Tidak ada yang bisa memilih untuk dilahirkan dari rahim yang bagaimana.
Tugas utama seorang anak adalah berbakti pada orang tuanya.
Sekalipun orang tua itu seakan tak pernah mau menerima kita sebagai anaknya.
Dan itulah yang Aruna alami.
Karena seingatnya, ibunya tak pernah memanjakannya. Melihatnya seperti seorang musuh bahkan sejak kecil.
Hidup lelah karena selalu pindah kontrakan dan berakhir di satu keadaan yang membuatnya semakin merasa bahwa memang tak seharusnya dia dilahirkan.
Tapi semesta selalu punya cara untuk mempertemukan keluarga meski sudah lama terpisah.
Haruskah Aruna selalu mengalah dan mengorbankan perasaannya?
Atau satu kali ini saja dalam hidupnya dia akan berjuang demi rasa cintanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bund FF, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
foto usang
Di hari Minggu saat libur sekolah dan kerja, Aruna hanya ingin tahu kejelasan tentang jati dirinya.
Sudah sering Aruna bertanya perihal bapaknya pada sang ibu. Tapi selalu dijawab jika bapaknya sudah mati. Dan setelahnya pasti Aruna akan mendapat cacian dari mulut ibu yang katanya adalah ibu kandungnya itu.
Seiring bertambahnya usia, Aruna sudah lebih berani untuk kembali bertanya dimana kuburan bapaknya, dan sang ibu pasti semakin bertambah marah.
"Sebenarnya Aruna ini punya bapak apa tidak sih Bu?" Aruna memberanikan bertanya pada ibunya yang nampak segar karena sudah mandi sore ini.
Sang ibu menatap malas pada anak semata wayangnya itu. Sejenak wanita itu menghentikan aksi menyesap asap dari tembakau dalam gapitan jarinya sambil menurunkan senyum yang sejak tadi menghiasi bibirnya.
"Bapak Lo orang kaya. Tapi sial nasib Lo miskin" sepertinya sang ibu sedang mood diajak bicara.
Aruna menatap intens, sang ibu mengerti rasa penasaran itu.
Dengan ekor matanya, Aruna menatap pergerakan ibunya yang mengeluarkan sebuah foto dari dalam dompetnya.
"Ini foto bapak Lo. Jangan tanya siapa dan dimana. Gue nggak mau jawab karena bapak Lo cuma seorang pecundang yang bersembunyi di ketiak emaknya" jawab Selly, terdengar getaran amarah yang tertahan sementara Aruna menerima selembar foto.
Terlihat seorang wanita menggamit manja pada lengan pria di sampingnya. Menyunggingkan senyum ceria dari keduanya yang ternyata itu adalah foto ibunya sendiri.
Aruna menatap foto itu lekat. Membedakan dengan kondisi ibunya yang sekarang.
Wanita dalam foto itu terlihat elegan dan berpendidikan dalam balutan blazer panjang, sementara ibunya sekarang nampak garang, bahkan pakaiannya hampir tel.anjang.
"Nggak usah menatap aneh begitu. Begini-begini juga selama ini gue yang ngasih Lo makan" lupa ibunya bahwa uang kontrakan adalah kewajiban Aruna sejak kelas dua SMP karena punya penghasilan dari kerja sampingan di toko Acing, sementara untuk makan dia sering kelaparan.
Entah kemana uang yang katanya ibunya cari setiap malam. Tapi memang Aruna lihat skincare milik ibunya sangat lengkap dan cukup mahal. Sementara dia sendiri tak pernah bersentuhan dengan yang namanya bedak. Cukup mandi dengan sabun yang penting bersih dan gosok gigi.
Dering telepon milik ibunya membuat Aruna tak jadi bertanya. Sang ibu nampak tertawa nakal dengan suara genit untuk bercakap dengan gawainya yang bagus.
Aruna mendesah, membiarkan saja kelakuan ibunya karena memang terlalu takut untuk mencegahnya. Dan membiarkan ketika ibunya pergi setelah menutup panggilan teleponnya.
"Pria bodoh mana yang tega menelantarkan anak gadisnya?" batin Aruna lekat menatap foto di tangannya.
"Itu adalah bapakku" jawabnya lagi dengan senyum perih.
Mengingat selama ini dia hidup tapi seperti sudah mati rasa. Beruntung masih ada Mirna dan Burhan yang dengan senang hati sesekali memberinya makan saat ketahuan sedang menahan lapar.
Aruna paham jika Burhan yang sudah sakit-sakitan tak bisa memberi banyak kebahagiaan untuk istrinya, bahkan mereka belum dikaruniai anak meski sudah sangat lama menikah.
Jadilah Aruna sebagai pelampiasan kasih sayang saat menginginkan menjadi orang tua. Bahkan Mirna lah yang selalu datang ke sekolah Aruna sebagai wali murid untuk menggantikan posisi sang ibu yang tak pernah mau tahu pada keadaan anaknya.
Ibunya selalu menghindar saat ada obrolan mengenai keluarga. Asal usul mereka dan bagaimana Aruna bisa terlahir di dunia.
Baru kali ini ibunya mau sedikit memberi klue di kehidupan Aruna yang tak tentu arah. Tapi masih meninggalkan seribu pertanyaan yang tak sanggup Aruna pikir sendiri. Jadilah Aruna hanya bisa menyimpan foto usang dari dompet ibunya ke dalam dompetnya sendiri.
