Di pertengahan tahun 2010, kerasnya kehidupan wanita bernama Sekar Nabila Putri dimulai. Tak ada dalam benak Sekar jika hidupnya setelah selesai kuliah berubah menjadi generasi Sandwich.
Setiap anak tentu tak bisa memilih di keluarga mana mereka dilahirkan. Ibunya lebih menyayangi sang kakak daripada Sekar. Alasannya sepele, hanya karena kakaknya adalah laki-laki dan menjadi anak pertama. Sedangkan Sekar adalah anak perempuan, si bungsu dari dua bersaudara.
Impiannya menjadi seorang akuntan yang sukses. Untuk menggapai sebuah impian, tak semudah membalikkan telapak tangan. Sekar harus terseok-seok menjalani kehidupannya.
Aku butuh rumah yang sebenarnya. Tapi, saat ini rumahku cuma antidepressant ~ Sekar Nabila Putri.
Akan tetapi sederet cobaan yang mendera hidupnya itu, Sekar akhirnya menemukan jalan masa depannya.
Apakah Sekar mampu meraih impiannya atau justru takdir memberikan mimpi lain yang jauh berbeda dari ekspektasinya?
Simak kisahnya.
Mohon dukungannya.💋
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Safira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25 - Menuju Acara Kopdar (Kopi Darat)
"Belum tahu, Kar. Orang tuaku sudah desak pengin Imran cepet nikahin aku. Tapi, mau gimana lagi kalau Imran katanya masih pengin lanjutin pendidikannya. Soalnya dia kan tulang punggung keluarga di kampung,"
Resti pun menjelaskan pada Sekar jika di bidang militer, level pendidikan semakin tinggi maka otomatis peluang kenaikan pangkat dan jabatan akan semakin lebih besar. Tentunya akan berpengaruh juga pada jumlah gaji yang diterima.
"Jadi, aku cuma bisa pasrah menunggu." Imbuh Resti terdengar lesu.
"Ya sudah, kamu yang sabar. Cuma sekedar saran saja dari aku sih. Semisal Imran masih belum pasti juga dan sudah cukup lama menunggu, lebih baik kamu cari yang lain. Yang pasti-pasti saja. Takutnya buang-buang waktu masa mudamu hanya untuk sekedar pacaran, tapi tak kunjung dinikahi. Yang rugi pasti dominan pihak perempuan, Res." Tutur Sekar.
"Bener juga sih yang kamu bilang, Kar. Tapi, aku kayaknya susah berpindah ke lain hati. Apalagi aku sama Imran sudah pacaran lima tahun lebih," ujar Resti.
"Harusnya Imran sudah bisa nikahin kamu. Modal nikah dari orang tuamu sudah ada dan jelas tapi masih juga menundanya. Selain cinta ya minimal dia tahu diri dan tahu balas budi lah," ucap Sekar.
Entah mengapa mendengar curhatan Resti barusan perihal Imran yang notabene cowok berseragam sama seperti Dhani maupun Angga, walaupun mereka berbeda jurusan pendidikan serta institusinya, Sekar semakin tak suka dengan cowok berseragam.
Fakta yang diketahui Sekar, sejak Imran berpacaran dengan Resti, setiap akhir pekan maupun hari libur, lelaki itu selalu menginap di rumah orang tua Resti. Tentunya atas seizin papa dan mama Resti.
Imran menempati salah satu kamar tamu di kediaman orang tua Resti. Dikarenakan Papa Resti yang seorang polisi dan tinggal di perumahan cukup mewah, alhasil para tetangga tak mempermasalahkan tamunya menginap lebih dari 24 jam.
Mulai dari Imran menempuh pendidikan sebagai Taruna AAL (Akademi Angkatan Laut) yang biasa dikenal dengan sebutan Kadet hingga lulus pendidikan, laki-laki itu tinggal di kediaman Resti saat akhir pekan tiba dan hari libur secara cuma-cuma alias gratis.
Bagaimana tidak gratis ?
Imran bisa makan dan tidur di kediaman orang tua Resti tanpa membayar sepeser uang pun. Jika keluarga Resti pergi liburan ke luar kota, Imran selalu diajak.
Semua biaya berlibur tentunya orang tua Resti yang mengeluarkan dana. Imran sudah dianggap seperti anak kandungnya sendiri oleh orang tua Resti.
