Ketika hidupnya terguncang oleh krisis keuangan dan beban tanggung jawab yang semakin menekan, Arya Saputra, seorang mahasiswa semester akhir, memutuskan memasuki dunia virtual Etheria Realms dengan satu tujuan: menghasilkan uang.
Namun, dunia Etheria Realms bukan sekadar game biasa. Di dalamnya, Arya menghadapi medan pertempuran yang mematikan, sekutu misterius, dan konflik yang mengancam kehidupan virtualnya—serta reputasi dunia nyata yang ia pertaruhkan. Menjadi seorang Alchemist, Arya menemukan cara baru bertarung dengan kombinasi berbagai potion, senjata dan sekutu, yang memberinya keunggulan taktis di medan laga.
Di tengah pencarian harta dan perjuangan bertahan hidup, Arya menemukan bahwa Main Quest dari game ini telah membawanya ke sisi lain dari game ini, mengubah tujuan serta motivasi Arya tuk bermain game.
Saksikan perjuangan Arya, tempat persahabatan, pengkhianatan, dan rahasia kuno yang perlahan terungkap dalam dunia virtual penuh tantangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miruのだ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Konspirasi dibalik Dewa Gunung
Auriwretch mengamuk dan menghancurkan segala sesuatu di sekitarnya, mencoba tuk menemukan Ferran yang telah menyebabkan dirinya keracunan. Disisi lain Hp monster itu sendiri terus berkurang, akibat dari terkena serangan api Venom Ember.
Disaat yang sama, Kira melirik monster yang tengah mengamuk itu, Hp-nya yang berkurang sedikit demi sedikit, membuat Kira sedikit bergidik ngeri.
Dia kembali bersandar dibalik bebatuan dalam gua itu, kemudian melirik kakaknya yang juga berada tidak jauh darinya.
"Kakak, apa kau tidak punya rencana lain?"
Ferran yang mendengar hal itu melirik ke sebelahnya, dimana Kira, Iris dan saudaranya tengah menatapnya seolah meminta jawaban.
"... Aku harap aku mati saja di tempat ini..." Ucap Ferran dengan tatapan kosong.
"Kakak!!"
Ferran akhirnya mengeluarkan beberapa potion berwarna merah dari tasnya, serta sebuah botol kaca berisi Pill berwarna hitam. Selain itu, Ferran juga mengeluarkan seutas tali, lalu memberikan semua itu pada Kira dan Iris.
"Kalian ingin terlihat berguna kan? Nah... Sekarang dengarkan aku!" Ferran mulai menjelaskan rencana yang ia miliki, tuk menghabisi Dewa Gunung palsu tersebut
"... Campurkan Pill hitam ini kedalam potion ini, dengan Pill ini, tanpa skill Quick Synthetic sekalipun kalian bisa membuat potion ini meledak. Lalu ikatkan pada anak panahmu, dan tembakkan panahnya pada monster itu!" Ferran memberikan potion, botol Pill, dan tali itu pada Kira dan Iris.
"Pill ini akan memastikan potion meledak dalam kurun waktu satu menit. Pastikan kau menembakkannya sebelum waktu satu menit itu berakhir!" Ferran berdiri dan menarik kembali senjatanya setelah selesai memberikan instruksi pada keduanya.
"Aku akan mengurus Aggro dari monster itu, pastikan kau memanah dari jarak menengah agar panahnya tidak meleset!" Ferran melirik adiknya dan Iris untuk terakhir kalinya, sebelum berlari menghampiri Auriwretch.
Suara gemerincing rantai mulai bergema dalam gua itu, Ferran memutar rantai di tangannya dengan sangat kencang, Venom Ember juga menyala garang melapisi senjata Ferran.
"Baiklah... Mari kita bertaruh..."
Sebuah bogem raksasa menghantam tempat Ferran berdiri, untungnya Ferran dengan sigap berhasil menghindarinya tepat waktu. Pemuda itu lalu meloncat keatas lengan Auriwretch, diikuti monster itu yang mengulurkan tangannya satu lagi untuk menyerang Ferran.
Ferran kembali menghindari serangan kedua, dia melemparkan ujung pedang dari senjatanya kearah lengan kiri monster itu. Dan menarik tubuhnya mendekat, Ferran segera mencabut pedangnya dan memutarnya sekencang mungkin.
Suara bilah besi mengoyak daging segera terdengar memenuhi lorong gua, Ferran dengan sigap kembali melompat menghindari dari serangan lanjutan Auriwretch.
