NovelToon NovelToon
Pengantin Untuk Calon RI 1

Pengantin Untuk Calon RI 1

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Murni / Romansa
Popularitas:7.7k
Nilai: 5
Nama Author: Sirchy_10

Seorang Duta Besar Republik Indonesia yang bertugas di Belanda, diperintahkan pulang oleh pimpinan Partai, untuk dicalonkan sebagai Presiden pada Pemilu 2023. Dialah Milano Arghani Baskara. Pria mapan berusia 35 tahun yang masih berstatus single. Guna mendongkrak elektabilitasnya dalam kampanye, Milano Arghani Baskara, atau yang lebih dikenal dengan nama Arghani Baskara, diminta untuk segera menikah. Tidak sedang menjalin hubungan dengan wanita manapun, Argha terpaksa menerima Perjodohan yang diatur oleh orang tuanya. Dialah Nathya Putri Adiwilaga. Wanita muda berumur 23 tahun. Begitu Energik, Mandiri dan juga Pekerja keras. Nathya yang saat ini Bekerja di sebuah Hotel, memiliki mimpi besar. Yaitu melanjutkan pendidikan S2 nya di Belanda.

Akankah cinta beda usia dan latar belakang ini bersemi?
Mampukah Nathya menaikkan elektabilitas suaminya dalam berkampanye??

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sirchy_10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 25

Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Nathya belum juga bisa memejamkan matanya. Gadis itu terus terpikirkan perkataan tante Riana semenjak empat jam yang lalu. Luar biasa cerdas tante itu membuat pikiran Nathya lebih terbuka namun juga kusut disaat bersamaan.

Memang penyampaiannya begitu kasar, bahkan membuat Nathya turut emosi, namun semuanya masuk akal dan benar adanya. Sekarang si sulung Adiwilaga itu juga harus berpikir bagaimana cara membantu Argha menaikkan kepercayaan publik padanya, guna mendapatkan elektabilitas yang ada di perjanjian mereka.

Menikah dengan Argha, benar- benar menikahi masalah.

"Masih memikirkan ucapan tante Riana ya?" tanya Argha dari arah sofa, yang beberapa hari semenjak Nathya sakit menjadi tempat tidurnya.

Dominan itu belum tidur juga, meski jam sudah menunjukkan hampir tengah malam. Disebabkan karena ia sedang berkutat dengan benda pipih di depan matanya. Melihat posisi tidur Nathya tidak berubah sedari tadi, sementara anak itu tidur cukup grasak grusuk, membuat Argha peka bahwasanya istri kontraknya ini belumlah tidur.

Nathya mendengar dengan jelas pertanyaan Argha itu. Namun moodnya betul- betul tidak bagus sehingga memilih untuk bungkam dan tidak menjawab. Mungkin akibat isi kepala yang terlalu semrawut membuat Nathya enggan memberi tanggapan.

"Thya?" panggil Argha lagi yang berusaha menarik perhatian Nathya. Tidak bisa dipungkiri Argha mulai mengkhawatirkan pasangan sah nya itu.

Argha pun menghampiri Nathya yang sedang berbaring membelakanginya. Lalu mengusap kembali dahi hingga turun ke pipi istrinya memastikan jika suhu tubuhnya tidak kembali panas. Namun Nathya segera menyingkirkan tangan Argha yang mulai nakal membelai pipinya.

"Sorry. Saya cuma ingin memastikan kamu gak demam lagi. Kamu oke kan?" tanya Argha cukup canggung karena jemarinya sudah lancang menyentuh, mengusap lembut pipi Nathya.

"Oke kok pak," jawab Nathya tampa berniat menoleh pada suaminya.

Argha akhirnya menyingkir dari ranjang dan kembali ke sofa. Agaknya mood Nathya belum membaik, sehingga Argha tak berani bertanya lagi lebih lanjut. Ia pun melanjutkan aktivitasnya yang sempat terhenti beberapa detik.

