[Lanjutan dari novel "Aku hanya Figuran"]
Awalnya kupikir Kamu hanyalah gadis biasa-biasa saja. Namun mata polosmu mengalihkan semuanya. Aku tak bisa berpaling. Timbul ketertarikan untuk mengenalmu lebih dalam lagi. Hingga akhirnya Aku sadar, Aku telah jatuh sejatuh-jatuhnya pada pesonamu.
Hei Khansa Aulia, Yohan Alexander menyukaimu. Sadarkah Kau dengan hal itu? (Yohan Alexander)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ErKa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
[POV Alex] Ch 25 - Khansa Hilang
"Oh, Alex itu masih ada urusan kerjaan Ma. Malam ini dia mau nginap di rumah temannya, besok lanjut ke Surabaya. Mau kunjungan ke cabang sana..." tiba-tiba Diana datang dan memberi jawaban.
"Sejak kapan kamu buka cabang di Surabaya Al? Bukannya perusahaanmu di Jakarta semua ya? Apa Mama ketinggalan berita?" Mama menatapku dengan mata penuh selidik.
"Iya Ma, rencananya mau buka di sana. Sekarang masih tahap peninjauan lokasi."
"Oh begitu. Jadi kamu nggak nginap di sini? Berarti besok nggak bisa ikut acara?"
"Acara apa Ma?"
"Syukuran tujuh bulanan Al. Bagaimana pun, calon jabang bayi ini harus didoakan. Agar ibu dan bayinya selalu diberi keselamatan. Kamu nggak bisa datang?"
"Lihat besok saja deh Ma."
"Besok setelah syukuran kita langsung ke Singapura. Kalau kamu nggak bisa datang, jangan dipaksakan..."
"Iya Ma..."
"Ya sudah, lanjutkan aktivitasmu. Ayo masuk sayang." Mama menggandeng tangan Diana dan membawanya masuk ke dalam rumah. Sementara aku merasa merdeka. Selesai memasukkan koper, aku langsung memacu mobil ke rumah Khansa. Tidak sabar rasanya untuk menemuinya.
Khansa pasti bahagia karena sudah bertemu dengan keluarganya. Bila Khansa bahagia, maka moodnya pun akan baik. Dia tidak akan uring-uringan lagi dan kembali tersenyum padaku.
Dua puluh menit kemudian aku telah sampai di depan rumah Khansa. Rumah itu tampak sepi. Mungkin penghuninya memutuskan untuk beristirahat? Aku turun dari mobil dan mulai menggedor-gedor pintu pagar tanpa penyekat itu.
"Assalamu'alaikum... Khansa... Khansa..." tidak ada jawaban. Aku mengulang salam yang sama, kali ini Aku memanggil-manggil nama Ayah, namun tak kunjung mendapat jawaban. Hampir sepuluh menit aku berada di depan rumah itu. Akhirnya aku memutuskan untuk menelepon Khansa.
Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif, silakan hubungi beberapa saat lagi.
Berulang-ulang suara operator itu kudengar. Nomor Khansa sedang tidak aktif. Mungkin kehabisan baterai. Aku mencoba menghubungi lagi, namun tetap tidak bisa. Aku memutuskan untuk menghubungi nomor Ayah, namun ternyata nomor beliau di luar jangkauan. Mau menghubungi Ibu, aku idak punya nomornya. Perasaan bingung dan gelisah mulai menghantuiku. Pikiran-pikiran buruk dan negatif mulai bermunculan. Kemudian serpihan ingatan mulai datang.
Otakku secara otomatis menghubung-hubungkan. Khansa membawa semua barangnya dalam satu koper. Tidak ada barangnya yang tertinggal di rumah. Sementara Ayah dan Ibu tidak bisa dihubungi. Apa ini artinya...
"Khansa!! Khansa!! Buka pintunya!! Aku Alex!! Khansa!!" Aku mulai berteriak-teriak seperti orang gila. Memikirkan kemungkinan Khansa meninggalkanku. Keluarganya membawa Khansa pergi dariku!!
"Khansa!! Buka pintunya!! Aku suamimu!! Buka pintunya!!" Aku memanjat pagar dan mulai menggedor-gedor pintu rumah. Tingkahku mulai menjadi pusat perhatian. Beberapa orang mulai datang untuk melihat tingkah gilaku. Aku mulai putus asa. Tubuhku gemetar. Keringat dingin mulai bercucuran. Napasku tersengal-sengal. Genangan airmata mulai bermunculan. Sementara mulut dan tanganku tak henti-hentinya beraksi.
"Khansa!! Buka pintunya sayang!! Kamu dimana?!! Khansa!! Buka pintu!!"
"Mas, cari siapa?" Aku menoleh untuk melihat asal suara. Kulihat seorang wanita paruh baya sedang menatapku dengan keingintahuan yang tinggi. Aku berusaha menormalkan deburan napasku yang tersengal. Berusaha berbicara senormal mungkin.
"Saya mencari keluarga Pak Ahmad. Mungkin Anda tahu beliau dimana?"
"Setahuku, Pak Ahmad dan keluarga pergi. Mereka malu karena anaknya hamil di luar nikah. Yah, kalau aku jadi beliau, aku pasti akan melakukan hal yang sama. Punya anak perempuan nggak jelas gitu. Malu-maluin orangtua..."
