Vadio dan Luna menikah paksa karena kekhawatiran orang tuanya masing-masing akan masa depan anaknya.
Setelah sah menikah, Luna menerima Dio sebagai suaminya dan melayani semua kebutuhan Dio, walaupun Dio selalu menolak kebaikan yang Luna berikan. Sikap arogan Dio sudah menjadi makanan sehari hari untuk Luna.
Berapa lama Luna bisa bertahan?
Apakah Vadio akan berubah dan mencintai Luna?
*Btw ini novel kedua aku ya guys!
yuk, lebih dekat dengan author, follow :
instagram : fareed_feeza
Tiktok : lilin28
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fareed Feeza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ngidam
Sedangkan Dio, pria itu menutup kedua matanya ... seperti meresapi apa yang sedang dia lakukan saat ini pada istrinya, di tariknya pinggang Luna agar lebih menempel dengan tubuhnya.
Hingga suara teriakan dari luar yang membuat aktivitas panas itu berakhir, " Lunaaaaaaa!!!!" Teriak Aldo.
Model tengik! Umpat Dio dalam hati saat pagutan b!b!rnya dengan Luna terlepas.
Luna memanfaatkan kesempatan itu untuk segera keluar dari kamarnya, wanita itu segera menemui Aldo ya gbsedari tadi memanggilnya, "Ada apa Al?
"Lama banget, filmnya udah selesai, kita pamit ya." Ucap Aldo sembari menggunakan jaketnya.
Jantung Luna berdebar tak karuan, membayangkan jika Vian dan Aldo pergi dari apartemennya, bisa saja Dio melakukan hal yang lebih dari pada yang tadi, dan Luna tidak menginginkan itu. Terkecuali bila Dio memang mencintainya dengan tulus, mungkin Luna akan memberikan hak nya sebagai suami.
"Ng ... Gimana kalo satu film lagi? Ayolah ... " Ucap Luna yang sebisa mungkin menahan kepergian mereka.
"Gak bisa lun, aku juga udah di telpon mama terus nih buat anterin ke mall." Sahut Vian.
"Kita pamit Lun, take care ya." Ucap Aldo saat menutup pintu apartemen.
Luna pasrah, wanita itu melambaikan tangannya pelan.
Dio masih di kamar aku gak sih? Kok aku jd takut gini ya? Batin Luna.
Perlahan Luna membuka pintu kamarnya, sangat pelan hingga nyaris tak terdengar.
Wanita itu bernafas lega, ternyata Dio sudah tidak ada di kamarnya.
Di ruangan berbeda, Dio sedang berbaring di kasur memandang langit-langit kamarnya, pria itu mengusap bibirnya perlahan ... Kadang raut wajahnya kesal, kadang juga berubah menjadi malu-malu sambil tersenyum.
***
"Kayaknya telor ceplok mata sapi enak deh, udah lama banget gak sarapan itu." Ucap Luna sambil menyalakan kompor di dapur.
"Sebelum Dio bangun, aku harus sudah meminum obat dan mengoles obat sendiri, aku akan berusaha untuk memperkecil kesempatan dia bersikap sebagai lelaki normal."
Luka di bahu Luna sudah tidak separah kemarin, saat ini tangan bagian bahu sudah bisa di gerakan, walaupun tetap harus hati hati.
Selesai sarapan Luna bergegas masuk ke dalam kamar, terlihat kamar Dio masih tertutup rapat dan belum ada tanda tanda bahwa pria itu sudah bangun, karena jam masih menunjukkan pukul 05.00.
Pukul 07.00, *Suara pintu kamar Luna di ketuk.
"Ish ... Dio pasti nih." Ucap Luna yang beranjak dari tempat tidurnya.
Luna sedikit heran, karena pagi ini Dio menggunakan pakaian santai, hari ini sepertinya dia libur.
"Yuk minum obat."
"Udah kok, oles luka juga udah ... Sekarang tangannku bisa melakukannya sendiri."
"Syukurlah kalau sudah membaik."
"K-kamu ga ngantor?" Ucap Luna gugup.
"Kerja dari rumah, yuk temenin."
"Temenin? Biasanya juga sendirian sambil nonton tv." Tolak Luna secara halus.
"Tapi sekarang aku pengen di temenin, yuk!" Dio menarik tangan Luna seolah berkata 'tidak menerima penolakan'.
Dio mengajak Luna ke ruang tv, untuk menemaninya bekerja, Laptop, berkas-berkas dan beberapa camilan sudah ada di atas meja.
"Duduk sini." Dio menepuk-nepuk sofa tepat di samping dirinya.
"Gak apa-apa, aku disini aja ... " Luna mendudukan dirinya dengan jarak yang lumayan jauh dari Dio.
Dio membuang nafasnya, Pria itu menggeser duduknya sambil memangku laptop yang ada di pangkuannya agar berdekatan dengan Luna.