Beberapa saat kemudian, suara lirih Nathya yang memanggil nama Argha, membuat Argha mengalihkan atensinya dari layar laptop ke sumber suara. Mata Argha menatap lurus pada Nathya yang kini sudah berganti posisi, yang awalnya berbaring menjadi duduk.

"Ada apa Thya?"

"Kapan pak Argha mulai kampanye?" sambung anak itu.

Argha tersenyum tipis mendengar inisiatif Nathya yang mendadak timbul. Selama ini si sulung Adiwilaga itu memang kurang peduli akan dirinya— terkesan acuh kecuali di hadapan orang lain. Bahkan tidak pernah menanyainya akan pulang jam berapa atau menelponnya di siang hari memastikan ia sudah makan siang atau belum. Nathya memang tidak pernah melakukan hal- hal semacam itu.

Namun semenjak semburan tante Riana di meja makan, Nathya akhirnya mulai memiliki niat baik sekedar menanyakan perjalanan kampanyenya.

Bolehkah Argha sedikit bersyukur dengan kemajuan itu?

"Kampanyenya di mulai minggu depan. Tapi kita masih bisa liburan ke—"

"Gak perlu pak. Saya sudah gak mau liburan lagi," ucap Nathya memotong.

Argha menaikkan kedua alisnya dan memberi tatapan bertanya pada Nathya. Bukannya kemarin istrinya begitu bersemangat ketika mendengar kata liburan terucap dari bibirnya? Si sulung Adiwilaga ini, bahkan langsung sembuh keesokkan hari setelah Argha menjanjikan liburan ke Eropa ataupun kemana yang Nathya mau.

"Terus?"

"Saya akan temani pak Argha berkampanye".

Argha kembali tersenyum tipis mendengar ucapan itu. Lalu menghampiri Nathya di ranjang, dan duduk berhadapan.

"Berat loh Thya. Kamu yakin?" tanya Argha memastikan lagi. Yang bersangkutan akan memulai kampanye dari Lampung yang merupakan basis suara dari kubu lawan. Mungkin teramat berat seperti yang sudah disampaikan kolega Partainya. Argha akan menerima banyak penolakan atau rasa skeptis dari rakyat di daerah sana.

Namun tempat itu penting untuk didatangi. Demi membangun hubungan yang baik dengan rakyat.

"Seberat apa memangnya pak?" tanya Nathya cukup penasaran sekaligus ngeri, setelah mendapatkan peringatan kecil dari Argha.

Lagi- lagi yang terhormat bapak Arghani Baskara ini tersenyum, kala mendengar intonasi Nathya yang mencicit mulai ragu.

"Ya berat. Karena kita akan mendapatkan penolakan dengan tatapan yang meremehkan. Mereka akan mengoyak ego dan juga harga diri kita nantinya," sambung Argha.

"Separah itu?"

"Hmm. Separah itu," jawab Argha membenarkan.

Argha tidak bermaksud menakut- nakuti, namun ia tak mau menjanjikan hal palsu untuk pasangan kecilnya. Terjun di dunia politik negara merupakan perkara yang tidak mudah. Mereka harus siap akan berbagai penolakan. Bermental baja dan juga legowo ketika mampu memenangkan suara rakyat.

"Terus, saya harus ngapain?"

"Melakukan pendekatan," jawab Argha singkat.

Merasa Nathya mulai membuka diri untuk berdiskusi, Argha pun mulai melakukan pendekatan yang selama ini ter- skip. Ia pun menepis jarak duduk dengan Nathya lalu menggenggam jemari Nathya dengan erat. Manik mata mereka saling beradu. Argha memberikan atensi penuh pada istrinya itu.

Jantung milik yang lebih muda jelas tidak aman dibuatnya. Mendadak bergemuruh hebat sehingga sulit untuk sekedar menelan ludahnya. Dominasi Arga memang luar biasa, namun membuatnya aman sekaligus.

Nathya mulai mempertanyakan maksud dari pendekatan yang Argha maksudkan. Pendekatan pada siapa sebenarnya? Pada rakyat? Atau justru pendekatan antara mereka berdua?

