NovelToon NovelToon
Di Tepi Senja

Di Tepi Senja

Status: tamat
Genre:Tamat / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Romansa
Popularitas:4.7k
Nilai: 5
Nama Author: Anggi Febriani

Kebanyakan orang-orang berpikir bahwa tidak ada cinta yang akan bertahan, apalagi di usia remaja, dan aku juga sependapat dengan mereka. Namun, dia membuktikan bahwa cinta itu benar-benar ada, bahkan anak remaja sekalipun bisa mendapatkan cinta yang akan menjadi pasangan hidupnya. Semua itu tergantung siapa orangnya.

Dari pengalaman ini aku juga banyak belajar tentang cinta. Cinta itu memang menyakitkan, tapi di balik semua itu pasti ada jalannya. Dia selalu mengajari ku banyak hal, yang paling aku ingat dia pernah mengatakan "rasa suka tidak harus dibalas dengan rasa suka." Dia lelaki yang dewasa.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anggi Febriani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 25

Mama sangat senang dengan hasil yang aku dapat. Mama tidak membandingkan nilai ku dengan nilai Kevin. Mama menyuruh aku menyimpan rapor Kevin dan hadiahnya dengan baik. Mama juga tidak meminta uang yang aku dapat, kata Mama aku sebaiknya menabung mereka atau membelikan barang yang ingin aku beli sendiri. Uang yang aku dapat memang tidak banyak, tapi lumayan bisa membeli sesuatu dari uang itu.

"Selain buku, kamu mau hadiah apa sayang? Mama harus memberi kamu hadiah atas kerja keras kamu selama ini."

"Tarasya mau Mama memasak makanan favorit Tarasya, kepiting rebus."

"Itu saja?"

"Terserah Mama, intinya Tarasya mau itu. Mama mau ngasih lebih atau tidak, itu terserah Mama. Mau hadiah apapun yang Mama dan Papa kasih ke Tarasya, Tarasya akan menerima dan menjaga mereka dengan baik."

"Begitu baru putri Papa dan Mama. Kamu memiliki pemikiran yang bagus. Biarkan Mama dan Papa memikirkan hadiah untuk kamu, pergilah kabari Kevin tentang nilainya," ucap Papa.

"Baik Papa. Aku akan menelepon Kevin. Tarasya menyayangi kalian berdua." Sebelum aku pergi ke kamar, aku mencium pipi Mama dan pipi Papa. Aku sangat menyayangi mereka berdua. Ketika aku sudah besar dan menghasilkan uang sendiri, aku akan memberi mereka hadiah yang paling terbaik. Aku tidak akan mengecewakan mereka berdua.

Aku berlari ke kamar dengan perasaan yang sangat gembira. Aku membuka pintu kamarku dengan cepat dan melompat-lompat seperti orang aneh. Aku meletakkan raporku, dan rapor Kevin, beserta hadiah kami di atas meja belajarku. Aku mengambil handphone ku dari atas lemari, kemudian memfoto kan nilai rapor Kevin dan hadiah-hadiah yang dia peroleh. Setelah aku mengirim foto-foto itu, aku menekan tombol panggilan. Aku menelepon Kevin dengan hati yang sangat baik.

Tersambung, aku semakin gembira. Aku tidak sabar mendengar suara pria tampan itu. "Halo Kevin! Aku sangat merindukan kamu!"

"Halo Tarasya, suasana hati kamu sangat bagus, ya? Jika iya, aku ikutan senang. Bagaimana kabar kamu? Om dan Tante sehat, kan?"

Kevin selalu menanyakan kabar ketika bertelepon. Dia memang sangat pengertian, hal yang paling penting baginya adalah 'kabar'.

"Aku baik, Mama dan Papa juga baik. Kamu dan keluarga kamu bagaimana di sana?"

"Kami baik. Aku bertanya-tanya kenapa kamu sangat senang hari ini?

"Itu karena aku mendapat juara 2 dan kamu juara 1."

"Selamat Tarasya, kelas XI kamu bisa mengejar juara 1. Kamu suka hadiah yang diberikan sekolah?"

