisa melihat perkelahian antar wanita memperebutkan seorang lelaki.

Jika ibu atau kakaknya melihat pemandangan tersebut , mungkin mereka merasa tidak tahan karena tindakan tersebut sangat jauh melenceng dari tatat krama seorang bangsawan.

Karena merasa sudah tak ada sangkut pautnya lagi dengan kota Erythra, Amora pun berusaha abai dan kembali meneruskan perjalanannya sesuai dengan tujuannya, untuk melihat kediaman yang terakhir kali dia tinggalkan dalam kondisi hancur berantakan setelah bertempur dengan Scoth, sang pengkhianat dan anak buah Countess Miskha.

Amora tampak linglung menatap beberapa bangunan yang tampak seperti rumah susun tersebut, seolah dia tidak mengenal kawasan itu.

“Kurasa ini benar posisi rumahku. Toko daging paman Sam masih ada disana. Dan toko roti bibi Samantha juga masih sama. Tapi, kenapa mansion keluarga Gilbert menjadi tempat portitusi begini”, gumannya dalam hati.

Api amarah dan kecewa dalam diri Amora meledak, membuat dadanya terasa sangat sesak dan sakit, seperti ada batu besar menghantamnya beberapa kali.

“Huft, sabar...sabar...”, ujarnya sambil berusaha menghilangkan hawa negative yang sempat singgah.

Tak ada alasan bagi Amora untuk menghancurkan tempat tersebut saat ini. Dia yang sempat memiliki pemikiran jahat, tertahan oleh rasa sakit yang menyerangnya, membuatnya kembali tersadar jika kemurnian hatinya harus tetap dijaga.

Begitu energy negative tersebut hilang, Amora yang tak ingin tersulut emosi segera meninggalkan kota yang meninggalkan kenangan pahit ini.

Laju kudanya menerobos jalan yang ramai oleh aktivitas warga. Bahkan cacian dan makian para pengguna jalan yang tak sengaja dia senggolpun, diabaikannya. Amora berusaha untuk cepat keluar dari kota Erythra.

Ternyata pertahanan diri yang sudah dianggap baik nyatanya masih jebol ketika dia melihat pandangan yang menjijikkan tersebut.

Setelah berjalan cukup jauh dari gerbang kota Erythra, Amora mulai mengarahkan kudanya untuk kembali masuk kedalam hutan.

Akibat menekan aura negative yang tiba-tiba muncul, perutnya yang semula ingin dia isi dengan makanan khas kota kelahirannya itu terpaksa dia urungkan, dan akhirnya kelaparan pun melanda.

Akhirnya, disinilah Amora, didalam hutan, memburu kelinci dan memanggangnya dibara api unggun dan menikmatinya sendirian.

“Benar kata guru, kota Erythra sudah tak aman lagi. Aku menyesal masuk kedalam sana tadi ”, ucapnya sambil mendesah penuh kekecewaan.

Jika saja dia mengikuti perkataan Remo dan segera bergegas pergi menuju kerajaan Nerous, mungkin dia tak akan melihat pemandangan yang menjijikan seperti itu sehingga aura negative, sempat masuk dan menerobos pertahanan dirinya.

Untung saja kekuatan cahaya miliknya menjadi penghalang yang dengan sigap memberikannya alarm peringatan sehingga api dendam yang sudah susah payah Amora hilangkan tak lagi tumbuh dan berkembang dalam hatinya, hingga iblis bisa menguasainya.

Merasa jika pertahanan dirinya masih sangat kurang, Amora pun kembali berlatih setelah menyelesaikan suapan terakhirnya, sebelum dia kembali meneruskan perjalanan yang sedikit panjang nanti.

___________

Dalam perjalanan menuju kerajaan Nerous, Amora kembali melihat ketidak adilan ditengah jalan.

Sebuah kereta kuda mewah kembali dihadang sekelompok bandit yang beroperasi disepanjang jalan lintas antar kerajaan.

Maraknya aksi perampokan yang dilakukan sekawanan bandit, bahkan disiang bolong seperti ini membuat tekad Amora untuk masuk kedalam ketentaraan semakin besar.