Tolong ya pak Argha, kalau bicara itu yang jelas. Jangan bikin Nathya salah paham.

"Singkatnya, seperti kamu ketika mendekati tamu yang banyak maunya, atau tamu yang sulit ditaklukan. Meskipun terkadang menyentuh ego, saat mendengar ucapan terima kasih. Kita akan merasa menjadi manusia yang berguna."

Nathya terdiam. Ia membenarkan hal yang Argha ucapkan. Laki- laki dominan ini betul- betul cerdas menyikapi sebuah peristiwa. Sederhana mendengar ucapan terima kasih yang tanpa sadar mampu menaikkan kadar kepercayaan diri seseorang dan membuat mereka merasa menjadi penyelamat dunia.

Nathya pun mengangguk tanda mengerti. "Harus melakukan pendekatan pada mereka," gumam Nathya berbicara pada diri sendiri.

"Bukan cuma pendekatan dengan mereka. Tapi kita, juga butuh pendekatan."

...---------------------------...

"Kenapa ya bicara dengan adik sendiri, meski kakak lakukan di ruangan seprivat ini?" Tanya Melani, yang lagi- lagi tidak bisa memahami jalan pikiran kakaknya, yang tiba- tiba menghubungi dan memintanya bertemu guna membicarakan sesuatu yang katanya sangat penting. Bahkan memaksa Boni untuk berada di meja yang berjauhan dengan mereka. Karena pembicaraan ini bersifat rahasia. Siapapun tidak boleh mendengar, termasuk Boni.

Wakyu sudah menunjukkan pukul 12 siang, yang berarti orang- orang mulai memenuhi restoran guna mengisi perut mereka. Hal itu juga Argha lakukan, namun kali ini ia memiliki agenda terselubung.

"Emang gak bisa bicara di rumah?" cecar yang lebih muda. Namun Argha masih tetap bungkam dan malah sibuk dengan iPad di tangannya.

"Tuan Milano yang terhormat. Tidak cuma anda yang punya agenda sibuk. Saya juga," kesal Melani. Kakaknya malah sibuk sendiri dengan benda pipih di tangannya.

"Wait," sahut Argha.

Pekerjaan Melani sebenarnya belum bisa di tinggalkan sepenuhnya. Namun karena panggilan kematian dari sang kakak, membuatnya harus meninggalkan sejenak pekerjaan dan merelakan rencananya untuk makan nasi Padang di dekat Kantor Kejaksaan tempat ia bertugas.

Padahal Melani sudah berencana ingin memakan Rendang dan Tunjang. Tapi malah berakhir di restoran sehat restoran Vegan langganan sang kakak. Bahlan bibirnya sudah muak diminta untuk menyesap sari kedelai karena di restoran itu tidak menyediakan susu sapi.

Tarikan napas Argha terdengar cukup panjang dan keras. Akhirnya, laki- laki dominan itu akhirnya mampu memberikan segala fokusnya pada sang adik.

"So?" tanya Melani setelah memastikan Argha sudah selesai dengan iPadnya. Melani bersumpah, akan menggoreng kakaknya jika ia tidak memberi kejelasan atas pertemuan mereka.

"Bisa bantu Nathya?" tanya Argha to do point, mengenai permintaan nya pada sang adik.

"Bantu apa, sih?"

Melani cukup penasaran atas pemintaan Argha ini. Setahunya, Argha adalah manusia yang begitu jarang meminta bantuan pada adiknya karena merasa sang adik tidak dapat dipercaya. Jikalau Argha meminta bantuan pada Melani, itu tandanya Argha sudah berada di tahap tidak bisa meminta bantuan orang lain lagi.

"Bantu dia menjadi diri sendiri."

...---------------------------...

Sore harinya, Melani langsung menjalankan misi yang diminta oleh sang kakak. Di tengah- tengah kesibukan, ia menyempatkan diri mengajak Nathya untuk jalan- jalan sekedar cuci mata. Baru Melani sadari sebulan lebih Nathya menjadi iparnya namun belum pernah keliling Jakarta mengingat kesibukkan Argha.