"Terima kasih Kevin, selamat juga karena mendapat juara 1, kamu memang pantas mendapatkan juara 1, kamu memiliki otak google. Aku sangat suka hadiah yang diberikan sekolah, apalagi uangnya."

"Otak google apa Tarasya? Aku hanya membaca buku. Ya, aku tahu kamu paling suka uangnya. Oleh karena itu, kamu aku kasih izin ambil uang yang ada di amplop ku. Ambillah, aku akan senang jika kamu memakainya."

"Tidak, tidak mau. Kamu ini, itu uangnya untuk kamu, kamu jangan kasih sembarangan ke orang."

"Aku hanya memberikan kepada kamu, tidak salah kok. Ambil ya Tarasya, kalau kamu tidak ambil, aku akan transfer dua kali lipat sama kamu."

"Kevin! Kamu ini apaan sih! Aku tidak ada niat ambil uang kamu, kamu maksa aku dan mengancam dengan membayar dua kali lipat. Kamu ini tidak seru! Aku transfer saja uang kamu ini."

"Kalau kamu transfer, aku tidak pulang lagi ke Indonesia."

"Kevin! Kamu keras kepala sekali."

"Kamu yang keras kepala. Ambil uangnya atau aku transfer?"

"Aku ambil uangnya, kamu tidak boleh transfer, okay?"

"Baiklah Tuan Putri."

Aku membuka amplop Kevin. Aku mengeluarkan uang dari dalam amplop itu, kemudian memfotokannya kepada Kevin. Kevin ini jika tidak diberi bukti, maka dia tidak akan percaya.

"Aku sudah mengirim bukti kalau aku sudah mengambil uang kamu. Puas?" ucapku dari telepon.

"Belum puas, kamu gunakan dengan baik baru aku puas." Dari seberang sana nampak sekali Kevin sedang tertawa. Dia sangat suka bercanda dan mengejek aku.

"Kamu jangan tertawa lah, aku akan gunakan uang ini dengan baik, yah paling-paling aku menabungnya. Aku tidak akan memakai uang kamu untuk membeli barang-barang ku."

"Terserah kamu, yang penting uang itu sama kamu dan untuk kamu."

"Kamu tidak butuh uangnya?"

"Butuh, semua orang butuh uang."

"Lalu kenapa kamu menyuruh aku mengambilnya?"

"Aku butuh uangnya supaya dikasih ke kamu lah. Masa hal sederhana seperti itu kamu tidak mengerti. Jadi lelet ya otaknya semenjak aku tidak di sana."

"Hei kamu! Awas saja ya, kalau kamu sudah pulang, aku akan menghajar kamu habis-habisan."

Kevin tertawa dari sana. Tawanya sangat candu, melengket di otakku. Aku tiba-tiba merindukan dia yang selalu ada di sampingku.

"Kalau begitu aku tidak sabar untuk pulang, aku ingin dihajar oleh kamu," ejek Kevin.

"Sudahlah. Kamu tidak mau ngalah. Kamu sibuk, ya? Aku matikan, ya? Selamat bersenang-senang dengan pekerjaan kamu yang di luar nalar itu."

Aku menekan tombol merah. Aku meletakkan handphone ku di atas kasur. Aku mulai merapikan rapor dan piala yang ada di meja ku. Aku menyimpan rapor kami di dalam loker ku. Uang yang ada di dalam amplop ku, aku memasukkan mereka ke dalam dompet ku, sementara uang Kevin, aku menyerahkannya kepada Mama supaya Mama menyetornya ke bank.

Setelah makan siang, aku membantu Mama merapikan rumah. Pada saat sore hari, kami membersihkan taman dan menyirami bunga. Mama memberi cuti kepada bibi, aku ada di rumah bersama Mama, aku akan membantu Mama mengerjakan semua pekerjaan rumah.

Pekerjaan rumah itu mudah untuk dikerjakan, rasa malas saja yang susah dilawan, apalagi ketika disuruh-suruh, rasanya sangat malas mengerjakan pekerjaan rumah yang disuruh.

