"Semua tergantung pada bagaimana nona memilih untuk menjalani hidup. Setiap langkah memiliki arti yang berbeda bagi setiap orang," ucapan itu terdengar menyulut hati Lily sampai ia tak kuasa menahan gejolak di dada dan berteriak tanpa aba-aba.
"Ini benar-benar sakit." Lily mengeram kesakitan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gledekzz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch ~
Zhen mengatur napasnya yang masih memburu. Tangannya penuh darah, kepalan tinjunya bergetar hebat setelah menghajar pria di hadapannya hingga tak berdaya.
Di sudut ruangan seorang wanita terduduk lemas, tubuhnya gemetar, tetapi bibirnya melengkungkan senyum penuh kepuasan.
"Kau terlalu lambat," bisiknya seraya tertawa kecil. "Kami sudah mendapatkan semua yang kami inginkan. Uang. Kekuasaan. Dan yang paling menyenangkan, kehancuran kalian. Mau kau membunuh kami sekali pun kau akan tetap menderita Zhen. Kau tau, betapa kami sangat membenci orang-orang seperti kalian."
Zhen merasakan amarah yang membakar dadanya semakin meluap. Kian yang berdiri di dekat Zhen menahan diri untuk tidak ikut turun tangan, tetapi sorot matanya tajam penuh kemarahan.
"Apa maksudmu?" suara Zhen terdengar berat, mengandung bahaya.
Wanita itu menatap Zhen dengan mata berbinar, seolah menikmati situasi ini. "Orang tuamu dan orang tua wanita itu. Mereka tidak pergi dengan tenang bukan?" Ia terkekeh. "Seharusnya mereka tau, menentang kami bukan pilihan yang bijak."
Zhen melangkah mendekatinya, rahangnya mengatup erat, tinjunya terkepal. Rasa sakit lama yang sudah berusaha ia kubur kini bangkit lagi.
Orang tuanya yang meninggal dalam kecelakaan tragis bertahun-tahun lalu, ternyata bukan korban kecelakaan mereka dibunuh. Begitu pula dengan orang tua Lily.
Seketika kepalanya dipenuhi gambaran-gambaran mengerikan.
"Kau..." Zhen berusaha meredam emosinya tetapi suaranya tetap bergetar marah. "Kalian benar-benar hebat merencanakan semua ini."
Wanita itu tidak mengeluarkan kata-kata. Ia hanya tersenyum lebih lebar. Di belakangnya pria yang babak belur itu mengerang pelan, berusaha mengangkat kepalanya.
"Semua orang mengira kau pria yang cerdas dan tak terkalahkan, Zhen Wang Opulensia," lanjut wanita itu. "Tapi lihatlah sekarang, kau bisa menghajarku, membunuhku jika kau mau. Tapi kau sudah terlambat. Kekaisaran yang kau bangun akan runtuh. Dan kau akan kehilangan lebih banyak lagi."
Zhen hanya menatap mereka dengan tatapan tajam yang bisa membekukan siapa pun. Ia mengerti satu hal, permainan ini belum berakhir. Tidak sampai ia memastikan sendiri bahwa mereka yang berhati iblis ini mendapatkan hukuman yang pantas.
"Kian," Zhen berucap tanpa menoleh.
"Ya, Tuan."
"Hubungi Leon. Dan siapkan semua yang kita butuhkan. Aku ingin mereka berdua menghilang dari peredaran sebelum matahari terbit."
Wanita itu terkekeh sekali lagi, kali ini lebih lemah. "Kau pikir ini sudah selesai?"
Zhen menunduk membiarkan tatapannya menembus mata wanita itu. "Ini baru permulaan."
Kian baru saja menempelkan ponselnya ke telinga ketika suara panik dari ujung sana membuatnya tertegun. Bola matanya membulat, wajahnya langsung pucat.
"Tuan, hotel tempat nyonya Lily berada mengalami kebakaran!"
Kata-kata itu menghantam Zhen seperti palu godam. Dadanya terasa sesak, napasnya tercekat di tenggorokan. Untuk sesaat dunia di sekelilingnya terasa membeku.
Di sudut ruangan pasangan suami istri yang tadi tak berdaya kini tertawa puas. Wanita itu menatap Zhen dengan ekspresi penuh kemenangan seolah telah menuliskan nasibnya sendiri.
"Lihat? Penderitaanmu baru saja dimulai, Tuan Opulensia."
Zhen tidak merespons. Rahangnya mengatup rapat, otot-otot di tubuhnya menegang karena amarah yang tertahan. Ia menoleh ke pria di sampingnya, suaranya terdengar dingin dan berbahaya.
"Buat mereka lebih jauh menderita," perintahnya singkat.
