Demi menghindari perjodohan, Cakra nekat kabur ke sebuah vila- milik keluarga sahabatnya yang terletak di daerah pelosok Bandung.
Namun, takdir malah mempertemukannya dengan seorang gadis dengan kondisi tubuh yang tidak sempurna bernama Hanum.
Terdesak karena keberadaannya yang sudah diketahui, Cakra pun meminta pada Hanum untuk menikah dengannya, supaya orang tuanya tak ada alasan lagi untuk terus memaksa menjodohkannya.
Hanum sendiri hanyalah seorang gadis yatim piatu yang sangat membutuhkan sosok seorang pelindung. Maka, Hanum tidak bisa menolak saat pria itu menawarkan sebuah pernikahan dan berjanji akan mencintainya.
Lalu, apa yang akan Cakra lakukan saat ia mengetahui bahwa perempuan yang akan di jodohkan dengannya itu adalah sosok yang ia cintai di masa lalu?
Lantas bagaimana nasib Hanum kedepannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tinta Hitam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pindahan
Keesokan harinya, Hanum langsung diboyong ke Jakarta oleh Cakra.
Berat sekali rasanya bagi Hanum meninggalkan Bu Ningsih dan Pak Ujang yang selalu ada untuknya selama ini. Hanum dan Bu Ningsih saling menangis karena tidak siap berpisah.
Tapi mau bagaimana lagi, Hanum harus ikut dengan Cakra karena sekarang statusnya adalah seorang istri.
Setelah berpamitan penuh haru dengan keduanya, akhirnya Cakra, Hanum dan Demian pun pergi meninggalkan vila itu tanpa tahu- kapan mereka akan singgah lagi kesana.
Sesampainya di ibukota, Cakra mampir terlebih dulu ke rumah orang tua Demian untuk memperkenalkan Hanum pada mereka secara langsung. Sekaligus mengambil mobilnya yang ia titipkan disana selama ia di Bandung.
Pak Hadi dan istrinya menyambut mereka dengan perasaan senang. Hanum merasa canggung karena ia merasa tidak pantas berada ditengah-tengah mereka yang terlihat jauh berbeda derajatnya dengan dirinya.
Lusiana menyambut Hanum dengan pelukan hangat, wajahnya terlihat ramah plus menenangkan khas seorang ibu- tapi versi sosialita. "Selamat datang, nak, kamu cantik sekali, ternyata. Gimana perjalanannya?" tanyanya ramah.
Hanum tersenyum kaku, "nyaman kok Tante."
Reflek wanita itu mengusap kepala Hanum karena gemas. "Ya udah masuk yuk. Kamu pasti capek," lantas Lusiana pun segera membawa Hanum masuk sembari ia bantu papah.
Cakra dan Demian yang melihat bagaimana wanita itu menyambut Hanum dengan sangat ramah, merasa senang. Cakra berpikir, apakah mamanya akan menyambut Hanum seperti itu juga?
Entahlah, Cakra tidak ingin berpikir kesana dulu.
"Jadi, ini ceritanya kabur membawa berkah, begitu?" celetuk pak Hadi mengalihkan perhatian dua anak muda ini.
Mendengar celetukan itu membuat Cakra dan Demian terkekeh.
"Iya, keknya Om." respon Cakra seraya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Jadi sekarang kamu mau bawa Hanum tinggal dimana?" tanya Hadi.
"Kayaknya di apartemen aja, Om. Gak mungkin juga tinggal di rumah papa."
"Ya, itu lebih baik." Pak Hadi mengangguk. Tentunya ia yakin pasti Arya tidak akan menerima keberadaan Hanum dengan kondisi Hanum yang seperti ini. Sepertinya tugasnya akan bertambah lagi, pikirnya.
Kemudian ketiganya beranjak masuk, karena hidangan makan siang sudah siap tersaji.
Mereka makan siang yang sebenarnya hampir sore itu- dengan begitu khidmat.
Hanum sedikitnya sudah tidak merasakan tegang lagi, karena keramahan Bu Lusiana dan Pak Hadi yang membuat Hanum merasa rilex.
Disela-sela aktivitas makannya, sesekali Cakra menawarkan pada Hanum- untuk di ambilkan makanan yang mungkin saja Hanum inginkan. Namun, Hanum menolak karena ia tidak bisa makan banyak, apalagi ditengah orang-orang yang baru ia temui.
Pak Hadi, Bu Lusiana dan Demian tersenyum melihatnya. Tak menyangka Cakra akan bersikap romantis begitu di hadapan mereka.
Selesai makan, mereka pun berkumpul di ruang keluarga. Hanum tentunya duduk di samping Cakra, sedangkan kedua tuan rumah itu duduk berdampingan dihadapan mereka. Demian sendiri sudah pergi ke kamarnya, katanya mengantuk ingin istirahat lebih dulu.
"Sebenarnya saya sudah tahu sejak lama tentang kamu." ucap Bu Lusiana ditengah obrolan. "Bi Ningsih sering menceritakan soal kamu, tapi saya hanya menanggapi seadanya waktu itu." lanjutnya.
"Saya juga mempercayakan kamu pada Bi Ningsih. Makanya saya tidak pernah menghubungi kamu secara langsung. Dan ya, saya senang ternyata pekerjaan kamu sangat baik."
Hanum hanya menanggapi dengan senyuman. Tidak tahu harus merespon apa.
Ternyata tuannya- yang sekarang mungkin sudah menjadi mantan? Ternyata terlihat sangat cantik dan tampan walaupun usianya sudah setengah baya, mungkin? Mereka juga sangat baik, pantas saja Bu Ningsih dan Pak Ujang sangat betah walaupun mereka hanya bekerja berdua di vila sebesar itu.