Nathya pun cukup kaget saat ditelepon oleh iparnya ini yang mengatakan ingin mengajak dirinya jalan- jalan disalah satu Mall terbesar di ibu kota. Dengan penuh semangat Nathya bersiap- siap lalu meminta sopir mengantarkannya ke tempat yang diminta Melani.

Berbelanja merupakan kegiatan yang menyenangkan. Menghambur- hamburkan uang demi kepuasan emosional, keluar masuk toko barang bermerek, mengambil dan mencoba seolah akan betul- betul membeli tampa perlu mengingat hari esok mereka akan kembali tertatih- tatih mengumpulkan lembaran angka.

Mungkin di masa gadisnya satu setengah bulan yang lalu, Nathya tidak akan ragu mengatakan belanja itu adalah sebuah kegiatan relaksasi yang mampu menenangkan otaknya, memberi kebahagian meskipun di pertengahan bulan ia harus berjuang kembali, terkantuk- kantuk mendengar filosofi kehidupan seekor kerang atau mengantarkan pakaian kotor tamu VIP ke divisi laundry.

Kini dirinya memegang benda pipih berwarna hitam pekat berbentuk persegi panjang dengan nama sang suami tercetak sempurna di permukaan bagian atasnya. Kartu yang bebas ia gesekkan ke toko manapun, membeli barang bermerek lainnya ataupun perhiasan mahal tampa batas karena kartu tersebut unlimited.

Nathya tidak mampu merasakan bebas memakai benda itu demi memenuhi kepuasan yang pernah ia elu- elu kan ketika berada dalam kemelaratan seorang budak korporat yang memiliki batas dalam menghabiskan uang yang sifatnya tersier.

"Ini betulan gak apa- apa, kak?" tanya Nathya ragu akan hal yang sedang ia lakukan bersama adik iparnya, yang berusia lebih tua setahun darinya.

"Iya gak apa- apa. Pakai saja. Milan belum sempat buatin kamu kartu kredit sendiri."

"Tapi bingung mau beli apa," jawab Nathya.

"Tinggal pilih. Mau tas, jam tangan, sepatu atau baju? Mau brand LV, Channel, Gucci atau YSL?" tanya Melani menggoda Nathya agar mau menghabiskan uang kakaknya.

Nathya pun masih membisu belum bisa menjatuhkan pilihan kemana

"Ya sudah beli perhiasan saja kalau gitu," ucap Melani akhirnya. Menunggu Nathya yang memutuskan sangat lama. Bisa- bisa Mall tutup, karena kelamaan mikir.

Awalnya Nathya ingin membeli cincin permata berlian yang cukup menarik perhatian. Namun harganya setara dengan tanah seluas 200 m2 di Denpasar. Selain itu, Nathya terpikirkan ucapan tante Riana kemarin- kemarin "bisanya cuma mengabiskan uang suami!" Nathya pun mengurungkan niatnya untuk membeli cincin tersebut.

Begitu pun saat Melani mengajaknya pindah ke toko yang lain, Nathya tetap tidak membeli apapun. Sementara Melani sudah membungkus 3 item belanjaan yang ia beli menggunakan kartu Kredit Argha.

"Thya,kalau kamu nya begini terus kak Milan bakalan merasa bersalah banget loh sama kamu," ucap Melani kala keduanya sudah duduk manis disebuah restoran sembari menunggu pesanan datang.

"Kenapa memangnya?"

Melani menghela napas panjangnya mendengar jawaban bodoh Nathya. Jelas saja kakaknya merasa bersalah. Selama sebulan pernikahan Nathya terlalu hemat untuk orang- orang seperti mereka. Kalau tidak menemani Argha kesebuah acara atau ke pertemuan kolega politiknya, Nathya tidak akan pergi kemana- mana. Alias mengurung diri di rumah. Lebih banyak menghabiskan waktu dengan mamang- mamang tukang kebun di kebun, atau dengan kepala pelayan untuk membunuh rasa bosannya.

