“15 menit, lakukan semuanya untuk membuatmu hamil dalam kurun waktu itu! Saya tidak menerima waktu lebih dari itu” Suara dingin dari seorang pria berhasil membuat wanita yang tengah berdiri gugup dengan pakaian renda tipis itu mematung.
Bau alkohol yang sangat keras menyeruak di indra penciumannya. Tidak pernah Layla sangka hidupnya akan berakhir seperti ini.
Menikahi siri dengan suami orang hanya untuk menyewakan rahimnya karena pasangan ini tidak bisa memiliki keturunan.
Tapi, apa katanya tadi? 15 menit untuk melakukan semuanya? Bagaimana bisa?
Melihat tak ada sahutan sama sekali dari wanita ini membuat pria itu menghela napas panjang dan hendak berbalik pergi, namun Layla, wanita itu menahan tangan pria itu.
“P-pak Saka…saya akan berusaha melakukannya dalam waktu 15 menit, asalkan Pak Saka bisa memberikan saya 300 juta setelah ini,” ujar Layla dengan suara yang bergetar, bahkan matanya tak berani menatap mata tajam nan dingin milik pria berkuasa yang ada di depannya ini.
Adisaka Tahta Hirawan, mendengar namanya saja sudah membuat Layla tertohok. Bagaimana tidak? Pria ini adalah salah satu pebisnis paling sukses yang diberkati dengan wajah tampan bak malaikat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon serena fawke, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch. 25
Layla duduk di tepi ranjang, jari-jarinya saling menggenggam erat. Hotel ini terlalu mewah, terlalu berkelas, dan terlalu asing baginya. Bahkan udara di ruangan ini terasa begitu mahal, beraroma maskulin dengan sentuhan wangi kayu cendana yang khas.
Di kamar mandi, suara gemericik air terdengar, menandakan Saka masih mandi. Layla menggigit bibirnya, mencoba mengalihkan pikirannya dari fakta bahwa ia akan tidur satu ranjang dengan pria itu malam ini.
Ponselnya tiba-tiba bergetar. Layla tersentak, nyaris menjatuhkannya. Saat melihat layar, nama ibunya terpampang di sana dengan panggilan video.
Dengan cepat, Layla menarik napas dalam dan menekan tombol jawab. Wajah ibunya yang hangat langsung muncul di layar, disertai dengan suara lembut yang begitu ia rindukan.
“Layla, kamu baik-baik saja, sayang?”
Layla tersenyum kecil, berusaha tampak tenang. “Aku baik, Bu. Bagaimana di rumah?”
Ibunya tersenyum dan menggeser kamera sedikit, menampilkan wajah kecil yang membuat dada Layla menghangat. Dia sangat merindukan putra kecilnya itu.
“Mama!” Farrel berseru girang. Wajahnya cerah, mata bulatnya berbinar melihat ibunya. “Mama lama banget! Pulang, ya!” Suara kecil Farrel membuat Layla terenyum manis.
Ada perasaan aneh ketika dia melihat wajah Farrel yang begitu mirip dengan Saka, dan malam ini entah bagaiana Layla berakhir harus tidur dengan ayah dari anak.
“Sebentar lagi, Sayang. Mama masih kerja.” Layla menjawab dengan lembut. “Nanti mama bawakan oleh oleh saat pulang, ya?” bujuk Layla agar putranya tidak bersedih.
Farrel merajuk. “Tapi aku kangen! Aku nggak bisa tidur kalau nggak ada Mama.”
Layla menutup matanya sesaat. Betapa ia ingin berada di rumah sekarang, memeluk anaknya dan menemaninya sebelum tidur seperti biasanya.
“Tadi makan sama Nenek, nggak?” tanyanya, mencoba mengalihkan perhatian. Sebenarnya Ibunya yang selalu mengantar dan mengurus Farrel karena semenjak kejadian di sekolah anaknya itu Layla menjadi bahan gunjingan dan tidak berani ke sana lagi.
Farrel mengangguk cepat. “Makan ayam goreng! Tapi Nenek bilang Mama harus jaga kesehatan juga. Mama sudah makan?”
Layla mengangguk. “Sudah sayang. Jam berapa ini kamu kan sekolah besok. Tidur sekarang ya,” ujarnya.
Ibunya langsung mengarahkan panggilan videonya ke wajahya. “La, memangnya kamu ada pekerjaan apa sampai harus keluar kota?”
