Kimberly alias Kimi, seorang perempuan ber-niqab, menjalani hari tak terduga yang tiba-tiba mengharuskannya mengalami "petualangan absurd" dari Kemang ke Bantar Gebang, demi bertanggungjawab membantu seorang CEO, tetangga barunya, mencari sepatu berharga yang ia hilangkan. Habis itu Kimi kembali seraya membawa perubahan-perubahan besar bagi dirinya dan sekelilingnya. Bagaimana kisah selengkapnya? Selamat membaca...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andi Budiman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kekeliruan Kecil
Philippe Leblanc duduk gelisah menyandar kursi. Sementara istrinya, Claire, dan putri mereka, Sophie, tampak sangat menikmati penerbangan dari Bali menuju Jakarta. Pesawat melaju tenang di ketinggian, melintasi hamparan awan putih.
Claire menatap keluar jendela. Sesekali membalik halaman buku panduan wisata Jakarta, meski ia tahu mereka ke Jakarta bukan untuk berwisata. Sementara Sophie tenggelam dalam tontonan film animasi di tabletnya.
Philippe, di sisi lain, tak bisa mengalihkan pikiran dari pertemuan penting yang menantinya di Jakarta. Pertemuan dengan CEO PT Adiyaksa Pratama Group adalah kesempatan besar, namun ia merasa gugup karena kendala bahasa. Ia berharap sang CEO sendiri benar-benar menguasai bahasa Prancis. Namun meski begitu, untuk antisipasi ia mencoba mempelajari bahasa Inggris, meski waktunya mendesak.
Philippe sadar, ia hanya sedikit memahami bahasa Inggris. Tetapi bahasa Indonesia, masih sangat asing baginya. Karenanya ia memilih belajar bahasa Inggris dasar sepanjang perjalanan. Tetapi dengan aksen Prancis kental yang nyaris tak bisa diatasi.
“Philippe, cobalah ini,” kata Claire dalam bahasa Prancis, sambil menyodorkan potongan kue manis yang mereka beli di Bali.
Philippe tersenyum, berusaha menenangkan pikirannya sejenak. “Merci, chérie,” (Terima kasih, sayang.) jawabnya sambil menerima kue tersebut. Namun, pikirannya segera kembali pada kekhawatiran tentang bahasa.
Ia selalu menghargai budaya lokal di manapun. Di Bali, ia senang mengenakan pakaian tradisional seperti kamen dan udeng saat berjalan-jalan di Ubud, Seminyak, dan pantai-pantai indah lainnya. Philippe juga sangat menikmati hidangan lokal seperti ayam betutu, lawar, dan sate lilit. Namun, menguasai bahasa Indonesia atau bahkan bahasa Inggris yang sedikit ia kenali pun masih menjadi tantangan besar.
Ia mendengar bahwa di Jakarta, cukup banyak orang bisa bahasa Inggris, khususnya di lingkungan bisnis dan wisata. Hal itu sedikit meredakan kegelisahannya. Ia pun berusaha mempelajari bahasa internasional itu, meski terasa cukup mendadak dan tak semudah yang ia bayangkan.
Beberapa menit kemudian pesawat mulai menurunkan ketinggian, menandakan mereka akan segera mendarat di Soekarno-Hatta International Airport. Pengumuman dari kokpit terdengar, dan Philippe merasakan sedikit getaran kegugupan.
Tiba di bandara, Philippe melihat seorang pria dengan seragam rapi berdiri sambil memegang papan nama bertuliskan ‘Mr. Philippe Leblanc.’ Philippe yakin bahwa pria ini perwakilan PT Adiyaksa Pratama Group yang bermaksud menjemput sekaligus mengurus segala keperluan ia dan keluarga di Jakarta.
“Well come to Jakarta, Mr. Leblanc,” (Selamat datang di Jakarta, Tuan Leblanc) sambut pria penyambut itu dengan senyum ramah. "I am Billy. I will… take you to… hotel." (Saya Billy, akan… mengantar Anda ke… Hotel.)
“Merci, Billy,” (Terimakasih, Billy) balas Philippe dengan gugup. Mereka pun segera diantar ke hotel yang sudah diatur oleh Billy, letaknya tak jauh dari kantor PT Adiyaksa Pratama Group.