"Berhenti!! Aku tampar mulutmu!!" Mendengar Khansa dijelek-jelekkan kembali membuat hatiku panas. Rasa berkobar memenuhi dadaku. Aku tidak lagi melihat lawan bicaraku. Yang kutahu dia telah menghina wanitaku!!
"Hih, sinting!! Gila!! Ganteng-ganteng gila!! Nggak sopan sama orangtua!!" Wanita itu pergi menjauh sembari mulutnya tak henti-hentinya mengomel. Aku kembali menghadap pintu dan menggedor-gedor rumah Khansa. Beberapa orang yang prihatin kembali mendekatiku.
"Mas, coba sampeyan (kamu) hubungi nomor Pak Ahmad."
"Sudah saya hubungi Pak. Tapi nomornya tidak aktif."
"Sampeyan siapa? Ada hubungan apa sama Pak Ahmad?"
"Saya menantunya, suami dari anaknya. Mungkin Anda tahu nomornya yang lain Pak?" Pria paruh baya itu mendekatiku, kemudian membuka ponselnya. Ternyata nomor yang diberikan, sama dengan nomor yang kusimpan. "Nomor ini sudah saya hubungi Pak, namun tidak aktif."
"Coba saya tanya ke istri saya dulu Mas. Siapa tahu punya nomornya Bu Ahmad." Bapak itu menanyakan ke istrinya. Ternyata beliau memilikinya. Namun sayangnya, nomor Ibu lagi-lagi tidak bisa dihubungi.
Keringat dingin kembali membasahi keningku lagi. Pikiran-pikiran buruk kembali melintas di kepalaku. Bagaimana bila mereka benar-benar membawa Khansa pergi? Bagaimana nasibku nanti? Aku tidak bisa hidup tanpa Khansa. Aku memilih mati bila harus kehilangan wanita itu!!
"Tenang Mas, sabar. Jangan emosi dulu. Saya telepon anak saya. Siapa tahu dia punya nomornya Fian, putranya Pak Ahmad." Hah bodohnya aku tidak memikirkan ke arah itu. Aku juga punya nomor Fian, namun karena tidak terpikirkan ke arah sana, aku tidak menghubunginya. Begitu ingat, serta merta aku langsung menghubunginya. Pada deringan kedua, panggilan itu diangkat.
"Ya?"
"Fian, ini Alex. Khansa dimana? Ayah Ibu dimana?"
"Alex? Oh... Mas Alex suaminya Mbak Khansa?"
"Iya. Mbakmu dimana?"
"Lho, kok tanya aku Mas? Kan Mbak sama kamu Mas."
"Dia pulang ke rumah hari ini. Tapi di rumah nggak ada orang..."
"Aku malah baru tahu kalau Mbak pulang."
"Ayah Ibu dimana? Kenapa nggak ada orang di rumah?"
"Oh, Ayah Ibu pergi ke rumah nenek beberapa hari yang lalu. Nggak ada sinyal di sana Mas. Percuma juga kalau mau menghubungi beliau..."
"Terus Mbakmu kemana? Kenapa dia nggak ada di rumah juga?"
"Mana aku tahu Mas. Beberapa hari ini aku nginap di kosan temen. Malas pulang ke rumah, sepi, nggak ada orang."
"Mbakmu ini sekarang nggak ada Fian. Nomornya nggak aktif. Aku bingung mau nyari dia."
"Lho, kok bisa kehilangan Mbak Khansa sih Mas? Bukannya harusnya kalian bersama ya?" ****, benar kata Fian. Harusnya aku selalu bersama Khansa. Aku sangat menyesal telah meninggalkan Khansa seperti itu. Bayangan Khansa meninggalkanku semakin besar. Bagaimana kalau Khansa pergi dan menghilang lagi? Dimana aku harus mencarinya? Berapa lama lagi kami bisa bertemu?!
Pikiran-pikiran seperti itu kembali membuat tubuhku gemetar. Aku benar-benar ketakutan.
"Mas?"
"Fi-fian... Apa kamu tahu biasanya Mbakmu pergi kemana? Mungkin kamu tahu teman-temannya? Atau kebiasaannya?"
"Kurang begitu tahu sih Mas. Mbak udah lama nggak pulang. Tapi dulu sih Mbak suka pergi ke perpustakaan daerah atau tempat yang banyak bukunya. Kalau teman-temannya, aku kurang tahu Mas."
"Ya sudah Fian, aku akan mencoba mencarinya. Terima kasih."
"Iya Mas, sama-sama." Sesuai saran Fian, aku mulai mencari di go*gle map tempat-tempat yang sekiranya menjual atau menyewakan buku. Kemudian aku menyusuri tempat itu satu persatu.
***
Happy Reading 🤗
NB : Sekarang aku nggak mau janji UPnya per kapan, takut mbleset (nggak bisa nepati). Pokoknya ada episode baru Aku terbangin. Kalo nggak bisa UP, Aku kabari via igeh. Sudah beberapa kali janjiku mbleset, aku nggak mau keulang lagi. Mohon maaf semuanya 🙏🙇♀️🙏
anw, aku dari 2025 yah. kangen Alkha.
tapi ada yg lucu..
pov nya tukang telur gulungg/Facepalm//Facepalm/..
ada² aja yg nulis novel ini..
ampe nasib telor gulung pun di tulis.