Mata Batin Sang Peramal Tarot

Teriakan dari seorang perempuan yang aku yakin adalah Devina di sekolah tadi, membuat kepalaku berfikir keras, sebenarnya apa yang ingin dia katakan.?

Sampai aku sudah kembali ke rumah, kepalaku masih memikirkan teriakan itu.

"Apa maksudnya?" bisikku dalam batin.

Aku kembali membangunkan tubuhku. Aku benar-benar tidak bisa tidur sekarang. Padahal sudah hampir tengah malam.

Berkali-kali aku melihat Instagram tadi. postingan Devina masih ada dan semakin banyak. Entahlah, mau sampai kapan Amaya memposting semua aib Devina.

Akhirnya aku memutuskan untuk mengambil kartu tarot ku, aku ingat, kartu yang tadi muncul di meja kelas secara tiba-tiba, masih ada di kantong baju seragam.

Tapi, saat aku mencarinya, ternyata kartu itu sudah menghilang.

Aku segera melihat tumpukan kartu yang kusimpan di meja belajar ku. Benar saja, kartu TEN of SWORD itu sudah kembali ke tumpukan paling atas di antara kartu tarot ku.

Aku belum sepenuhnya mengerti cara kerjanya ini seperti apa? Apa memang kartu-kartu ini sering muncul dan hilang dengan sendirinya?

Sedetik kemudian, rasa penasaran dalam kepalaku menghilangkan semua rasa kantukku.

Sambil duduk kembali di atas kasur, aku mengacak kartu-kartu tersebut sambil memikirkan suara Devina yang tadi kudengar di kelas.

"Bantu aku melihat Devina." bisikku pelan sembari terus mengocok kartu di tangan ku.

Tiga buah kartu aku ambil dari tumpukan. Aku taruh di atas kasur secara tertutup. Lalu, kartu paling kiri mulai kubuka.

TEN of SWORD - THE LOVERS - SIX OF A CUP

Kurang lebih begitulah urutan kartu yang keluar di depan mataku.

Aku menarik nafas pelan. Kartu paling kiri adalah kartu yang tiba-tiba muncul di meja kelas ku tadi TEN of SWORDS. Rasanya aku tidak perlu bertanya lagi kenapa kartu itu yang keluar. Karena saat kupegang kartu itu, ada perasaan bersalah dan ketakutan yang besar dari dalam hatiku. Persis seperti yang dirasakan Devina tadi.

Lalu THE LOVERS - sebuah kartu yang terlihat positif dengan gambar seorang lelaki dan perempuan yang berdiri bersisian dengan seorang malaikat atau mungkin cupid Dewi cinta di tengahnya, entahlah yang jelas aku merasa sepertinya kartu itu mengatakan kalau hubungan antara Devina dan Arno adalah benar hubungan saling cinta.

Kartu terakhir, adalah sebuah kartu yang terlihat suram. SIX of CUPS. Terlihat gambar seorang memakai jubah hitam, yang tengah menunduk murung. Seperti orang yang putus asa. Lalu, saat aku memegang kartu itu, aku kembali di tarik ke sebuah kejadian lain.

Wush....

Devina sedang menangis di sebuah ruang kamar. Di atas kasurnya ia tidak berhenti menangis sambil berkali-kali memukul kepala nya sendiri.

Yang membuat aku hampir kaget adalah, mata Devina tiba-tiba menatap ku yang saat ini berdiri di ujung kamarnya.

Matanya menatapku dengan penuh rasa iba.

"Trus kita mau apa sekarang?" Gumam Devina yang berbicara ke arahku.

Apa Devina bisa melihatku?

Tapi kemudian aku mengerti, bukan aku yang dilihatnya, melainkan Arno. Ya, aku seperti ada di tubuh Arno. Sama seperti saat aku berada di tubuh Tante sari waktu itu.

"Sudah dev, toh mamah aku udah bilang mau nikahi kita kan?" mulutku bergerak dengan sendirinya mengeluarkan suara Arno.

Devina memeluk Arno saat ini. "aku takut..." bisiknya.

"Sudahlah, kamu cepat hapus atau tutup akun Instagram kamu." bisik Arno sambil mengusap-usap rambut Devina.

"Aku gak bisa masuk ke akun ku." bisik Devina

Sedetik kemudian, aku seperti merasakan emosi yang meledak di dada ku. Aku yakin ini adalah emosi yang dirasakan Arno.

"Tolol banget sih! Mana hape kamu!" bentak Arno sambil melepas pelukannya.

Di momen ini aku sadar, kalau Arno sedang benar-benar kesal. Ia merebut handphone Devina lalu mencoba mengutak-atik Instagram. Aku melihat dengan jelas dari point of view nya Arno.

Sampai tidak lama, Arno yang kesal karena tidak bisa membuka instagramnya, melemparkan handphone Devina lalu berdiri dan memukul Devina berkali-kali.

"Perempuan tolol! Gara-gara kamu aku jadi kebawa busuk!"

Buk buk

Devina meringis kesakitan. Aku yang seperti berada di dalam tubuh Arno, merasa sangat marah dan emosi entahlah aku yakin ini perasaan yang di rasakan Arno.

Sampai tidak lama kemudian Arno berdiri dari kasurnya dan meninggalkan Devina di dalam kamar yang akhirnya aku tahu ini adalah salah satu kamar hotel.

wush...

Aku kembali ke tubuhku dengan perasaan marah yang membayangi kepalaku.

Emosi Arno tadi masih terasa di dadaku yang ikut meledak-ledak.

Ting..

Sebuah pesan chat. Suara dari pesan chat yang menyadarkan aku kembali.

'Devina bunuh diri di kamar hotel. Gimana ini?'

Sita mengirim sebuah foto artikel berita yang menayangkan foto seorang gadis yang tengah tergeletak dengan luka sayatan di tangannya. Darah mengalir membuat merah seluruh sprei kamar hotel yang pasti aku sangat mengenali kamar ini.

Deg...

Yah... Ini adalah kamar hotel tempat aku ber astral Projection tadi. Tempat dimana devina dan Arno singgahi setelah mereka kabur dari sekolah. Apa benar Devina bunuh diri?

Lalu dimana Arno? Kenapa tidak muncul namanya di artikel berita ini?

...****************...