Setelah proses check-in yang lancar berkat bantuan Billy, Philippe dan keluarga akhirnya bisa beristirahat di kamar hotel. Claire dan Sophie terlihat gembira dengan fasilitas yang disediakan. Sementara Philippe duduk di tepi tempat tidur, merasa perutnya mulai keroncongan. Ia pun memutuskan untuk memesan makanan melalui layanan kamar, meski ia tahu bahwa kemampuan berbahasanya belum begitu lancar.
Tanpa bantuan apa pun, Philippe mencoba menguji diri sendiri dengan menyusun kalimat menggunakan bahasa Inggris dalam pikirannya. Namun, semakin ia mencoba, semakin gugup ia dibuatnya. Akhirnya, Philippe memutuskan menggunakan bahasa paling mudah seraya berharap pelayan hotel memahami.
Philippe mengangkat telepon dan mulai berbicara pelan dengan aksen campuran, “Hello... I like… order… food.” (Hello... Saya suka... pesan... makanan.)
Pelayan di ujung telepon terdiam, tak langsung merespon. Mungkin berusaha memahami susunan kosakata di balik aksen campuran yang didengarnya. Namun kemudian merespons dengan ramah, “Of course, sir. What would you like to order?” (Tentu saja, Pak. Apa yang ingin Anda pesan?)
Philippe terdiam sejenak. Ia mengira-ngira, dan ia rasa yang dimaksud adalah ia ditanya mau memesan apa. Lalu Philippe memutuskan untuk memesan sesuatu yang sederhana.
Ia bermaksud mencoba menyebutnya dalam bahasa Inggris, tapi karena gugup ia tak sanggup berkata. Merasa terlanjur, akhirnya ia menyerah dan segera bicara dalam bahasa Prancis. “Je voudrais... de la soupe... avec du pain, s’il vous plaît.” (Saya ingin... sup... dengan roti, tolong.)
Di ujung telepon, si pelayan berusaha keras untuk memahami permintaan Philippe.
“Pardon me, I don’t understand..” (Maaf, saya tidak mengerti.) sahut si pelayan, bingung.
“Soup … Je veux de la… soup!” (Sup… saya ingin… sup)
Si pelayan yang kebetulan sedang sangat sibuk berkernyit. “Mmm… soup?” ia rasa mungkin kata ‘soupe’ diterjemahkan sebagai ‘sop,’ yang dalam budaya kuliner Indonesia adalah jenis sup berkuah yang sering disajikan dengan daging, seperti sop buntut—sup yang terbuat dari ekor sapi dan disajikan dengan nasi. “Okay sir, I understand, please wait,” (Baik, Tuan, saya mengerti, silakan tunggu.) kata si pelayan sambil menutup telepon dengan gugup dalam kesibukannya.
Setelah beberapa saat, makanan pun diantar ke kamar mereka. Philippe dan Claire duduk di meja sambil menunggu dengan antisipasi. Ketika tutup hidangan dibuka, Philippe tertegun sejenak melihat semangkuk besar sop buntut dengan potongan ekor sapi yang sebenarnya cukup menggoda, ditemani sepiring nasi putih porsi besar.
Claire tidak bisa menahan tawa. “Philippe, ini pasti bukan yang kau harapkan!” katanya sambil tersenyum lebar.
"Où est la soupe et le pain ?" (Mana sup dan rotinya?) tanya Philippe kepada Claire.
Claire mengangkat bahu seraya mencoba memahami apa yang terjadi. “Sepertinya ada kesalahpahaman,” ujarnya sambil memandangi hidangan yang tampak berbeda jauh dari sup dan roti yang suaminya bayangkan.
Soupe yang dimaksud Philippe adalah sup klasik ala Prancis. Biasanya berupa hidangan pembuka ringan namun berkelas. Sup Prancis, seperti soupe à l'oignon alias sup bawang ala Prancis atau potage alias sup sayuran yang halus dan kental, dikenal karena cita rasa lembut dan penyajian elegan. Sup-sup ini biasanya disajikan dengan sepotong baguette atau taburan keju dan menekankan pada kehalusan rasa dengan fokus pada esensi dari bahan-bahannya.
Melihat sop buntut di hadapannya Phillipe hanya terpana. Ia terlihat tak yakin apakah ia akan sekadar mencicipinya atau tidak.
Claire mencoba mencicipi sop buntut itu dan ternyata rasanya enak. “Ini lezat, Philippe! Kita harus mencobanya, meskipun ini bukan yang kau pesan.”
Philippe akhirnya menyerah pada situasi dan mulai menikmati makanannya. Meski ia tidak mendapatkan sup sederhana yang ia harapkan, rasa sop buntut yang kaya dan hangat cukup memuaskan perutnya yang lapar. Sophie juga menikmati hidangan tersebut, meski Sophie, seperti ayahnya, belum terbiasa dengan makanan tersebut.