Sedangkan di luar sana, para rekan-rekan sejawat Imran harus rela mengeluarkan dana untuk mengontrak rumah yang cukup besar agar bisa ditempati bersama di mana penghuninya hanya khusus para kadet ketika akhir pekan atau libur tiba. Terutama bagi mereka yang berasal dari luar kota dan tak punya kerabat.
Selama masa pendidikan kadet hingga lulus, setiap bulan Imran mendapatkan uang dari negara. Setelah lulus pendidikan barulah dirinya menerima gaji yang sesungguhnya. Kini setelah lulus, Imran sudah tidak lagi menginap seperti dahulu di kediaman orang tua Resti. Dirinya menyewa sebuah kamar kos di tengah Kota Surabaya.
Imran berasal dari keluarga dengan level ekonomi menengah ke bawah. Dia punya banyak saudara di kampungnya baik kakak maupun adik. Lelaki ini terbilang jarang pulang ke kampung halamannya yang sangat jauh dari Surabaya.
Jika pulang kampung, ia harus mer0goh sakunya cukup dalam. Dikarenakan biaya pesawat pulang-pergi dari Surabaya ke kampung halamannya bisa menelan biaya sebesar 6-7 juta rupiah. Belum biaya naik omprengan atau bus dari bandara menuju rumahnya di kampung.
Pernah dengar sebuah pepatah, hemat dan pelit itu beda tipis ?
Hemat dan pelit sejatinya adalah dua hal yang berbeda, meskipun sering dianggap sama.
Hemat adalah sikap positif yang bijak dalam mengelola keuangan. Sedangkan pelit adalah sikap buruk yang menahan pengeluaran tanpa tujuan jelas.
Di benak Sekar, Imran adalah sosok yang pelit pada Resti bukan hemat. Padahal keluarga Resti begitu loyal pada lelaki itu tanpa pamrih.
Buktinya teman-teman Imran yang juga berasal dari keluarga level ekonomi ke bawah bisa membayar biaya kontrakan bersama ketika masa pendidikan. Namun, Imran lebih memilih tinggal di rumah Resti secara gratisan.
"Ya, aku doakan semoga kamu segera nikah sama Imran. Tapi jangan lupa saranku tadi. Jangan pakai hatimu terlalu dalam. Takutnya jika tak kesampaian, nanti kamu yang patah hati dan jauh lebih sakit. Cinta sering membutakan logika, Res. Aku gak mau kalau sahabatku yang baik ini disakiti oleh lelaki, terutama cowok berseragam!"
"Makasih ya, Kar. Kamu memang sahabat terbaikku," ucap Resti terharu mendengar doa dan perhatian Sekar padanya.
"Sama-sama, Res."
☘️☘️
Tunjungan Plaza, Surabaya.
Jam saat ini menunjukkan pukul setengah tujuh malam. Sekar sudah berada di parkiran motor Tunjungan Plaza, sebuah mall ternama di Surabaya yang dijadikan sebagai tempat kopdar alias kopi darat dengan Angga urusan per-sepatuan yang belum kelar juga sampai detik ini.
Sekar berjalan santai naik lift menuju TKP yakni Kafe Betawi. Setelah tiba di lantai lima, Sekar berjalan perlahan sambil kepalanya celingak-celinguk untuk mencari kafe tersebut. Kebetulan ia belum pernah makan di kafe tersebut jadi kurang tahu persis di mana letaknya.
Tiba-tiba...
BUGH...
"Auchh !!" jerit seorang wanita yang tanpa sengaja bertabrakan dengan Sekar. Otomatis dari kejadian ini, membuat tas berisi sepatu yang dibawa Sekar terjatuh ke lantai.
"Maaf, Mbak. Saya tidak sengaja," ucap Sekar seraya tulus meminta maaf.
Namun anehnya pandangan wanita itu justru tertuju pada sepatu hak tinggi yang terjatuh di lantai dan keluar dari tasnya.
"Loh, ini kan sepatuku." Gumam si wanita dalam kondisi tangannya sudah mengambil sepatu yang dibawa Sekar tadi. Ia melihat dengan seksama sepasang sepatu hak tinggi tersebut.
Lalu si wanita itu pun dengan cepat memasukkan sepatu tadi ke dalam tas dan berdiri. Ia menatap Sekar cukup tajam penuh selidik.
"Dari mana kamu dapatkan sepatu ini?" cecar si wanita pada Sekar.
Deg...
Bersambung...
🍁🍁🍁
cintanya emang pollllllllllllllll
Sekar pelan² sajaaaaaaa