Layla hendak menjawab, tetapi suara pintu kamar mandi terbuka tiba-tiba. Ia menoleh spontan—dan jantungnya hampir berhenti berdetak.
Saka berdiri di sana, hanya dengan handuk melilit pinggangnya. Tubuhnya masih basah, tetesan air mengalir turun di sepanjang dada bidang dan perutnya yang berotot. Udara di ruangan terasa lebih panas seketika.
Ibunya di layar terdiam, matanya sedikit membesar saat melihat sekilas sosok pria di belakang Layla. Layla panik, buru-buru menutup panggilan tanpa memberi penjelasan.
Sial! Bisa bisa Layla dimarahi habis habisan setelah ini.
Saka berjalan mendekat, ekspresinya datar tapi matanya penuh selidik. “Siapa?” tanyanya dengan suara beratnya.
Layla berusaha menenangkan detak jantungnya. Apa Saka mendengar suara Farrel tadi? “Ah…itu..keponakanku.”
Saka menyipitkan mata. “Keponakan?” ulangnya, suaranya penuh skeptis. Padahal Saka yakin dia tidak salah dengar tadi anak kecil itu memanggil Layla dengan sebutan mama.
Layla langsung bangkit dari ranjang. “Saya mau mandi,” katanya cepat, ingin segera menghindari tatapan tajam Saka.
Tanpa menunggu balasan, ia berjalan menuju kamar mandi dan mengunci pintu. Tangannya mencengkeram dadanya yang berdebar kencang.
Shower langsung dinyalakan tanpa berpikir panjang. Air dingin mengalir membasahi tubuhnya, membantu meredakan kegugupan yang menguasai dirinya. Ah setelah hari yang panjang rasanya sangat segar mandi seperti ini.
Layla melepas pakaiannya yang sudah basah satu persatu. Namun, baru beberapa detik kemudian, ia tersadar—ia tidak membawa baju ganti ke dalam kamar mandi. Semuanya masih ada di luar di dalam kopernya.
Ah, sial.
Layla membuka matanya dengan panik. Semua pakaiannya masih di luar, sementara bajunya sudah basah kuyup.
Ia menggigit bibirnya ragu. Bagaimana ini? Tidak mungkin dia meminta tolong Saka untuk mengambilnya bukan? Layla bimbang selama hampir 20 menit disana, tubuhnya sudah mulai mengigil.
Jika dia berada lebih lama lagi disini Saka pasti langsung mencurigainya. Lalu akhirnya memberanikan diri. “P-Pak Saka?” panggilnya pelan.
“Hm?” suara pria itu terdengar dari luar, santai dan tak terganggu sama sekali. Pria itu menoleh sekilas ke arah kamar mandi yang pintunya terbuka sedikit, memikirkan apa yang membuat wanita itu begitu lama.
Layla mengutuk dalam hati. Ia benar-benar tidak ingin meminta tolong padanya, tapi apa boleh buat?
“Pak Saka….Apa saya bisa meminta tolong?… saya lupa membawa baju,” katanya dengan suara nyaris tak terdengar.
Keheningan sebentar. Lalu suara tawa kecil terdengar dari luar.“Keluar saja,” jawab Saka enteng. “Sebelumnya saya sudah pernah melihat semuanya.”
Layla terdiam. Darahnya langsung naik ke wajahnya, membuatnya merah padam. Apa maksud pria itu? apa dia sedang menggoda Layla? “Bajingan!” gumamnya kesal.
Layla menyapu pandangannya di sekeliling kamar mandi dan menemukan sebuah handuk yang bertengger di dekat bathup. Cepat cepat dia memakainya walau sangat pendek dan tipis.
Layla menarik napas dalam sebelum membuka pintu kamar mandi. Tubuhnya hanya terbungkus handuk putih pendek yang tersedia di sana, dan ini membuatnya sangat canggung. Namun, ia tidak punya pilihan lain.
Sementara itu Saka sedang berdiri di dekat meja, mengumpulkan beberapa file penting. Pria itu tampak fokus, sama sekali tidak menyadari kehadiran Layla yang berjalan cepat melewatinya.
Namun, Layla yang lupa mengeringkan kakinya malah terpeleset di lantai yang licin. Ia menahan napas, tubuhnya hampir jatuh ke belakang.
Sebelum itu terjadi, lengan kuat Saka dengan sigap menangkap pinggangnya. Posisi mereka menjadi sangat dekat, napas Layla tertahan.
