BURUK RUPA JADI RATU TUAN KEJAM

Mau tidak mau pelayan pria itu maju melerai Nadia yang masih menyiksa majikannya tapi sayang, tendangan Nadia sudah mendarat tepat di perutnya.

Pelayan itu tersungkur sembari memegangi perutnya.

"Dasar tidak berguna kamu. Menghadapi bocah ingusan saja kamu tidak bisa."

Dengan sekuat tenaga Rita meronta, diraihnya kain yang menutup wajah Kania dan menariknya.

Seketika itu juga Kania melepaskan pegangannya pada tangan Rita.

"Ha ...ha ...ha, pantas saja kamu menutup wajahmu dengan kain, ternyata seburuk ini rupamu sekarang. Sepotong mulus sisanya keriput semua mirip hantu."

"Terus apa peduli mu kalau wajahku seperti ini."

"Aku sama sekali tidak peduli tapi bagaimana dengan ayah dan calon suamimu. Mereka pasti sangat malu melihatmu."

"Apa aku peduli dengan mereka? Aku malah senang mereka malu melihatku karena sebelum mereka malu melihatku, aku sudah terlebih dulu malu melihat mereka."

"Dasar menjijikkan."

"Kamu itu yang menjijikkan Rita, sahabat tapi menikam dari belakang, dasar perempuan perebut suami orang. Entah sudah berapa pria yang menyicip tubuhmu sebelum kamu menikah dengan Ari dasar SALOME kamu." Tina memutar kursi rodanya dan berhenti tepat disamping Kania.

"Jaga mulutmu Tina" Rika maju tapi segera menghentikan niatnya tak kala melihat Kania mengepalkan kedua tangannya.

"Tunggu saja Kania, aku akan mempermalukan mu dengan wajahmu yang buruk itu ."

"Silahkan saja dan aku tunggu. Kamu tahu sendiri apa yang akan aku lakukan padamu."

Di tengah perdebatan mereka tiba-tiba sebuah mobil mewah berhenti lalu keluar seorang pria paru baya, pria yang tidak lain adalah Ari Laksono.

"Sayang kenapa kalian ada disini? Ari mendekati Rita.

"Coba lihat tanganku" Rita mengangkat pergelangan tangannya dan memperlihatkan kepada suaminya.

"Astaga, siapa yang melakukan ini? Ari memegang tangan Rita dan mengelusnya dengan panik.

"Itu orangnya.....mas." tunjuk Rita kearah Tina. Tanpa berpikir panjang Ari lalu mendekati Tina dan mengayun tangannya ke udara.

Plak.....

Bunyi tamparan keras terdengar.

Kania memasang tubuhnya menjadi tameng melindungi ibunya.

"Jadi selama ini kamu juga ikut menyiksa ibuku?"

"Kania, kenapa dengan wajahmu?" Ari terperangah melihat wajah Kania yang sekarang.

"Apa peduli mu?"

"Jelas aku peduli karena kamu itu anakku."

"Kamu hanya menganggap ku anak karena kamu ada niat terselubung dengan pernikahanku dengan Riko. Andai saja bukan karena bisnis dengan Sanjaya, kamu sudah memperlakukan aku tidak adil seperti kalian memperlakukan ibuku selama ini."

"Kania, jaga mulutmu. Benar kata ibu Rita selama ini kalau sekarang kamu itu menang kurang otak."

"Cih...ibu Rita, ibuku hanya satu ibu Tina dan sampai kapanpun tidak akan tergantikan oleh dia atau pun perempuan lain."

"Sekarang kamu menantang ku? Baiklah, semua fasilitas yang sudah kamu nikmati selama ini akan aku cabut. Aku mau lihat apa kamu bisa hidup tanpa bantuanku. Satu lagi, aku jijik melihat wajahmu dan aku yakin seyakin-yakinnya selepas ini Riko pasti membatalkan pernikahan kalian."

"Ari, awas saja kalau sampai kamu membuat putriku menderita aku tidak akan tinggal diam."

"Dasar lumpuh dan cacat. Kalian itu cocok bersatu. Ayo sayang tinggalkan mereka."

Ari menuntun Rita masuk kedalam mobil, wajah Rita begitu berseri setelah mendengarkan ucapan Ari. Ucapan yang bertahun-tahun lamanya dia tunggu.

