Please, Marry Me!

SANDIWARA YANG HAMPIR SAJA GAGAL

3 jam lewat. Perut Noah sudah keroncongan apalagi aroma makanan Hari masuk ke hidungnya membuat dirinya tergoda, salahnya-- Noah malah duduk di meja makan sambil bertopang dagu dengan satu tangan dan mata terus menatap ke makanan enak di depan mata.

“Aku sudah tidak kuat.” Noah memilih makan lebih dulu. Masakan Hari sungguh pas dengan lidahnya, pria itu begitu menikmati sajian Hari sampai-sampai ia hanya menyisihkan sebagian milik Hari.

Di tepi jalan, Hari berjalan dengan wajah bingung uang yang dia bawa tidaklah sebesar yang dia pikirkan. Dalam satu hari ini Hari sudah mengunjungi dua pemakaman, namun tidak ada nama Ratna Clarissa di sana dan kini dia tidak bisa pulang karena tidak punya uang di tambah dia tersesat dan hari semakin gelap.

Langit semakin gelap, Noah mulai khawatir, sesekali melihat ke luar jendela. Rasanya sangat frustasi hingga ingin rasanya Noah menjambak surai-nya sendiri. “Dimana dia? Jangan bilang--- ” si Rubah langsung bergegas meraih jaketnya dan berlari ke pintu keluar dengan langkah tergesa-gesah.

Bahkan ia menghiraukan panggilan dari pelayanan di sana yang bertanya saat melihat wajah Noah seperti seseorang yang tengah panik dan khawatir.

“Wanita bodoh!” kesal Noah hendak masuk ke dalam mobil sampai ponselnya berdering menghentikan langkahnya. Sebuah nama wanita yang kini membuatnya khawatir.

[“Halo, Noah! Kau bisa mendengar ku?”] Hari masih berjalan menyusuri jalanan yang bisa dia tuju, meski saat ini ia berada di jalan sepi tak terdengar suara kendaraan ataupun langkah dari kaki orang lain.

[“Kau ada di mana?”]

[“Ak-aku tidak tahu, sepertinya aku tersesat, tolong aku!”] suaranya pelan hampir seperti bisikan.

[“Baiklah, lihat di sekeliling mu. Apa ada tulisan yang bisa menunjukkan kau berada di mana?”] mulai masuk ke dalam mobil.

Hari melihat sekelilingnya sampai ada sebuah petunjuk berupa lorong dengan lampu terang di sana. [“Entahlah, tapi aku baru saja melewati lorong kecil dan tempat basecamp, lalu aku melihat ada lorong terang di depan.”] Jelas Hari sambil meneliti lorong tersebut yang berada seperti bawah tanah.

[“Apa? Cepat putar balik, kembalilah jangan berjalan ke arah sana, cari tempat sembunyi dan tunggu sampai aku datang, mengerti!”] tegas Noah. Hari mulai panik dan putar balik berjalan lebih cepat dan tergesa-gesa.

Sementara Noah mulai mempercepat laju mobilnya. Dia tahu tempat yang di maksud Hinata, sebuah tempat berkumpulnya geng nakal dan para gelandangan liar di sana. Bagaimana bisa wanita itu berjalan sampai ke sana.

“Tolong aku, tolong aku-- ” Hari terus bergumam seperti itu. Dia terkejut mendapati dua pria asing berkulit hitam dan putih dengan wajah nakal mereka. Sontak Hari melangkah mundur dengan pelan.

“Wah! Ada kelinci kecil yang terjebak!” ucap pria berkulit putih dengan seringaian licik menatap Hari dari atas ke bawah. Untung Hari tahu bahasa Inggris sehingga dia tidak terlalu bodoh mendengarnya.

“Orang Asia hm?!” mereka masih tersenyum lebar hingga giginya terlihat, juga sesekali mereka menjilat bibir bawahnya sendiri.

Nafas Hari memburu, juga jantungnya berdegup kencang. Tanpa pikir panjang ia memilih berlari di arah lain menghindari para pria asing yang mesum tadi namun nihil, para pria itu malah ikut mengejarnya.

-'Kau dimana?' batin Hari masih berlari kencang, sementara dua pria itu masih mengejarnya juga meneriaki dirinya. Sial! Hari berhenti dengan panik, sebuah jalan buntu ada di depannya di saat seperti ini.

“Sudah selesai?” suara mengerikan membuat Hari berbalik ketakutan.

“Jangan bergerak, atau kalian akan menyesal.” Teriak Hari mengancam dengan sebuah tongkat kayu berada di dua tangannya. Dua pria tadi malah tertawa lantang tanpa takut. Si hitam meraih tongkat kayu tadi dan Hari berusaha menariknya kembali.

“Lepaskan!”

“Kami akan melepaskan mu setelah bersenang-senang!”

Di sebuah lorong sepi, Noah segera memarkirkan mobilnya lalu turun dan mulai mencari keberadaan Hari. Sementara Hari masih berusaha menarik tongkat yang bisa membantunya dari bahaya, namun sayang- pria hitam itu menariknya kuat sehingga tongkat terlepas dari Hari. Juga, tubuhnya tertarik kedepan sehingga kini ia berada di dekapan pria kulit putih khas orang Inggris.

“Lepaskan!” sebisa mungkin Hari memukul pundak serta dada pria tersebut.

Tubuhnya sudah berhimpitan dengan pria asing, lebih baik dengan Noah daripada orang seperti mereka. Tak lama pria berkulit hitam juga ikut tertawa dan mulai mendekati tubuh Hari dari belakang, sementara pria berkulit putih itu masih merangkul kuat pinggang nya hingga tak tersisa cela. -'Tamatlah riwayat mu, Hari!' wanita bersurai indigo gelap itu mulai menutup kedua matanya pasrah.