Sikap heroiknya untuk memberantas kejahatan dan menegakkan ketidak adilan semakin bergelora dalam jiwanya.

Tanpa aba-aba, Amora pun segera mengeluarkan busur dan siap membidik target dari jarak tiga puluh meter didepannya.

Wuuush.... seth seth seth seth seth

Lima anak panah melesat dalam satu kali tarikan busur.  Tubuh ramping Amora melompat dari atas kuda yang ditungganginya dan berputar di udara seraya membidik target. Rambut hitam kehijauan yang diikat ekor kuda ikut berputar secara alami.

Gerakannya yang cepat dan gesit seperti sebuah sinar laser yang melesat tanpa bisa dicegah, membuat targetnya tak sempat bereaksi sehingga mereka dengan mudah kehilangan nyawa tanpa perlawanan.

Anak panah yang dilesatkan Amora bagai seorang pemburu yang terus mengejar meski target melarikan diri dengan cepat, menembus jantung targetnya yang langsung tumbang dengan mata melotot. 

Terlalu mempesona,  aksi heroik Amora kembali membuat semua orang menatapnya penuh kekaguman.

Pria bangsawan yang ada dalam kereta turun begitu melihat para bandit satu persatu tumbang disamping kereta kudanya.

Semua orang yang menyaksikan bagaimana hebatnya aksi Amora begitu terpesona hingga mulut mereka terbuka lebar dengan netra berbinar cerah. 

“Lho, kamu lagi?!”, ucap Amora terkejut.

Dia sama sekali tak menyangka jika kereta kuda yang diserang oleh para bandit merupakan kereta kuda sama dengab kereta kuda yang sempat dia selamatkan dari para pembunuh bayaran setelah dia keluar dari desa Wingit.

“Kamu tampaknya benar-benar sial”, ucap Amora lagi.

Pria bangsawan yang merupakan Putra Mahkota kerajaan Orpagos hanya bisa menganggukkan kepala sebagai respon.

Melihat Amora berbalik dan hendak pergi, sebelum naik keatas kereta kudanya, Putra Mahkota yang bernama Vederict de Blaire itu memanggilnya.

“Nona, maukah anda menjadi pengawal pribadi saya hingga sampai ke kerajaan Orpagus?”, tanya Putra Mahkota Vederict serius.

Para prajurit kerajaan Orpagus dan beberapa pengawal yang Putra Mahkota Vederict sewa terbelalak karena tak menyangka jika orang yang menyelamatkan mereka dari bandit adalah seorang gadis, karena penampilannya yang sangat jantan dan maskulin.

Tak mendapat respon, Putra Mahkota Vederict yang merasa jika perjalanan menuju kerajaannya akan mengalami banyak rintangan segera memberikan penawaran yang tak mungkin bisa ditolak oleh semua orang.

“Saya akan memberi nona dua peti emas dan setu kantong besar permata jika bisa membawa saya selamat hingga ke kerajaan Orpagus”, ucap Putra Mahkota vederict menambahkan.

Amora yang melihat jika dia bisa masuk ke kerajaan Nerous dengan mudah karena adanya salah satu bangsawan dari kerajaan Orpagus yang memang harus melewati kerajaan yang terkenal dengan kekuatan elemen air tersebut sebelum sampai ke kerajaannya, memutuskan untuk menerima penawaran yang diberikan.

“Baiklah. Tapi saya akan membawa anda kembali ke kerajaan Orpagos dalam waktu cepat asal anad mengikuti pengaturan dari saya”, ucap Amora tegas.

Melihat jika keamanannya akan terjamin, Putra Mahkota Vederict pun langsung menyetujui tanpa syarat.

“Asal pengaturan itu tak melanggar hukum dan norma, saya akan mengikuti”, jawaban Putra Mahkota Vederict membuat hati Amora merasa lega, karena jujur saja dia tak bisa terlalu lama pergi karena pendaftaran tentara di kota Piraus akan segera dibuka.