"Apa kau hanya bisa menyerang dengan kekuatan mentah? Heh..." Ferran terus menerus menghindari serangan pukulan Auriwretch, kecepatan yang dimiliki pemuda itu jelas membuatnya sangat unggul dalam pertarungan ini.
Ferran akhirnya sampai di dekat gumpalan daging, yang merupakan tubuh bagian bawah monster itu. Tanpa basa-basi lebih jauh, Ferran mengayunkan pedangnya yang diselimuti Venom Ember.
Menciptakan gema suara daging yang terkoyak besi di seluruh ruangan gua, tak lupa Ferran melompat mundur menghindari serangan demi serangan yang monster itu lancarkan.
Entah karena frustasi atau amarah, monster itu tiba-tiba berteriak keras, membuat Ferran sedikit terkejut dan sempat kehilangan keseimbangannya sejenak.
Disisi lain Kira dengan panah terikat dengan potion milik kakaknya, segera menembakkan panah panah tersebut kearah tubuh raksasa Auriwretch. Iris disebelahnya terus mencampurkan, dan mengikat potion dari Ferran ke panah yang mereka miliki.
Kira mengerutkan dahinya, kondisi panahnya yang diikat dengan potion membuat panahnya jadi kurang stabil untuk ditembakkan. Memaksanya mengubah sedikit gaya memanahnya, agar dapat mengenai titik-titik tertentu pada tubuh Auriwretch.
Untungnya, karena kondisi lingkungan gua yang tanpa angin, serta tubuh besar Auriwretch yang statis. Membuat panah Kira bisa dengan mudah mendarat pada tubuh lawannya, tanpa terlalu memikirkan akurasinya.
Saat Kira masih sibuk menyerang dengan strategi Ferran, tanpa terganggu oleh Aggro dari Auriwretch. Tiba-tiba monster itu berteriak keras, membuat panah yang baru saja Kira tembakkan berbalik jatuh dan gagal mendarat di tubuh Auriwretch.
Kira dan Iris sempat tertunduk sebentar, sebelum kembali melihat kearah Auriwretch dan Ferran. Belasan tentakel keluar dari tubuh Auriwretch, menargetkan hanya Ferran dan sepenuhnya mengabaikan Kira dan Iris.
Kira melihat kakaknya mulai kembali menghindari berbagai serangan dari Auriwretch, bahkan memotong tentakel-tentakel itu memakai senjatanya.
"Um... Nona Kira?" Iris mengulurkan sebuah anak panah, yang telah diikat dengan potion siap meledak kapan saja.
Kira menggelengkan kepalanya pelan, semakin dia memikirkan kemampuan kakaknya, semakin tak habis pikir juga Kira tentang betapa uniknya kakaknya itu.
Kira menerima panah itu dan segera menembakkannya, beberapa panah juga mulai meledak. Menyebabkan tidak hanya damage, melainkan juga mengganggu pergerakan dari Monster itu sejenak.
Panah dari Kira mulai meledak satu-persatu, setiap Ledakan akan terus diiringi dengan ledakan lainnya, membuat gua tempat mereka bertarung berguncang tanpa henti.
Disisi lain, Ferran yang melihat panah Kira yang mulai meledak satu per satu tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Dia segera maju mendekati tubuh Auriwretch lagi, dan menyerangnya memakai pedang berlapis Venom Ember.
Ledak demi Ledakan terjadi, setiap ledakan yang tercipta dari potion Ferran cukup kuat untuk terus menggangu pergerakan Auriwretch. Selain itu kerusakan yang diciptakan dari setiap ledakan, juga berhasil mengurangi banyak Hp dari Auriwretch secara signifikan.
Bersamaan dengan Ledakan yang terus berlangsung, Ferran dengan pedang dan belati berlapis api, menyerang tubuh bagian bawah Auriwretch dengan sangat brutal.
Auriwretch yang tidak dapat memberikan perlawanan, harus terima tubuh besarnya terus di bombardir serangan, hingga akhirnya makhluk itu tumbang ke tanah.
Ferran menghela nafas pelan, dan membersihkan bilah pedangnya, "Yare.. Yare... Monster ini ternyata hanya kuat secara level saja, pertahanannya kerupuk, dan sama sekali tidak punya otak, hah..."
Kira juga ikut menghela nafas lega melihat monster itu akhirnya tumbang, ketika mereka telah berpikir bahwa semua telah berakhir, sebuah cahaya putih melintas dengan sangat cepat.