"Kamu tidak di paksa, kan, sama Cakra?" tanya Pak Hadi becanda yang langsung ditepis pelan lengannya oleh sang istri.
"Eng-enggak, Om." Hanum meringis, sedangkan Cakra terkekeh kecil mendengar candaan om-nya ini.
Pak Hadi pun tertawa kecil, "kalian ingin menginap dulu atau langsung pulang ke apart? Kalo ingin menginap, biar saya suruh bibi dulu untuk siapkan kamarnya."
"Gak usah, Om. Kita langsung ke apart aja. Lagian apartemen udah lama Cakra tinggalin, pasti udah berdebu." Cakra menjawab.
Pak Hadi tersenyum meledek, "iya, iya, pasti sudah berdebu sekali."
Wajah Hanum memerah, sedangkan Cakra meringis malu seraya menggaruk pipinya- salah tingkah mendengar kalimat bernada ledekan itu.
"Sudah, pa, jangan menggoda mereka terus, kasian," ucap Lusiana yang tidak habis pikir dengan suaminya ini. Namun, tak urung dirinya pun ikut tersenyum melihat pasangan pengantin baru ini yang terlihat lucu di matanya- mengingatkannya saat dia dan suami menjadi pengantin baru- waktu dulu.
Beberapa saat kemudian mereka pun mengakhiri obrolan. Cakra dan Hanum- lebih tepatnya Cakra segera berpamitan karena mereka harus segera tiba di apartemen.
Setibanya di sana, Hanum dibuat terpukau melihat apartemen Cakra yang ternyata sangat luas. Interiornya begitu estetika, perpaduan antara cat putih dan abu tua, menggambarkan sekali bahwa apartemen ini adalah laki-laki penghuninya.
Cakra segera memanggil jasa cleaning service, karena tidak mungkin juga dirinya yang membersihkan apartemen ini. Pegang sapu dan pel saja dirinya tidak pernah. Tidak mungkin juga istrinya, ia tidak akan membiarkan Hanum melakukan pekerjaan rumah dalam keadaannya yang seperti itu.
"Bentar ya, kamarnya di bersihin dulu. Kamu duduk dulu aja di sini. Awas jangan ikut bantu-bantu." peringat Cakra sebelum ia beranjak pergi ke sebuah ruangan, meninggalkan Hanum yang menatapnya seraya tersenyum.
Hanum kembali memandangi setiap sudut apartemen ini. Nyaman, itulah yang Hanum rasakan saat ini.
Pandangannya tertuju pada dinding kaca yang langsung menyuguhkan pemandangan gedung-gedung tinggi di luar sana. Hanum tidak tahu sekarang ia berada di lantai berapa, yang jelas sangat tinggi.
Hanum pun bangkit lalu berjalan ke arah sana, melupakan titah Cakra yang menyuruhnya untuk tetap duduk.
Lagian, ia hanya ingin melihat pemandangan di luar sana, bukan ingin membantu mas-mas cleaning service itu bebersih.
Hanum terpukau melihat kendaraan-kendaraan yang sedang berlalu lalang dibawah sana, terlihat lucu sekali seperti rombongan semut.
"Lagi ngapain? Kan udah dibilangin duduk aja disana."
Hanum terkejut, tiba-tiba saja Cakra sudah berada di sampingnya. "Lagi liat ke bawah." jawab Hanum.
"Kenapa?" tanya Cakra heran. Padahal tidak ada yang menarik dibawah sana, pikirnya.
"Lucu aja liat kendaraan di bawah, kayak semut."
Cakra tersenyum tipis mendengar ucapan Hanum. Ada-ada saja. Hanum pun fokus kembali melihat ke bawah sana, sedangkan Cakra tanpa sadar memandangi wajah Hanum yang terlihat sangat cantik.
Wajahnya bersih tanpa ada bekas jerawat, Hidungnya mancung tidak berlebihan, matanya belo dengan lensa mata berwarna coklat, alisnya bagai hasil cetakan, padahal Cakra yakin alis itu terbentuk alami, bibirnya tipis dengan warna pink yang alami.
"Cantik," gumam nya tanpa ia sadari.
Hanum yang mendengar gumaman Cakra pun menoleh, "apa?" tanyanya, takut-takut pendengarannya sedang bermasalah.
"Hah?" Cakra tersadar. "Ah, itu ... pemandangannya cantik." kilahnya gelagapan seraya menunjuk kebawah sana.
"Oh... Iya cantik banget." respon Hanum menyetujui. Cakra pun berdeham, bisa-bisanya ia malah terpesona di waktu yang tidak tepat.
"Kamu udah berapa lama tinggal disini?" tanya Hanum dengan pandangan masih fokus ke bawah.
"Mmm.. tiga tahun, mungkin? Aku lupa."
"Kenapa gak tinggal di rumah?"
"Aku lebih nyaman tinggal sendiri. Di rumah, papa sama Mama terlalu banyak mengatur."
Hanum mengangguk, "terus sekarang gimana? Kalo aku tinggal disini berarti kamu gak sendiri lagi."
"Ya kamu lain cerita, kamu, kan, istri aku, jadi udah sewajarnya kamu tinggal sama aku."
Hanum berdeham, setiap kali mendengar kata 'istri' yang keluar dari mulut Cakra, selalu membuatnya salah tingkah.
Cakra pun menyadari Hanum sedang salah tingkah. Dengan jahil dia pun bertanya, "jadi istriku, siapakah kau hidup selamanya bersamaku?"
Sontak Hanum pun menatapnya horor, "Cakra..." ucapnya yang terdengar merengek di telinga Cakra, membuat pria itu tertawa kesenangan.
Ternyata memiliki seorang istri tak seburuk yang ia pikirkan selama ini.