Terlambat Menyadari

Melati ingin sekali mewujudkan cita-citanya dan membahagiakan, membanggakan orang tua dengan keberhasilannya nanti. Sama seperti Raf, dia juga ingin membuat Kakek bangga, setelahnya baru memikirkan nikah bersama sang pujaan hati.

Haha, laki-laki itu tidak sabar menunggu hari itu tiba. Banyak waktu dilalui bersama, pertama kali ke pantai berdua, kali ini Raf tidak main-main bawa Melati jalan-jalan. Senja sangat indah, kamera sudah siap di tangan Raf. Laki-laki itu ingin memotret momen ini bersama Melati, banyak gaya mereka lakukan. Tidak terasa waktu begitu cepat, akhirnya memutuskan pulang.

Ban motor memutar menelusuri jalanan, tidak hanya bannya saja, pemilik motor dan yang dibonceng ikut serta duduk di atas jok.

Seorang gadis tengah memeluk pinggang sang pacar, itu cukup romantis dilihat. Raf menghentikan motor di toko buku, dia ingin membeli sesuatu untuk dia jadikan kado.

“Mampir ke sini dulu, gak papa kan?”

“Mau apa?”

“Beli buku.”

“Buat siapa?”

“Buat sahabat aku, bentar lagi dia ulang tahun, aku mau kasih dia buku novel.”

“Siapa sahabat kamu? Kok gak pernah cerita. Cewek atau cowok?”

Lagi-lagi Melati terus bertanya, jiwa ingin tahunya kuat sekali. Pantang menyerah sebelum tahu. Akhirnya Raf menceritakan, dia punya sahabat, Rani namanya, dari umur 6 tahun meraka sahabatan sampai sekarang, tetapi disaat menginjak bangku SMP Rani pergi ke luar kota dan menetap di sana. Namun, persahabatan mereka tetap terjalin dengan baik.

Berjalan beriringan, masuk dan memilih buku yang cocok menurut Raf. Melati menyarankan beberapa buku yang menurutnya menarik.

Tiga buku sudah ada di tangan hanya tinggal membayar, tidak lupa laki-laki itu menawari, barangkali Melati ingin buku juga, tetapi gadis itu memilih tidak, walaupun dalam hatinya ingin, dia tahu harga novel mahal, meski dia mengambil satu buku yang berjejer di rak dan niat membeli dengan uangnya, sudah yakin pasti Raf yang bayar. Dan itu yang dia gak mau. Melati memikirkan habis berapa uang yang Raf keluarkan hanya untuk jalan-jalan bersamanya, pastinya tidak sedikit.

“Yakin, nih, gak mau beli novel? Kalau mau ayo sekalian.”

“Enggak, Raf. Pulang aja.”

Melati tetap menolak. Oke, laki-laki itu menurut, melangkah keluar bersama-sama dengan tangan masih bertautan, hingga saat mereka berjalan seseorang tidak sengaja menubruk bahu Raf hingga membuatnya hampir jatuh. Untung dengan sigap Melati membantu menahan. Ponsel yang dipegang orang itu terjatuh bebarengan dengan tubrukannya.

Lantas segera cewek itu mengambil, mengusap-usap ponsel, untungnya tidak rusak. Belum menyadari dia bertabrakan dengan siapa. Sementara Raf, menatap gadis itu sebentar, setelah menyadari, ternyata orang di hadapan adalah sahabat sendiri, Rani Aranisa. Raf tidak menyangka akan bertemu dengannya di sini. Sudah satu tahun tidak berjumpa, membuatnya rindu berat.

“Rani.”

Gadis itu menoleh setelah namanya dipanggil. Mereka berpelukan melepas rindu. Sementara Melati, hanya diam menyaksikan Rani dan Raf berpelukan, hatinya lebih tenang karena Raf sudah menceritakan bahwa Rani hanya sahabat tidak lebih. Dua orang yang sudah lama tidak bertemu itu saling menukar kabar, tidak lupa Raf mengenalkan Melati sebagai pacarnya.

“Pacarmu?” tanya Rani, seperti tidak yakin, tersirat ada perubahan di wajahnya setelah mengetahui Raf punya pacar. “Iya, Melati pacarku, cantik kan?” Melati hanya tersenyum, berbeda dengan Rani, gadis itu memang tersenyum sangat singkat seperti terpaksa. Tidak lama setelahnya, mereka akhiri perbincangan, Rani yang hendak masuk toko, Raf dan Melati akan pulang.

Martabak telor tidak lupa dibeli, itu pesanan Dity. Kembali melanjutkan perjalanan pulang, beberapa menit lagi mereka sampai di rumah Melati, tetapi sebelum benar-benar sampai, Raf tidak akan menyiakan momen berdua ini.

“Kenapa berhenti di sini, Raf?” Bukannya menjawab, laki-laki itu memutar badan menghadap sang kekasih. Jantung Raf bedebar lebih kencang dari biasanya. “Boleh gak aku cium kamu sekali aja.” Kata itu keluar dari mulut Raf, matanya menatap lekat wajah Melati. Seolah terbius, gadis itu mengangguk.

Detik berikutnya sebuah kecupan hangat mendarat di kening Melati. Sekitar tiga puluh detik bibir itu menempel di kening gadis itu, setelahnya terlepas dan mata keduanya bertemu, saling bertatapan.

“Boleh sekali lagi?”

Lagi-lagi Melati mengangguk, gadis itu tidak bisa menolak karena dia sama menginginkannya. Detik berikutnya, sebuah kecupan lagi mendarat di pipi Melati, kali ini singkat. Hanya itu sudah lebih dari cukup bagi Rafaly Thamana. Tersenyum manis, dia kembali melajukan motor menuju rumah Melati, mengantarnya dengan selamat.

Dalam perjalanan, Melati mengingat kejadian tadi, tidak mengangka Raf akan menciumnya, tadi dia benar-benar kaget, pertama kalinya ada sentuhan orang asing di wajahnya, biasanya hanya Dity dan Kak Tomi yang berani mencium dirinya.