"Dio, tempo hari kamu bilang aku dan kamu harus berjarak, tidak boleh dekat seperti ini, aku masih ingat betul kata-kata kamu waktu itu."
"Itu kan tempo hari, sekarang lain lagi." Ucapnya santai.
"Mana bisa seperti itu, kata-kata mu sudah tertanam di pikiranku, jadi otomatis tubuhku akan reflek menjauh jika berada di dekatmu."
"Kalau sudah tertanam biar aku cangkul lagi,gimana?"
Luna menatap tajam ke arah Dio, kata kata nya terdengar sangat ambigu.
"Jangan galak galak sama suami." Ucap Dio.
"Idih, siapa yang galak."
"Itu mata kamu, hampir keluar bola matanya. Aku jadi takut." Ucap Dio sambil tertawa.
Ga salah? Saat ini Dio tertawa. Batin Luna.
"Gak usah so so an bilang suami suami deh. Kamu kan mau jadi single sampai hidup kamu berakhir di dunia ini." Ucap Luna.
Dio tersenyum, pria itu menutup laptopnya dan menaruh di atas meja, di dekatinya Luna yang sedari tadi posisinya makin menjauh. "Siapa yang bilang begitu? Aku ga ada ngomong kayak gitu." Ucapnya dengan wajah sendu.
"Ih ... jangan Dekat, deket ..." Luna terus saja menghindar.
"Kalau kamu terus duduk menjauh dari aku lagi, aku pastikan kejadian kemarin saat di kamar akan terulang lagi."
Seketika Luna diam, badannya reflek mematung mendengar ancaman yang di ucapkan oleh suaminya.
Dio yang melihat perubahan sikap istrinya hanya menggelengkan wajah sambil terus tersenyum, Lucunya ... Batin Dio.
***
Malam harinya.
"Aku laper, masih jam 18.30, aku masih bisa makan besar, sebagai tanda terimakasih udah nemenin aku kerja, mau di pesenin apa?"
"Aku mau sate."
"Harus banget sate ?" Tanya Dio pada Luna yang bersiap memesan makanan lewat ponselnya.
"Iya, aku lagi pengen banget."
"Belum aku apa-apain udah ngidam aja." Celetuk Dio tanpa memandang ke arah Luna.
"Ih apaan sih!" Ucap Luna lalu dia meninggalkan Dio yang masih sibuk dengan ponselnya, Luna enggan menanggapi lawakan Dio kalau menjurus ke arah pembicaraan pasutri.
"Pelan, pelan kunyahnya ... Aku makan nya dikit kok, ini semua buat kamu." Ucap Dio saat melihat Luna makan dengan sangat lahap.
"Gimana ya, kalau lagi kepengen trus kesampaian tuh jadinya enak banget gitu."
"Iya tapi nanti kesedak, denger dong suami kalau lagi kasih tau buat kebenaran."
\*Luna batuk
"Tuh kan ... Aku bilang apa? Kesedak kan?" .
"Kesedak karna omongan kamu." Ucap Luna memperjelas. "Udahlah, aku malas bahas." Ucap Luna yang menghentikan aktivitas makan nya.
"Oke .. Oke aku gak akan bahas, Yuk lanjut lagi makan sate nya." Ucap Dio yang khawatir Luna marah.
Setelah selesai, dua sejoli yang di paksa bersatu ini akan kembali ke dalam kamar masing-masing untuk beristirahat, karena hari sudah semakin larut.
"Aku masuk kamar duluan ya, makasih makanannya."
Dengan cepat Dio menahan pergelangan tangan Luna, "Lun, aku mau tanya."
"Hm? Tanya aja." Ucap Luna yang reflek melepaskan genggaman Dio.
"Kamu sudah lega belum, saat tau Mauryn sudah tidak ada di dunia ini lagi."
"Lega karena?"
"Lega karena, aku gak punya calon istri seperti yang kamu tuduhkan. Calon istri aku ya Mauryn ... Dia sudah meninggal dunia.
*Aku tidak merasa lega* ... *Kamu masih mencintai mauryn dan mengabaikan orang yang mencintai kamu dengan tulus. Dan dengan terang-terangan kamu bilang , bahwa hanya Mauryn pemilik hatimu*. *Aku tidak mau menjalani hubungan, jika* *pasanganku belum selesai dengan bayang-bayang masa lalunya*. Ucap Luna dalam hati.
"Lalu apa ngaruhnya buat aku? Sama aja kan? Kamu tetap menutup hati untuk siapapun, aku percaya ... Kalian akan bersatu lagi di alam sana, maka dari itu kuatkan kembali prinsipmu untuk tidak terlalu baik kepadaku," Sindir Luna.
"Lun ...
lanjutttttt 😂😂💪💪💪
dan Asli yaaa.... udah suka sama ceritanya, jadi Makin.. makin.. dan makiiiinnn SUKAAAA 😆😆😆😍😍❤️❤️❤️