"Baik, Tuan," jawab pria bertubuh kekar itu sambil menunduk dan langsung memberi isyarat kepada anak buah mereka yang sudah bersiap di luar.
Namun, Zhen tak lagi peduli pada mereka. Ia sudah kehilangan terlalu banyak orang dalam hidupnya, dan ia tidak akan membiarkan Lily menjadi bagian dari daftar panjang itu.
Tanpa menunggu lebih lama, Zhen berbalik dan berlari keluar gedung di ikuti Kian. Langkahnya cepat, penuh ketegangan. Tangannya gemetar saat ia masuk ke dalam mobil, menyuruh sopirnya mengemudi secepat mungkin menuju hotel.
Dalam perjalanan pikirannya penuh dengan bayangan Lily. Ia menelan ludah dengan susah payah, lalu tanpa sadar air matanya menetes.
"Bertahanlah, Li. Aku akan datang sebentar lagi," ucap batin Zhen.
Zhen tiba dengan napas tersengal, matanya langsung membulat melihat neraka yang terbentang di hadapannya. Hotel itu kini dilalap api, kobaran merah menyala melahap setiap jendela dan dindingnya, asap hitam membubung tinggi, menggulung langit dengan kepekatan yang menyesakkan.
Suasana di sekitar penuh kekacauan. Orang-orang berlarian menyelamatkan diri, beberapa pegawai hotel menangis histeris, sementara petugas pemadam kebakaran sibuk mengendalikan si jago merah yang terus melahap bangunan.
Namun, semua itu tak berarti apa pun bagi Zhen.
Matanya hanya terpaku pada satu titik, lantai atas tempat kamar mereka berada.
Tepat saat pandangannya terfokus ke sana, suara ledakan besar menggema. Api berkobar lebih ganas, menghancurkan sebagian lantai atas. Asap mengepul, serpihan kaca beterbangan ke segala arah, dan dinding beton runtuh dalam kobaran neraka.
Zhen terhuyung. Dunia di sekelilingnya seakan berhenti.
Itu kamar mereka!
"LILY!!!"
Teriakannya nyaring, mengguncang udara, dipenuhi kepanikan yang menusuk.
Tanpa berpikir panjang, Zhen berlari menerobos kerumunan yang menjerit panik. Orang-orang menyingkir, tetapi sebelum ia bisa mendekati gedung yang hampir runtuh itu, sebuah tangan kuat mencengkeram bahunya, menariknya mundur dengan paksa.
"Tuan, jangan!"
Kian berusaha menahan Zhen, tubuh Zhen bergetar karena ketakutan melihat api yang semakin membesar. Namun, Zhen tak mendengarnya.
"Lepaskan aku!" Zhen meronta, matanya liar dan merah. "Lily ada di dalam! Aku harus menyelematkannya!"
Tetapi Kian tahu, jika membiarkan Zhen masuk sekarang, itu berarti kematian. Api sudah melalap hampir seluruh bangunan, dan dengan suara retakan dari dalam, bisa dipastikan bangunan itu sudah tidak stabil.
"Tuan, itu terlalu berbahaya!" Kian menggenggam bahu Zhen lebih erat, suaranya penuh keputusasaan.
Zhen tetap berjuang, tubuhnya semakin liar, kekuatan emosinya meledak.
"Aku tidak peduli! Aku harus masuk ke sana! Aku harus menyelematkan Lily!"
Namun, Kian tak sendirian. Bodyguard Zhen segera turun tangan, mereka semua memegang tubuh Zhen, menghalangi gerakannya. Tapi Zhen berontak sekuat tenaga, matanya mulai basah, kepanikan dan ketakutan menyatu menjadi satu.
"LEPASKAN AKU!!!"
Zhen meraung dengan suara yang menggema. Tubuhnya bergetar hebat, dadanya naik turun dengan napas tersengal, rasa takut dan marah menyatu, menelannya dalam lautan emosi yang menyesakkan.
Dan saat ledakan kedua terjadi lebih besar dari sebelumnya, Zhen benar-benar kehilangan kendali.
Kepalanya mendongak melihat lantai tempat Lily menginap runtuh dalam kobaran api, menghilangkan harapan terakhirnya.
Tangannya mencengkeram baju Kian dengan erat, kakinya goyah, tubuhnya melemas seketika.
Mata Zhen menatap kosong ke depan, dadanya terasa sesak, seolah seluruh udara di sekitarnya menghilang. Napasnya semakin berat, dunia di sekelilingnya mulai berputar.
Tidak… ini tidak mungkin…
Tidak mungkin…
Dalam hitungan detik, seluruh kesadarannya hancur.
Tubuhnya jatuh ke belakang, suara raungan kesedihannya kini berganti dengan keheningan yang mencekam. Zhen tak lagi bergerak, ia pingsan, tenggelam dalam kegelapan yang menelan segala harapan.