Setelah menyirami bunga, aku mandi, kemudian membantu Mama memasak makan malam kami. Saat ini Mama sedang memasak kepiting rebus, makanan favoritku. Hari ini Mama tidak ada pergi ke pasar, darimana dapatnya kepiting, itu termasuk jawaban mudah, Papa yang pergi ke pasar untuk berbelanja. Papa adalah laki-laki yang pemberani, dia tidak peduli jika orang-orang mengatakan atau bertanya mengapa dia yang berbelanja, mengapa tidak istrinya. Bagi Papa semua pekerjaan itu sama. Lagipula sebelum Papa menikah dengan Mama, Papa sangat suka berbelanja sendiri dan memasak sendiri. Papa tidak pernah memaksa Mama untuk berbelanja, kalau Mama sedang tidak pengen belanja atau sedang sibuk, Papa akan pergi sendirian. Makanya aku ingin mencari suami seperti Papa, tapi suamiku harus lebih menyayangi ku, seperti Papa dan Mama menyayangiku.

Kami makan malam bersama. Aku cepat-cepat menghabiskan nasi ku agar aku memakan kepitingnya. Kepiting yang dimasak Mama benaran enak, aku merasa kurang jika hanya memakan satu.

"Ambil saja seberapa yang kamu inginkan, ini hadiah untuk kamu," ucap Papa ketika melihat aku merasa kurang hanya memakan satu kepiting saja.

"Terima kasih, Pa."

Aku mengambil satu kepiting lagi. Aku memakan mereka dengan tenang, tidak terburu-buru. Aku menikmati setiap daging yang aku gigit. Kami juga bercerita-cerita sedikit ketika sedang makan.

Aku membantu Mama merapikan meja makan. Sisa-sisa kepiting tadi aku masukkan kedalam plastik. Aku membuang mereka ke tempat sampah. Hari sudah malam, aku tidak dikasih mencuci piring di malam hari. Aku membersihkan tangan dan mulutku, lalu kembali ke kamar.

Di kamar, aku mendapati handphone ku bergetar di atas kasur. 'Victor', itulah nama yang ada di layar handphone ku saat ini. Aku segera mengangkat telepon dari dia.

"Malam Tarasya, sudah makan?"

"Sudah. Kenapa kamu menelepon aku?"

"Hanya rindu. Bagaimana hasil rapor kamu?"

"Hasil ku bagus, bagaimana dengan kamu?"

"Bagus. Aku masuk 10 besar, hebat, bukan?"

"Wah keren! Selamat, ya!"

"Kamu bagaimana?"

"5 besar," jawabku tanpa mau mengatakan aku juara.

"Keren. Kita memang keren, ya, apalagi jika kita berpacaran."

Aku mulai terbiasa dengan gombalan Victor. Aku tidak mempermasalahkan jika dia menggombal ku, namanya dia suka kepadaku.

"Berpacaran? Kamu mau coba?" tanya ku asal. Aku harus membalas gombalan dia dengan jawaban pemberi harapan palsu.

"Jika kamu mau menerima, aku akan sangat senang."

"Terima tidak ya? Apa keuntungannya aku menerima kamu?"

"Keuntungannya, aku bisa mengajari kamu dan memberi kamu sesuatu yang terbaik."

"Benarkah?"

"Tentu saja. Aku akan menepati kata-kata ku!"

"Baguslah kalau begitu, aku ikut senang."

"Berarti kamu udah nerima aku dan sekarang kita berpacaran?"

"Tidak. Kamu terlalu percaya diri."

Aku menekan tombol merah lagi. Aku tidak mau berlama-lama bertelepon dengan orang (kecuali Kevin). Aku mematikan handphone ku. Aku mengambil buku yang ada di rak buku, lalu aku membaca mereka. Saatnya untuk mencebur ke dalam dunia novel.

1
Zetti Afiatnun
👍👍👍👍👍
Shoot2Kill
Ceritanya luar biasa, author semangat terus ya!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!