NovelToon NovelToon
Logika & Hati

Logika & Hati

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintamanis / Cinta Seiring Waktu / Teman lama bertemu kembali / Slice of Life
Popularitas:433
Nilai: 5
Nama Author: Arifu

Rehan, seorang sarjana Fisika, tinggal di Jakarta dan mengandalkan logika dalam segala hal. Suatu malam hujan, ia berteduh di sebuah warkop dan bertemu Dinda, seorang pelayan yang cantik dan ramah. Rehan merasa ada sesuatu yang berbeda, tetapi ia tidak percaya pada perasaannya. Untuk membuktikan apakah perasaan itu nyata, Rehan memutuskan untuk melakukan eksperimen ilmiah tentang cinta, menggunakan prinsip-prinsip sains yang ia kuasai.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arifu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Langkah pertama

Bayu melangkah pelan menyusuri trotoar kampus, perasaan canggung dan tak menentu mengguncang dadanya. Setiap kali ia menoleh ke kiri dan kanan, pemandangan kampus yang riuh dengan mahasiswa yang beraktivitas seperti biasa, tak mampu mengalihkan pikirannya yang kembali pada percakapan dengan Rara. Sejak pagi tadi, suasana hatinya terasa semakin berat, seperti ada beban yang menghimpit tanpa bisa dijelaskan.

Sambil berjalan, Bayu mencoba menenangkan diri. Ia belum benar-benar memutuskan apa yang akan dilakukan setelah percakapan tadi. Perasaan bingung yang melanda dirinya seakan menghantui setiap langkahnya. Rara, teman masa kecil yang sekarang tampak lebih dewasa dan berbeda, terus muncul dalam benaknya. Apakah ia benar-benar siap untuk membuka hatinya? Atau justru ia akan kembali menutupnya, seperti yang selama ini ia lakukan?

Di tengah kebingungannya, Bayu tiba di halte bus kampus. Hari itu langit cerah, namun rasa cemas tetap menggelayuti dirinya. Ketika bus datang, ia hanya melihat kerumunan mahasiswa yang hampir semua berbondong-bondong menaiki kendaraan umum itu. Karena Bayu hanya bisa mengandalkan angkutan umum, ia harus bersabar menunggu sampai ada tempat duduk yang kosong. Sementara itu, beberapa teman sekelasnya yang sudah lebih dulu menaiki bus itu, memberi senyum lebar saat melihat Bayu yang akhirnya ikut bergabung.

Namun, rasa canggung tetap tidak hilang. Di dalam bus yang cukup penuh, Bayu mencari tempat duduk kosong di dekat jendela. Ia duduk sambil menatap luar, mengamati lalu-lalang orang-orang di jalan. Entah mengapa, hari itu semuanya terasa berbeda—seolah dunia ini lebih berat daripada biasanya.

Sesampainya di kampus, Bayu berjalan dengan langkah terburu-buru menuju gedung kuliah. Seperti biasa, ia melangkah sendirian, tidak ada teman yang menemaninya. Meskipun ia tahu banyak teman di kampus, Bayu merasa tak banyak yang benar-benar ia dekatkan. Semua hal itu membuatnya merasa lebih kesepian, lebih bingung dengan diri sendiri.

Kelas dimulai beberapa menit setelah ia sampai di ruang kuliah. Sebagian besar teman-teman sekelasnya sudah duduk di tempat masing-masing. Dimas, Adit, dan Riko sudah duduk di bangku barisan depan. Bayu berjalan melewati mereka dan duduk di bangku belakang. Ia selalu lebih nyaman duduk jauh dari keramaian.

“Gue ngeliat lu tadi pagi, Bayu,” kata Adit, yang tiba-tiba berbisik dari tempat duduknya. “Kayaknya ada yang mengganjal di hati lu, ya?”

Bayu hanya memberi senyum tipis, berusaha seolah tak ada yang salah. “Nggak apa-apa kok, Dit,” jawabnya dengan suara datar, meskipun dalam hatinya terasa ada beban yang tak bisa ia lepaskan.

Sebelum Adit bisa melanjutkan kata-katanya, Dimas langsung berseru. “Pasti masalah cewek nih, ya? Udah jangan dipikirin, Bayu. Kan lu juga nggak terlalu peka soal gituan.”

Bayu mengerutkan dahi. Teman-temannya memang sering mengejeknya soal masalah percintaan. Memang benar, ia bukan tipe orang yang peka terhadap perasaan orang lain, apalagi soal cinta. Baginya, logika lebih mudah dipahami daripada perasaan. Tapi kali ini, sepertinya perasaan itu sudah terlalu menguasai dirinya.

“Santai aja, Bayu,” Riko menambahkan. “Lain kali coba kasih perhatian lebih ke orang yang deket sama lu. Gak usah baper, lah.”

Bayu tidak tahu harus menjawab apa. Satu hal yang ia tahu, meskipun mereka bercanda, nasihat mereka bukan tanpa arti. Namun, ia merasa perasaannya tidak bisa diubah hanya dengan kata-kata sepele.

Setelah kelas selesai, Bayu berjalan keluar dengan langkah pelan, melirik sekelilingnya. Hari itu sepertinya akan seperti hari-hari lainnya. Tapi, tiba-tiba langkahnya terhenti ketika ia mendengar suara yang sudah sangat ia kenal.