Nathya tidak berani sedikit pun meminta sesuatu yang sebetulnya merupakan haknya sebagai orang yang dinikahi Argha. Tidak uang saku, tidak juga dalam bentuk hiburan dan bulan madu. Malah yang Melani dengar, bulan madu yang sudah direncanakan, batak karena Nathya lebih memprioritaskan agenda kampanye Argha.

Andai saja Melani tahu, tante Riana lah penyebab Nathya tidak berani meminta yang namanya hak nafkah financial sebagai istri, karena takut dicap sebagai istri materialistis, yang suka menghambur- hamburkan uang suami. Sehingga Nathya mengurung jiwa liarnya yang bersifat pemborosan.

Pantas saja Nathya sampai depresi.

"Thya, kak Milan itu orangnya open minded. Just be who you are."

...------------------------...

Perkataan Melani tadi sangat membekas dikepala Nathya, sehingga Nathya tidak bisa berkonsetrasi dalam mempelajari tata hukum berbahasa Belanda di hadapannya. Apakah benar, bahwasanya Nathya terlalu menutup diri dan terkesan tidak menjadi diri sendiri, sehingga Melani mengkritiknya?

Sebetulnya, Nathya hanya berusaha menjadi sosok menantu yang baik yang bisa menjaga nama baik keluarga Baskara. Bunda Seruni berpesan, jika yang meminangnya bukankah orang sembarangan. Oleh karena itu, Nathya harus mampu menahan diri untuk tidak melakukan hal- hal diluar batas.

Detik dimana ia membubuhkan tanda tangannya di atas kertas dokumen pengesahan pernikahan, Nathya seakan memiliki kepribadian baru. Kini, setelah Nathya menjadi Nathya yang berbeda keluarga Argha malah memintanya untuk menjadi apa adanya. Alias menjadi Nathya yang seperti sedia kala.

Apakah mereka baik- baik saja apabila ketika Nathya terkejut, dirinya tidaklah berkata— oh my god— namun malah berkata juancok, anying maneh atau lebih halus sedikit oalah asu!

Nathya rasa mama Dewina, papa Bambang dan Her Majesty tante Riana akan jantungan dibuatnya.

Lalu, dirinya harus bagaimana sekarang?

Malam semakin larut. Besok dirinya serta tuan suami — belum— tercinta akan ke Bandara untuk melakukan perjalan kampanye pertama di Lampung. Namun matanya kembali tidak bisa tidur. Apa mungkin penyebabnya karena ia sudah kembali tidur ke sofa?

"Kamu belum tidur?" terdengar suara dari arah pintu yang membuat Nathya mengalihkan atensinya pada yang baru datang.

"Belum ngantuk pak."

Ruangan itu kembali hening. Hanya terdengar suara- suara kecil yang ditimbulkan Argha ketika membuka sepatu maupun Jas nya. Menit- menit berlalu, namun sedikitpun belim ada perubahan dari penampilan Argha yang masih tetap seperti sebelumnya. Pakaiannya masihkah lengkap, karena laki- laki dominan itu kesulitan membuka simpul yang ada dilehernya.

Nathya menghela napas panjang dan berjalan mendekati sang suami, untuk membantu membukakan dasi yang selalu menjadi titik permasalahan Argha sejak mereka tinggal sekamar. Sebetulnya Nathya kesal pada Argha yang tidak bisa melakukan pekerjaan mudah seperti menyimpulkan ataupun melepaskan dasinya sendiri.

Tidak terbayangkan bagaimana riwehnya Boni dulu yang setiap saat harus membantu Argha melakukan pekerjaan receh seperti itu kala bertugas di Belanda. Heran, pekerjaan seberat berdiplomasi agar WNI dibebaskan dari sandera di jalur Rusia- Ukraina bisa laki- laki itu lakukan. Memang ungkapan tidak ada manusja yang sempurna itu nyata adanya.