Bahkan angin yang di ciptakan cahaya putih itu, berhasil menerpa dan mengacak-acak pakaian Kira. Ferran disisi lain juga sampai memejamkan matanya, terkejut bukan main ketika sebuah cahaya putih tiba-tiba melintas tepat disampingnya.
Saat Ferran dan Kira membuka matanya kembali, tidak ada sesuatu yang berbahaya terjadi. Bahkan Kira sempat beberapa kali mengecek tubuhnya, hanya untuk memastikan tidak ada yang salah.
"Apa itu tadi?..." Kira melihat kesekitarnya kemudian pandanganya jatuh kearah Iris yang juga nampak kebingungan, disamping tubuh kakaknya.
Ferran mengalihkan perhatiannya dari Kira, dia lalu menyadari sesuatu, membuat Ferran memincingkan matanya. Sebuah bekas goresan memanjang dari lorong masuk gua, hingga tubuh dari Auriwretch yang tengah memudar menjadi butiran cahaya.
Saat diperiksa, ternyata goresan itu telah melewati tubuh Auriwretch, dan memenggal kepala makhluk itu. Anehnya, selain kepalanya, seluruh tubuh Auriwretch mulai mengurai menjadi butiran cahaya.
"Apa maksud dari semua ini?..." Tanya Kira dengan nada khawatir.
Disisi lain Ferran yang melihat semua itu hanya memejamkan matanya, dia berjalan mendekati kepala Auriwretch yang masih tersisa, dan memasukkannya kedalam Inventorynya.
Tak lupa Ferran juga mengambil drop dari monster itu, berupa batu kristal seukuran genggaman telapak tangan, berwarna ungu kehitaman.
"Ayo pergi!..." Ferran berjalan kembali ke lorong masuk gua, Kira yang melihat hal itu tampak sedikit kesal karena merasa diabaikan lagi.
Disisi lain, Iris menaikkan tudung jubahnya dan membopong tubuh kakaknya, dia sempat ditawari bantuan oleh Kira namun gadis itu menolaknya dengan alasan tidak mau terlau merepotkan mereka.
Ferran diam-diam melirik kearah Iris yang membopong kakaknya, pemuda itu memejamkan matanya dan memilih tidak memikirkannya terlalu jauh, sebelum berjalan lebih cepat.
Kira membuka menu sistem, dan mengecek Quest yang sedang mereka jalankan, ada sebuah keanehan yang membuat Kira mengerutkan dahinya.
Gadis itu lalu menghampiri kakaknya, dan memperlihatkan panel Quest tersebut. "Kakak, bukankah kita sudah mengalahkan monster sebelumnya? Lalu kenapa Quest ini belum selesai?"
Ferran melirik Kira disampingnya sejenak, sebelum kembali melihat kedepan, "Kau akan mendapatkan jawaban yang kau mau sebentar lagi!..."
Jawaban dari kakaknya sontak membuat Kira terdiam ditempat, tidak mengerti dengan maksud dari kakaknya itu.
"Hm... Nona Kira?" Iris menyela pelan, melihat Kira menghentikan langkahnya.
"Tidak.... Bukan apa-apa..." Kira kembali berjalan, menyelaraskan irama kakinya dengan Iris. Keduanya berjalan cukup lambat, membuat Ferran meninggalkan mereka didepan.
"Berhenti! Angkat tangan, dan jatuhkan senjata kalian!!" Sebuah seruan keras terdengar dari pintu masuk gua, membuat Kira mengerutkan kening.
Iris dan Kira saling berpandangan sejenak sebelum berjalan lebih cepat, disisi lain di pintu masuk gua. Ferran dengan ekspresi datar, dan dengan santainya memandang belasan prajurit desa Ashe, yang saat ini tengah mengepung pintu masuk gua.
Saat Kira tiba di pintu masuk gua, gadis itu terlihat terkejut melihat belasan prajurit desa Ashe, mengepung pintu masuk gua, dan seolah memusuhi mereka.
"Apa yang terjadi!?..."
"Mereka!! Tangkap mereka kapten Yonlan!" Seorang pria tua, yang berjalan membungkuk dengan tongkat ditangan kirinya, berseru sambil menunjuk Kira, Ferran dan Iris.
"Tunggu Oi! Memangnya apa salah kami, sampai harus ditangkap segala?!" Kira bertanya kesal, melihat belasan prajurit desa Ashe yang semakin mendekat, dengan senjata diarahkan pada mereka.