Sekarang kania dan Tina bukan siapa-siapa lagi baginya, semua yang dimiliki Ari akan jadi miliknya juga dan tidak akan terbagi dengan Kania apalagi Tina.

Rere akan jadi pewaris tunggal keluarga mereka.

Perjuangannya berpura-pura baik selama ini akhirnya membuahkan hasil.

"Bu, ayo kita pergi."

"Kita mau pergi kemana nak?"

"Kita ke apartemen Kania, di sana ibu bisa istirahat dengan nyaman tanpa ada gangguan dari kedua iblis itu."

Untuk kedua kalinya kania memesan jasa online.

Mobil kembali melaju ke apartemen Kania. Butuh beberapa menit hingga mobil yang mereka tumpangi berbelok masuk ke halaman apartemen.

Kania keluar dibantu pak supir mengeluarkan kursi roda ibunya.

Kania mendorong kursi roda Tina menuju ke pintu masuk. Belum juga menginjak teras apartemen seorang mendekati mereka.

"Ada pak pak Angga?"

"Begini nona Kania, pihak apartemen sudah tidak mengizinkan nona Kania tinggal disini karena tuan Ari sudah menjual apartemen yang selama ini nona tempati."

"Itu apartemenku dan apartemen itu atas namaku kenapa pihak apartemen begitu saja menjualnya tanpa persetujuanku terlebih dulu. Ini sudah melanggar hukum aku bisa tuntut kalian semua"

"Silahkan nona menuntut, kami sama sekali tidak takut karena kami juga punya dasar hukum. Semua setoran uang atas nama tuan Ari dan nyonya Rita dan nona Kania hanya menempati dalam tanda kutip sementara saja"

"Jadi maksudnya, surat apartemen yang selama ini aku pegang palsu?"

"Kira-kira seperti itu. Itu barang-barang nona, nona boleh pergi sekarang"

"Kedua iblis tua itu benar-benar sudah merencanakannya dengan baik bagaimana menyingkirkan ku."

"Mereka benar-benar tidak tahu diri. Baiklah mereka sudah memukul genderang peperangan tapi mereka tidak tahu kalau aku ahli dari dari strategi itu."

"Untung Kania masih memiliki kartu ATM dan isinya masih lumayan, kita bisa mengontrak rumah untuk sementara waktu sambil memikirkan rencana selanjutnya. Ibu tunggu di sini sebentar biar Kania menarik uang."

Kania meninggalkan Tina menuju kearah ATM yang masih ada dalam lokasi apartemen.

"Sial....., Bandot tua itu juga memblokir keuanganku. Rupanya dia tidak main-main dengan ancamannya. Bagaimana kami bertahan dan menjalani hari kedepannya kalau tidak uang. Ya Tuhan tolong kami dan tunjukan jalanMu."

Dengan langkah gontai dan wajah lesu Kania keluar dari ATM menuju kearah ibunya.

"Apa yang terjadi nak?"

"Bandot tua itu juga memblokir ATMku. Kania sudah tidak punya apa-apa bu." Kania menunduk kepala tidak benari menatap ibunya

"Tenanglah, kamu pakai ini saja. Passwordnya tanggal, bulan dan tahun kelahiran mu."

Tina menyerahkan sebuah kartu kecil pada Kania.

"Ini uang ibu, Kania tidak bisa memakainya? Biar nanti Kania usah bagaimana cara agar kita bisa mencukupi kebutuhan kita."

"Uang ibu uang kamu juga. Jadi cepat kamu tarik uangnya dan kita cari kontrakan."

"Kania janji akan mengganti semua uang ibu setelah kania sukses."

"Ibu tunggu itu."

Setelah menarik uang hingga beberapa lembar Kania dan ibunya segera meninggalkan tempat itu, semua barang-barangnya di titipkan untuk sementara waktu di pos jaga.

Setelah berjalan cukup jauh akhirnya mereka berhenti

"Bu, sepertinya ini cocok buat kita tinggal sementara waktu."

ucap kania saat mereka sudah berdiri di depan sebuah rumah sederhana dengan tulisan disewakan.

"Ibu juga merasa seperti itu. Ada taman dan pekarangannya cukup juga cukup luas. Dari pada hidup di rumah mewah tapi bak neraka."

"Baiklah kalau ibu juga setuju biar Kania menghubungi pemiliknya dulu."

Kania mulai menghubungi nomor pemilik yang tertata pada dinding pagar.