Wajah Nathya yang serius dan tidak mengucapkan sepatah kata pun ketika membukakan ikatan dasi suaminya tersebut, menimbulkan senyum tipis di bibir Argha. Tampa sadar, kedua yangan Argha kembali melakikan sesuatu yang lancang. Ia berani menyentuh pinggang sempit milik si daun muda nan cantik jelita.

Nathya yang fokus tentu tidak menyadari apa yang Argha lakukan. Namun kala mata mereka bertemu, waktu seakan berhenti berputar. Nathya yang telah berhasil membuka ikatan dasi tersebut turut diam, seolah menikmati apa yang Argha lakukan padanya. Membuat bapak Argha yang terhormat, menaik turunkan tangannya beberapa kali seolah menginginkan hal yabg lebih.

Jujur, tubuh Nathya gemetar. Namun ia tidak memahami hal apa sebetulnya yang ia inginkan sehingga hanya diam dan menikmati situasi saat ini?

Nathya yang tidak sanggup lagi dengan debaran jantungnya segera melepaskan tangan Argha dari pinggangnya lalu mundur beberapa langkah memberi jarak. Setelah itu, ia kembali ke daerah kekuasaannya, sofa.

Argha pun hanya bisa menelan pil kekecewaan karena percobaan pertama ditolak begiti saja oleh Nathya. Ia pun beranjak dari posisinya menuju kamar mandi.

"Thya," panggil yang lebih tua sebelum masuk ke kamar mandi.

"Hmmm."

"Tidur berdua gak akan bikin kamu hamil."

"M-maksud pak Argha?" cicit Nathya pelan, namun masih bisa didengar Argha.

"Kami gak mau ngerasain tidur di ranjang lagi? Ranjang saya dingin."

Nathya tidak menjawab. Ia tahu Argha sedang menggodanya. Air wajahnya berubah. Pipinya memerah. Ia tak mengerti kenapa dirinya merasa malu mendengar ucapan Argha. Oleh sebab itu, ia segera menenggelamkan tubunya kedakam selimut. Membuat Argha tersenyum puas sudah menggoda si sulung Adiwilaga ini.

Kemajuan yang signifikan.

1
sarytaa
seneng yaa,
dr kmren bolak balik nunggu up.

hah.. bru skrang

brasa cepat banget deh bacanyA..
Ririn Susanti
rekomen banget cerita nya, pemilihan katanya, enak banget dibaca
Anonymous
alur nya gak pasaran
sarytaa
sweet 😍😍😍
LV Edelweiss
Luar biasa
LV Edelweiss
Lumayan
LV Edelweiss
Sudah bisa ku bayang kan gmn kacau nya nathya 🤪
LV Edelweiss
ada bau2 promosi Partai di sini. kenapa gak Golkir aja dih thor... Atau Gilkor
Sirchy_10: gak kok kak. gak promosi partai. seriusan lupa plesetin yang satu ini
total 1 replies
sarytaa
up
sarytaa
hahahaha dikira mimpi ya tya?
srasa cepat banget bacanya, hehe.
Purnama Pasedu
thaya ngebleng
Purnama Pasedu
perjuangan istri
Purnama Pasedu: kembali kasih
Ayuni_ 93: makasih kk. 🤗
total 2 replies
Purnama Pasedu
anggap aj lagi ngedongeng y Nathya
sarytaa
suka dg ceritanya, wlaupun ada org bilang crita nya belibet,

cuma bgi aku up nya jngan lama² kaka, hehhehe
Sirchy_10: hehehe. maklumin kak, pemula. hrus bnyak blajar. trima ksh sudah setia membaca pengantin untuk calon RI 1🤗
total 1 replies
sarytaa
cepat bnget rasa nya wktu baca.
up lgi thor.
r
dr kmren nunggu nya
sarytaa
up lgi thor,
aku suka sma alur novelnya.
sarytaa
uo
sarytaa
aku mnunggu up slnjutnya, jngan lma² loh kk
sarytaa
yah habis lagi 😁😁😁
Sirchy_10: udh up kak.
total 1 replies
sarytaa
aku tunggu up slnjutnya thor!
seru ceritqnya, tau tau udh habis baca.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!