Handuknya tersingkap sedikit saat tubuhnya menempel pada dada bidang pria itu. Mata Saka menajam, pandangannya turun, lalu kembali ke wajah Layla.
"Kamu selalu menguji pertahanan saya, Anabella," suara Saka rendah, terdengar seperti ancaman sekaligus godaan. Hingga rasanya Layla dapaat merasakan ada sesuatu yang mengeras di bawah sana.
Layla menelan ludahnya susah payah. Apa katanya kemarin? Saka mengatakan dia tidak akan pernah tertarik dengan wanita sepertinya? “Pak Saka…..anda benar benar melewati batas. Bukankah anda yang mengatakan tidak akan tertarik dengan saya?” lirihnya.
Namun Saka malah terkekeh, melihat lekuk tubuh Layla yang sangat molek. Dadanya yang bulat sempurna dengan kulit putih mulus yang masih basah. Wajahnya cantic alami tanpa polesan make up sama sekali.
“Serigala mana yang tidak akan mau jika dilempar daging dengan cuma Cuma eperti ini, hm?” Saka berucap membuat sekujur wajah Layla memerah.
Dia bergerak untuk mendorong Saka tapi malah membuat seluruh handuknya jatuh ke lantai. Layla membelalak, wajahnya memanas seketika. Tanpa berpikir panjang, tangannya langsung menutup mata pria itu.
Saka terdiam, kemudian sudut bibirnya terangkat tipis. "Keputusan yang menarik," katanya dengan nada menggoda.
Layla masih panik, tidak melepaskan tangannya dari wajah pria itu. "Anda tidak boleh melihat, Pak Saka," suaranya bergetar.
Saka tertawa pelan, menikmati situasi ini. "Kalau begitu, kamu harus memilih," katanya santai. Layla benar benar sudah terjebak. Sekarang dia sepenuhnya telanjang di depan Saka dan handuknya jatuh ke bawah.
Sementara dia terus menutup mata Saka dengan tangannya agar pria itu tidak bisa melihat apapun. Layla menegang, aoa yang harus dia lakuka sekarang? “A-apa yang harus dipilih?” tanyanya sudah tidak bisa berpikir apa apa lagi.
Layla terlalu malu karena ini.
Saka menurunkan tangan Layla dari wajahnya dan membuat wanita itu semakin mengetatkan tangannya. "Antara mengambil handukmu atau tetap menutup mata saya."
Layla hampir menangis karena malu. “Pak Saka apa anda bisa membalik badan sebentar? Ini murni kecelakaan,” lirihnya dengan nada memohon.
Saka terkekeh. “Tentu, tapi tidak gratis.” Ucapan Saka membuat Layla mengernyitkan alisnya bingung. Sudah akan tidur bersama apa lagi yang pria ini inginkan darinya?
“B-baiklah asal anda mau berbalik!” Saka tersenyum puas setelah beberapa detik, Saka akhirnya mengalah.
Pria itu membalikkan badannya dengan santai, memberikan Layla kesempatan untuk segera berganti pakaian. "Cepat sebelum saya berubah pikiran."
Layla segera mengambil pakaiannya dan mengenakannya dengan tangan gemetar. Jantungnya masih berdetak kencang.
Setelah selesai, Layla duduk di tepi ranjang sambil menenangkan dirinya. Saka kembali ke meja, kali ini dengan ekspresi lebih serius.
Pria itu menutup file di tangannya, lalu menatap Layla. “Cari file yang dikirim Dokter Gilang di email saya,” titah Saka membuat Layla yang sudah memakai pakaian santainya mengangguk cepat.
Dia mengambil tablet Saka dan mencari email dari dokternya itu. Layla membacanya dengan seksama. “Apa ini…syarat yang anda katakan tadi?”
“Bagus, kau sudah pintar.”
Layla langsung membacanya dengan seksama apa yang harus mereka lakukan ketika tidur untuk membantu pengamatan Saka. Semuanya aman aman saja mulai dari Layla yang diminta mengamati pria itu dan melaporkan semuanya.
Hingga ia terhenti saat membaca poin pentingnya. “TIDUR SAMBIL BERPELUKAN?” pekiknya terkejut. “Apa ini? Bagaimana bisa?”
Namun Saka terlihat tenang. “Kamu bisa tidur duluan. Saya akan memelukmu ketika kamu sudah terlelap.”
Layla semakin kesal.