Ketika mereka masih makan, pelayan kembali untuk memastikan semuanya baik-baik saja. Philippe, yang kemudian penasaran dengan pakaian tradisional yang sekiranya dapat ia kenakan untuk pertemuan bisnis nanti, memutuskan untuk bertanya.
“Excusez-moi,” (Permisi) kata Philippe, “I need... cloth, traditional... for business... please tell, please tell…” (Saya butuh... kain, tradisional... untuk bisnis... tolong bilang, tolong bilang…)
Pelayan tampak sedikit bingung, tetapi akhirnya cukup mengerti. Ia pun berusaha menjawab dengan sopan. “For a business meeting, sir? You could wear... batik. It’s a traditional Indonesian fabric.” (Untuk pertemuan bisnis, Pak? Anda bisa memakai... batik. Itu adalah kain tradisional Indonesia.)
Philippe cukup mengerti inti informasi yang disampaikan. Ia pun mencoba mengulangi kata ‘batik’ dengan aksen Prancisnya, “Batruik? Jat-jatruik?”
“Batik, sir,” ulang pelayan dengan senyum. “It’s very suitable for formal occasions here.” (Ini sangat cocok untuk acara-acara formal di sini.)
Philippe mengangguk, mencoba mengingat nama baju tradisional itu dengan baik. “Batuik... Okay, merci. Je vais essayer le... batr… mmm… batuik.” (Batuik... Oke, terima kasih. Saya akan mencoba... batr... mmm... batuik.)
Setelah pelayan pergi, Philippe menoleh ke Claire dengan senyum kecil. “Kita akan mengenakan baju tradisional lagi, kali ini untuk pertemuan bisnis,” katanya dengan bangga. “Kalian setuju?” tanyanya kepada Claire dan Sophie.
Claire tersenyum dan menyetujui, “Kau memang selalu berusaha menghargai budaya lokal, Philippe. Itu adalah salah satu hal yang selalu aku kagumi darimu. Tentu saja, selama itu bagus, kami setuju. Iya kan, Sophie?”
Sophie mengangguk sambil tersenyum. Gadis Prancis itu kembali melahap sop buntutnya diikuti Claire dan Philippe.
Philippe merasa lebih lega meskipun masih ada kekhawatiran tentang kemungkinan kesalahpahaman lainnya nanti. Namun, setidaknya, ia telah mencoba memahami dan menghargai budaya lokal, yang baginya adalah bagian penting dari perjalanan hidup dan kariernya di negeri orang.
Selesai makan, tanpa menunggu lama Philippe segera memutuskan untuk ke toko baju terdekat dari hotel. Claire dan Sophie penasaran. Mereka pun mengikuti Philippe ke sebuah toko baju terdekat. Sebuah toko baju dengan koleksi cukup lengkap.
Philippe, meskipun masih mencoba menyesuaikan diri dengan bahasa Inggris, memberanikan diri mendekati penjaga toko yang tampak tengah sibuk menyusun baju-baju di rak.
“Bonjour,” (Selamat siang/sore,) kata Philippe, sambil menatap sekeliling dengan penuh harap. “I need a… cloth, traditional, for my… event.” (Saya butuh... kain, tradisional, untuk… acara saya.")
Penjaga toko, seorang perempuan muda dengan senyum ramah, berhenti sejenak dan menatap Philippe dengan penuh perhatian. Baru saja ia mendengar kosakata: cloth, traditional dan event. Ah, si penjaga toko cukup mengerti. Tapi ia perlu menanyakan lebih lanjut jenis pakaiannya, karena di tokonya ia punya cukup banyak koleksi baju tradisional dari berbagai daerah.
“Okay sir, what is it… called?” (Oke, Pak, apa… sebutannya?) tanya si penjaga toko. “Its name,” (namanya,) imbuh si penjaga toko, menegaskan maksud perkataannya.
Philippe mengingat-ingat, sedikit gugup. “Ummm, I forget... jatuik, jatruik, something… traditional.” (Ummm, saya lupa... jatuik, jatruik, sesuatu yang… tradisional.)