......................
Kembali ke rutinitas semula. Senin saat upacara membuat sebagian besar murid merasa sangat malas untuk berdiri berlama-lama di lapangan sekolah.
Begitupun Aruna yang sejak pagi sudah merasa tidak enak badan. Ditambah tak pernah sarapan membuatnya semakin pusing saat sinar matahari membuatnya harus tumbang dan pingsan.
Dengan cekatan para petugas PMR membawanya dalam tandu untuk dibawa ke UKS.
Perjalanannya melewati barisan murid membuat beberapa dari mereka merasa penasaran tentang siapa yang pingsan.
"Itu kan Aruna?" dalam hati Tyo memperhatikan para petugas yang membawa Aruna dalam tandunya.
Melewati barisan paling belakang, dan Tyo tengah berdiri di sana. Murid yang bertubuh tinggi pasti selalu berdiri di barisan paling belakang saat upacara.
Tapi tak ada yang bisa dia lakukan karena memang masih jam upacara. Tyo bertekad untuk menyambangi gadis itu nanti selepas upacara.
"Hai, Lo sudah baikan?" tanya Tyo yang tanpa sadar sudah berada di dalam UKS dan mendapati Aruna sedang tiduran, terpejam meski tak tidur.
Mendengar sebuah suara asing membuat Aruna membuka mata dan mendapati seseorang yang beberapa hari yang lalu sempat dia temui sedang berdiri di samping ranjangnya.
"Mau apa?" tanya Aruna yang sudah berposisi duduk diatas ranjang.
"Nggak ada maksud apa-apa. Gue cuma mau ngasih Lo ini doang" kata Tyo menyerahkan sebuah kantong kresek pada Aruna lantas pergi meninggalkannya.
Menelisik isi didalamnya, rupanya ada sebungkus roti, beberapa camilan, susu dan air mineral.
"Aneh banget" ucap Aruna tapi tangannya terulur membuka kemasan roti untuk segera dia santap, Aruna memang sedang kelaparan.
Bisik-bisik mulai terdengar saat Aruna sedang memakan rotinya.
"Kak Tyo ngapain kesini?" tanya seorang petugas PMR yang baru masuk UKS pada rekannya.
"Nggak tahu, barusan datang terus langsung pergi" jawab rekannya yang tahu ada orang lain yang sedang mencuri dengar.
"Hadeh, ketinggalan dong gue. Kapan lagi UKS disambangi cowok seganteng kak Tyo" keluh petugas PMR tadi.
Aruna hanya diam, tak tahu juga kalau Tyo adalah cowok populer di sekolahnya. Dia tak pernah mengurusi hal semacam itu.
Hingga rotinya kandas dan kondisinya sudah semakin membaik, Aruna ijin pada petugas jaga untuk kembali ke kelasnya saja.
......................
Tak seperti di SMP, rupanya banyak murid yang menghabiskan waktu istirahatnya untuk menyambangi lapangan sekolah.
Aruna jadi putar badan karena tak suka saat melihat lapangan sedikit penuh dengan para murid yang juga ingin bermain dengan bola basket.
Tapi pantulan bola yang menuju ke arahnya membuat Aruna tak jadi melangkah karena menangkap bola itu dan terlihat beberapa murid yang bersiap di posisi seperti musuh.
Aruna suka kondisi seperti ini. Diapun mendribel bola ke tengah lapangan dengan gaya lincah.
Sesekali berputar saat seseorang ingin mencuri bolanya. Kadang melompat, kadang menunduk saat tiba-tiba ada serangan datang.
Dan saat dirasa cukup dekat dengan ring, gaya bebasnya membuat Aruna melompat dan membidik ring hingga bola itu masuk dengan sempurna dan membuat beberapa murid bertepuk tangan.
"Perfect" kata sebuah suara dari belakang badannya yang ternyata adalah Tyo.
"Lo jago juga main basket" ujarnya sementara Aruna yang tersadar kembali bersikap biasa dan bersiap pergi saja dari lapangan tapi Tyo malah mensejajari langkahnya.
"Kak Tyo" sapa sebuah suara yang Aruna kenal adalah Mina dengan dua gadis disampingnya.
"Minum buat kamu" ujarnya lembut.
Kali ini Tyo membiarkan Aruna benar-benar pergi.
Langkah Aruna kembali ke ruang kelasnya dan duduk di kursi paling belakang. Membuka tasnya dan memakan Snack yang tadi Tyo berikan padanya saat di UKS.
Tak mau ambil pusing, Aruna tak berniat ingin tahu alasan tentang kebaikan Tyo kepadanya. Pasti sama seperti sebelum-sebelumnya bahwa mereka tak tega melihat Aruna yang seperti kekurangan gizi.
Tapi sepanjang pelajaran setelah istirahat kali ini nampak Mina yang sering menoleh kebelakang hanya untuk melihat Aruna dengan pandangan sinis.
Hingga pulang sekolah, Aruna yang memang tak biasa bertegur sapa langsung saja ke toilet untuk berganti baju dan bersiap ke toko Acing.
Alasan Aruna tak berganti baju di toko karena ingin lebih efisien waktu. Jadi saat datang di toko bisa langsung mengambil jatah makan siang karena perutnya memang sudah lapar.