Bugh! Seketika Hari tiba-tiba merasa bebas. Saat membuka matanya, dia sudah melihat pria berkulit putih tadi tergeletak di tanah dan pingsan. Hari menganga melihat suaminya sudah berdiri tepat di depannya dengan tatapan marah.

“Jangan mendekat atau lehernya akan tergores!” seketika ancam pria berkulit hitam tadi sudah menyodorkan sebuah pisau kecil tepat di leher Hari. Sementara Hari mendongak mengisyaratkan Noah agar tidak gegabah.

Bukannya panik, si pirang malah terseringai miring. “Cih, kau yakin?” Noah mulai melangkah ke depan dengan santai, tidak memperdulikan teriakan Hari yang menyuruhnya untuk berhenti karena merasa takut akan benda tajam yang terasa dingin di kulit lehernya.

“I say stop.”

Noah masih berjalan menghiraukan si hitam yang malah terlihat panik sendiri.

“Kau yakin-- LIHAT ITU.” Sontak pria hitam tadi menoleh ke arah yang di tunjuk oleh Noah sehingga membuatnya terlihat bodoh saat kemudian Noah mulai meninju wajahnya lalu menarik Hari ke arahnya.

Perkelahian di mulai. Pria hitam tadi masih membawa pisau di tangannya, melawan Noah yang mencoba menghindari serangan brutal tersebut, dengan kecepatan dan ketepatan akhirnya si Rubah itu berhasil mematahkan tangan musuh hingga pisau jatuh ke tanah.

Bugh! Tambahan bumbu berupa pukulan mantap di pipi kiri pria tersebut sehingga pingsan terkulai di tanah. “Jangan ganggu istriku.” Ujar Noah menatap nanar ke pria tadi.

Merasa sudah aman, Noah berbalik menatap Hari yang masih diam termenung.

“Ayo pulang!” pinta Noah dingin, berjalan melewati Hari.

Selama dalam perjalanan menuju apartemen tidak satupun di antara Noah dan Hari saling membuka suara, hanya ricuh jalanan serta keheningan yang menyelimuti mereka.

Titt! Pintu terbuka. Noah masuk lebih dulu di ikuti oleh Hari yang masih merasa tak enak.

“Maaf!” suara lembut akhirnya membuka keheningan mereka. Noah menutup matanya sejenak lalu balik menatap ke arah Hari.

“Lain kali hubungi aku sebelum pergi, jika aku tidak datang tepat waktu apa yang akan mereka lakukan padamu hah?” emosi Noah.

“Semalam aku sudah memberitahu mu' kan! Hari ini aku akan ke makam ibuku. Aku juga tidak yakin kau mau menemaniku.” Masih tak mau kalah.

“Lain kali tunggu aku sampai pulang. Dan-- jadilah istri yang benar.” Geram Noah masih marah-marah hingga meluap.

“Aku sudah menjadi istri yang benar. Aku sudah menebus kesalahanku! Membersihkan seluruh ruangan di sini dan membuatkan mu makan malam.”

“Tidak bisakah kau menurut dan tidak membantah? Kau gadis cerewet yang pernah ku temui.” Seketika Hari membelalak tak terima, hendak membalasnya namun di hentikan dengan dering ponsel Noah. <>.

“Kakek menelfon, bersikaplah normal dan bahagia.” Hari tak menjawabnya dan hanya memberikan lirikan sinis. Mereka mulai melakukan Video call lewat laptop Noah.

Kini dia pasang suami istri itu duduk di kursi meja makan bersampingan.

“Tersenyum.” Pinta Noah yang akhirnya keduanya mulai tersenyum lebar dengan lengan Hari yang melingkar di lengan Noah bak pasangan saling mencintai.

[“Apa kabar Noah, Hari?!"] tanya nenek Suzan menyapa lebih dulu.

["Kami baik Nek! Bagaimana kalian?”] balas Noah tersenyum.

[“Kami baik! Bagaimana bulan madu kalian?”] tanya kakek Liam tak sabar ingin tahu.

[“Iya! Apa malam hari kalian lancar?!”] sambung Norman. Ya! Sekarang keluarga Harrison tengah berkumpul karena rasa penasaran mereka. Pertanyaan Norman membuat Noah dan Hari sedikit tersipu.

[“Jangan dengarkan dia. Dia gila!”] balas Amora.

Sedari tadi yang mengoceh bukanlah Noah ataupun Hari, melainkan keluarga Harrison yang selalu heboh sendiri, seperti saat ini.

[“Nak Hari! Jangan lupakan soal cicit 100 ku!!”] goda kakek Liam membuat Hari terkejut, begitupun Noah. Hari hanya tersenyum lebar dan mengangguk tanpa menjawab.

[“Apa terjadi sesuatu? Kalian terlihat seperti pasangan gadungan.”]

[“Ti-tidak kok Nek! Kami baik-baik saja, sungguh. Iya kan sayang!”] Cup! Hari mencium lembut dan singkat pipi Noah agar keluarganya tidak curiga.

Sementara mendapatkan ciuman tiba-tiba sudah berhasil membuat si Noah kaget. Pria itu menoleh ke arah Hari yang masih fokus tersenyum ke laptop dan cup! Noah membalas ciuman singkat tadi tepat di pipi gembil Hari.

Mereka saling memandang diam dalam suasana hati masing-masing, sementara keluarga Harrison sudah senyum-senyum sendiri melihat adegan singkat tadi.

...🛫📍🛬...