Disisi lain Ferran hanya menghela nafas pelan, mendengar pertanyaan konyol dari adiknya itu. Pemuda itu mengalihkan pandanganya seolah tidak tahan mendengar ocehan adiknya, tanpa peduli dengan prajurit bersenjata yang mengepung mereka.
"Kalian telah menggangu ritual persembahan desa ini, dan masih bertanya apa salah kalian?! Bagus-bagus, jika Dewa Gunung tidak mengamuk dan menghancurkan desa kami, maka aku pasti sudah berlutut dihadapan kalian saat ini!"
Meskipun terlihat jelas bahwa umurnya telah sangat renta, namun entah bagaimana kakek tua itu masih bisa berteriak-teriak keras, melampiaskan kekesalannya pada kelompok Ferran.
"Dewa gunung? Kau sebut Monster jelek, menjijikan itu Dewa? Hah!" Kira memalingkan wajahnya, lalu tersenyum lebar, teringat akan sesuatu.
"Heh... Terserahlah... Lagipula, kami telah membunuh monster jelek yang kau sebut Dewa Gunung itu, jadi... Dia tidak mungkin mengamuk desa kalian!" Pernyataan blak-blakan dari Kira tidak hanya mengejutkan pria tua itu, melainkan juga semua prajurit desa Ashe.
Kira lalu memajukan kakinya, "Ayo... Bukankah kau bilang akan berlutut, atau... Kau ingin mengingkari kata-kata mu sendiri?"
Kira tersenyum sinis, seolah menunjukkan dominasinya dalam perdebatan tersebut.
"A-... Mu-mu-mustahil!... Kalian pasti hanya membual, tidak ada yang bisa membunuh Dewa Gun-..." Belum sempat pria tua itu menyelesaikan kata-katanya, Ferran mengeluarkan kepala dari Auriwretch, dan melemparkannya kehadapan pria tua itu.
Kepala Auriwretch yang menggelinding dan mulai mengurai menjadi butiran cahaya, segera dihindari oleh para prajurit yang mengepung mereka. Disisi lain hal tersebut membuat pria tua itu melebarkan matanya, yang sebelumnya sulit dilihat akibat tertutupi oleh keriput.
"... Dari ekspresi wajahmu, sepertinya kau mengenal kepala ini!..." Ucapan Ferran segera membuat para prajurit desa Ashe tersentak, dan sulit percaya dengan apa yang mereka dengar dan lihat.
Ferran lalu melirik kearah pria besar, yang sebelumnya dipanggil sebagai kapten Yonlan. Atau orang yang sama yang Ferran lihat sebelumnya, dalam proses pengantaran persembahan ke dewa gunung.
"Jadi anda adalah Kapten Yonlan? Orang yang seharusnya memimpin prajurit penjaga desa Ashe?" Pertanyaan tiba-tiba dari Ferran sedikit mengejutkan Yonlan.
Pria besar berotot itu, menoleh kearah pemuda yang sebelumnya menyebutnya itu, "Ah! Ya... Bisa dibilang demikian!"
"Lalu... Ada di pihak mana anda saat ini?" Ferran memang masih memasang tampang santai, seperti biasanya. Namun aura keseriusannya jelas dapat dirasakan, oleh orang-orang yang ada dia sekitarnya.
Kapten Yonlan memejamkan matanya berat dan melirik pelan kearah orang tua, yang tidak lain adalah kepala desa yang ia layani dan hormati. Saat ini pria tua itu tengah terduduk, dan menatap kepala Auriwretch dengan tatapan tak percaya, sembari terus menggumamkan sesuatu yang ia tak mengerti.
Sebelum melirik kembali kearah kelompok Ferran, dimana Kira masih dengan senyum penuh percaya diri, terutama setelah didukung oleh Ferran, makin mengangkat tinggi kepalanya.
Kapten Yonlan mengerutkan keningnya, dan memejamkan matanya seraya menghela nafas pelan, "Tidakkah anda merasa terlalu kejam, memberikan saya pilihan sesulit ini?..."
Saat mereka masih dalam proses Negosiasi, secara tiba-tiba, sebuah bola hitam melayang dengan kecepatan sangat tinggi kearah mereka. Ferran sempat menyadari hal tersebut, namun kecepatan dari bola hitam itu terlampau cepat.
Dan saat Ferran hendak bereaksi, bola hitam itu hanya berjarak beberapa langkah dari mereka.