“Bayu,” suara itu terdengar lembut namun pasti.

Bayu menoleh dan mendapati Rara berdiri tidak jauh darinya, mengenakan jaket berwarna biru muda, dengan tas selempang yang melintang di bahunya. Senyum di wajahnya tampak lebih cerah dari biasanya. Bayu mendadak merasa sedikit panik. Ia tahu apa yang akan terjadi. Rara pasti ingin membahas percakapan mereka kemarin.

“Ra...” Bayu menatap Rara canggung. “Ada apa?”

Rara tersenyum, seolah tidak terburu-buru. “Gue pengen ngobrol bentar, boleh?”

Bayu mengangguk pelan, meskipun hatinya sedikit gelisah. Mereka berjalan bersama ke taman kampus yang sepi. Tempat itu selalu menjadi tempat yang nyaman bagi mereka untuk berbicara, tanpa ada gangguan dari orang lain.

Saat mereka duduk di bangku taman, suasana hening beberapa saat. Rara menatap Bayu dengan tatapan penuh arti, dan Bayu hanya bisa menghindari pandangannya. Ia tak tahu harus berkata apa, perasaan yang datang begitu mendalam dan sulit dipahami.

“Aku tahu ini mungkin canggung buat kamu,” Rara memulai, suaranya terdengar lebih lembut dari biasanya. “Tapi gue cuma mau kamu tahu satu hal, Bayu. Gue nggak pernah ninggalin kamu. Sejak kecil, gue selalu ada di sini, bahkan ketika kamu nggak pernah tahu itu.”

Bayu menelan ludahnya. Ia merasa tubuhnya sedikit tegang, bingung dengan perasaan yang tiba-tiba muncul. “Ra, gue... nggak tahu gimana harus jawab ini. Gue bingung dengan diri gue sendiri. Gue nggak ngerti soal cinta. Gue cuma tahu yang logis-logis aja.”

Rara mengangguk, wajahnya tidak menunjukkan rasa kecewa, hanya sebuah senyuman kecil yang membuat Bayu merasa lebih cemas. “Gue ngerti, Bayu. Gue nggak minta banyak. Gue cuma minta kamu beri kesempatan. Mungkin kita bisa mulai dari teman dulu, kalau itu yang kamu mau.”

Bayu terdiam. Kata-kata Rara terasa seperti sebuah belenggu yang menahannya. Ia ingin menghindar, ingin berkata bahwa ia tidak tertarik, tapi ada sesuatu dalam hatinya yang membuatnya merasa ragu. Rara yang selalu mendukungnya, selalu ada untuknya, kini menawarkan sesuatu yang lebih, dan ia merasa terjebak.

“Lu nggak takut kecewa, Ra?” tanya Bayu akhirnya. “Gue nggak bisa jadi seperti yang lu harapkan.”

“Kenapa nggak?” jawab Rara dengan tenang. “Yang penting kan kita saling coba. Lu nggak perlu berubah jadi orang lain. Gue suka lu apa adanya, Bayu.”

Bayu menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri. Ia sadar bahwa ini adalah kesempatan yang tidak bisa ia abaikan begitu saja. Namun, perasaan takut dan cemas masih menghantuinya. “Tapi gue nggak ngerti soal perasaan. Gue nggak tahu apa yang harus gue lakukan.”

Rara tersenyum lebar. “Gak apa-apa. Gue nggak perlu kamu paham sekarang. Yang gue butuhkan cuma kamu mau memberi ruang sedikit saja. Kalau kamu gak suka, gak masalah. Tapi gue nggak akan mundur.”

Bayu menatap Rara dengan bingung, perasaan yang selama ini terkunci mulai mengalir perlahan. Ia tahu bahwa perasaan itu mungkin tidak akan mudah untuk dipahami, tapi mungkin ini adalah awal dari perubahan besar dalam hidupnya.

Rara berdiri dan menatap Bayu satu kali lagi. “Gue nggak akan paksa, Bayu. Gue cuma mau kamu tahu, aku selalu ada untuk kamu.”

Bayu hanya bisa menatapnya, bingung dengan perasaannya sendiri. Sebelum ia sempat menjawab, Rara sudah berbalik dan berjalan menjauh, meninggalkan Bayu dengan seribu pertanyaan dalam hatinya.

Ketika Bayu kembali berjalan ke ruangannya, pikirannya terus dipenuhi dengan percakapan itu. Ada ketegangan yang membelitnya, tapi juga ada perasaan yang sedikit lebih ringan. Apakah ia siap untuk langkah selanjutnya? Bayu tahu, jalan yang harus dilalui ini tidak akan mudah. Tapi mungkin, ini adalah langkah pertama untuk memahami apa itu cinta—dan apa yang harus ia lakukan dengan perasaan yang mulai tumbuh di dalam dirinya.

1
pisanksalto
bagus tata kalimatnya. dialognya juga enak, ngalir. cuma tiap pergantian scen entah kenapa kurang mulus rasanya. tp overall ok. aku penasaran sama masa kecil bayu dan rara
Arifu: Terima kasih, tapi kak mohon maaf untuk cerita ini mau saya hapus, kakak mungkin bisa cari yang lain di profil saya, siapa tau suka dengan cerita yang lain
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!