“Oh… jarik, mister, I know, I know,” (Oh… jarik, Tuan, saya tahu, saya tahu,) kata si penjaga toko sambil memeriksa rak lalu mengambil beberapa sampel. "Okay, this is jarik, surjan, blangkon, black… trousers, and… apa ini, mmm… slip-on shoes. Saya yakin… this is what you need, Mister." (Oke, ini jarik, surjan, blangkon, celana panjang… hitam, dan… apa ini, mmm… sepatu selop tradisional. Saya yakin… ini yang Anda butuhkan, Mister.)
Si Penjaga toko tampak yakin bahwa tamunya membutuhkan pakaian ini, mungkin untuk berwisata atau untuk mengikuti semacam kegiatan budaya, bahkan mungkin untuk menghadiri undangan pernikahan.
Philippe melirik ke arah Claire dan Sophie. Ia merasa bingung dengan semua perlengkapan yang dikeluarkan penjaga toko.
“You can try... over there," (Kamu bisa mencoba... di sana.) sambung si penjaga toko tersenyum sambil menunjuk ke arah ruang ganti. “Or… here, no problem!” (Atau… di sini, tak masalah)
Claire mengerti. “Kamu perlu mencobanya dulu,” katanya sambil menatap Philippe.
Claire dan Sophie mengamati dengan rasa ingin tahu saat penjaga toko membantu Philippe mengenakan setelan tradisional lengkap tersebut dari ujung kaki sampai ujung kepala.
Philippe memakai blankon, baju surjan, kain jarik dan selop dengan canggung, seraya mengamati dirinya di cermin dalam ekspresi campur aduk. Claire dan Sophie berdiri di sampingnya, menatap penuh selidik. Mereka jelas tidak yakin, bahwa setelan tersebut cocok untuk acara bisnis.
“Apakah ini tidak terlalu meriah, Philippe?” Claire bertanya, menunjukkan kebingungannya.
Penjaga toko melihat ke arah Philippe dan keluarganya, tampak mengerti dengan kebingungan mereka. Ia pun mencoba memastikan. “Oh, event... you mean... what event?” (Oh, acara... maksud Anda... acara apa?) tanya si penjaga toko dengan Bahasa Inggris yang sedikit kacau.
Philippe tampak semakin bingung, mencoba mencari kata yang tepat. “Umm... business.” (Umm… bisnis)
“Are you sure?” (Anda yakin?) si penjaga toko terkejut. “Are you sure about… jarik?” (Anda yakin dengan… jarik?)
“Oh, yes!” (Oh, ya!) jawab Philippe sedikit ragu. “Batruik… mmm… batuik.” Lanjutnya mencoba mengingat-ingat perkataan si pelayan hotel.
Si penjaga toko langsung menyadari maksud si tamu dan dengan cepat menyadari kekeliruan yang terjadi. “Oh, batik. For business event? Oh my God… I’m sorry, mister!” (Oh, batik. Untuk acara bisnis? Oh Tuhan… Maaf, Tuan!)
Dia mengambil beberapa potong sampel baju batik pria dari rak dan memperlihatkannya kepada Philippe. Philippe mencoba batik-batik tersebut dengan hati-hati.
Akhirnya ia merasa puas dengan pilihannya. Begitu pula dengan Claire dan Sophie. Mereka mengangguk setuju, melihat bahwa baju batik yang dikenakan Philippe memang terlihat sangat cocok untuk acara bisnis yang dimaksud.
Penjaga toko tersenyum lebar, senang karena akhirnya bisa membantu. Kemudian tak hanya Philippe, Claire dan Sophie pun tertarik untuk membeli. Mereka sama-sama mencoba baju batik potongan wanita. Begitu bercermin, tak mereka sangka, dengan memakai batik ibu dan anak itu tampak semakin anggun dan cantik.
Setelah menyelesaikan pembayaran, Philippe, Claire dan Sophie meninggalkan toko dengan senyuman puas di wajah mereka. Mereka pulang mengenakan baju batik baru. Kebingungan mereka di toko baju itu akhirnya terpecahkan.
Kecuali soal bahasa, yang akhirnya mereka harap CEO PT Adiyaksa Pratama Group sendiri benar-benar menguasai bahasa Prancis, mengenai busana mereka telah sangat siap untuk menghadapi acara bisnis yang akan terlaksana sebentar lagi di kantor PT Adiyaksa Pratama Group, sesuai kesepakatan singkat antara Philippe dengan Billy yang sempat terjadi di dalam mobil ketika meninggalkan bandara menuju hotel tadi.
Terima kasih memberikan cerita tentang keteguhan seseorang dalam mempertahankan keyakinannya.
Bravo selamat berkarya, kuharap setiap hari up.