Perfect Sweet Marriage

Lanjuttssss...

**

Danira terdiam sesaat setelah mendengar perkataan toni ia menundukkan kepalanya dan terkekeh,

"Haaahahahaha.. Hahahaha aku tidak menyangka kita akan bertemu lagi orang baik hahahahaha tapi kita bertemu dengan kondisi yang sama aku masih tetap dalam keterpurukan ku sedangkan kamu kamu sudah sukses.. Selamat"

Danira mengangkat wajahnya dan menatap wajah toni dengan seksama seketika tawa lirihnya membuat toni tertegun lelaki itu dengan jelas melihat kesakitan didalam mata wanita cantik itu

"Ra.."

"Danira..."

"Ton sebaiknya kamu pulang" danira menyandarkan tubuhnya dibahu ranjang sembari menatap lirih wajah pria itu

"Tapi ra kamu masih lemah" Tolak Toni

"Aku baik-baik saja.. Aku sudah terbiasa hidup seperti ini" Jawab danira

"Tidak aku tidak mau pergi" Tolak toni kekeh membuat danira tersenyum lirih

"Kau masih keras kepala tuan" Ucap danira

"Ra aku mohon jangan usir aku lagi dari hidupmu" Mohon toni lagi

"Apa yang kau harapkan dariku.. Lihatlah aku toni aku sudah memiliki anak apa yang kau harapkan dari wanita yang sudah memiliki anak seperti ku" Jawab danira lagi

"Apa salahnya kau memiliki anak, bahkan jika kamu memiliki suami aku akan merebut mu dari suami mu" Ujar toni tegas membuat danira merasa kagum sekaligus heran apakah toni memang mencintainya sebesar itu atau hanya rasa penasarannya saja karena tak pernah merasakan cinta yang berbalas

"Ku mohon jangan minta aku pergi" Mohonnya lagi membuat danira tersadar dari lamunannya

"Baik terserah kamu saja" Jawab danira karena ia tahu betul sikap lelaki itu ia tak jauh berbeda dari diego sama-sama keras kepalanya

"Hemm bagaimana kabarnya.." Lirih danira tak sadar bertanya sedangkan toni masih berada disampingnya lelaki itu melirik wajah danira

"Siapa maksudmu?" Tanya nya

"Ahh bukan apa-apa ma-maksud ku indonesia.. Aku sudah lama tidak pulang ibu dan adikku apa kabarnya" Jawab danira gelagapan

"o-ohh ku kira kau bertanya tentang bajingan itu" Jawab toni

"Bajingan, bajingan siapa?" Tanya danira

"Siapa lagi jika bukan diego" Jawabnya acuh

"Ha..ha te-tentu saja tidak untuk apa bertanya tentang nya.." Jawab danira ambigu

"Kau jangan memikirkannya lagi ra, sekarang dia sudah jadi suami orang lain" Ujar toni

"Suami..?" Tanya danira

"Yaa, wanita yang dijodohkan dengannya waktu itu kembali dan menyetujui untuk melanjutkan pernikahan itu.. Si bodoh itu memang dasar sakit jiw aku sudah merelakannya untuk memilikimu namun dia malah menikahi orang lain lihat saja kali ini aku tidak akan memberikannya kesempatan kedua lagi" Jawab toni sembari berlalu pergi meninggalkan danira ia kembali menghampiri laura kecil yang masih menonton televisi

"Hemm ternyata kau benar menikahinya, itu baik untuk kalian.. Maaf atas semua yang ku lakukan kepadamu"

"Semoga kau benar-benar membenciku manusia arogan.. Maaf jika aku masih sering memikirkanmu"

Danira menyeka air matanya ia sendiripun heran kenapa air mata itu mengalir dengan sendirinya benar-benar membuatnya kesal.

Dengan langkah gontai danira berjalan menuju sofa depan televisi ia tak mendengar lagi percakapan keduanya hanya suara televisi yang terdengar, hati danira menghangat saat melihat pemandangan yang membuat air matanya kembali menetes

Gadis kecilnya terlelap dalam dekapan seseorang, danira sebenarnya tahu jika laura sangat membutuhkan sosok seorang ayah meskipun gadis kecil itu tidak lahir darinya namun ikatan batin keduanya sangat kuat meskipun gadis kecil itu selalu terlihat tegar bahkan ia lebih sering menguatkan danira namun siapa yang tahu jika didalam lubuk hatinya ia juga ingin merasakan hangatnya sosok dan pelukan dari seorang ayah.

"Laura sayang ayo kekamar" Bisik danira, namun gadis kecil itu bukannya bangun ia malah semakin mengeratkan pelukannya kepada toni begitu juga lelaki itu ia membalas pelukan laura dengan tulus

"Biarkan ia tidur disini" Bisik toni dengan mata terpejam

"Atau kau juga ingin ku peluk" Ucapnya lagi membuat wajah danira tanpa sadar memerah

"Gila kau" Balas danira berbisik

"Good night" Bisik danira saat ia menyelimuti keduanya dengan lembut ia mengusap rambut putrinya, laura tertidur begitu pulasnya

Danira merebahkan dirinya kembali dikasur ia tak bisa memejamkan matanya ia tak terbiasa tidur sendiri selalunya laura selalu tidur dalam pelukannya dan malam ini gadis kecil itu pertama kalinya tak tidur dengannya seketika danira terpikirkan bagaimana jika suatu saat ia harus melepaskan laura.. Apa ia sanggup untuk hidup tanpa gadis kecil itu bagaimana jadinya hidupnya tanpa laura tanpa terasa air mata danira mengalir dengan deras membayangkannya saja membuatnya merasa sangat terluka lalu bagaimana jika semua itu terjadi harus apa dia.

"Tidak, aku tidak akan menyerahkannya kepada siapapun... Kali ini aku akan egois walau sekali saja aku selalu memberikan kebahagiaan untuk orang lain tapi aku sendiri lupa bagaimana caranya bahagia.. Tidak kali ini aku tidak akan lemah lagi, aku harus kuat.."

Semalaman suntuk danira tak bisa terpejam pagi ini ia kembali melihat pemandangan yang tanpa sadar membuat senyum danira mengembang

"Uncle poni tail bukan seperti ini" Protes Laura

"Loh ini poni tail kan" Jawab toni

"Bukan uncle bukaan.." Cemberut bocah kecil itu sembari bercermin

"Mamii lihatlah perbuatan uncle" Ia menghampiri danira yang sedang membuatkan sarapan untuknya

"Cantik kok" Jawab danira sembari terkekeh

"Biar aku saja" Toni dengan cepat menghampiri danira ia meraih celemek dan memakainya

"Astaga to biar aku saja kau mana tahu sarapan yang laura suka" Jawab danira menolak

"Tahu kok" Jawabnya

"Apa!" Tanya danira

"Telor ceplok dan nasi hangat" Jawab toni

"Loh kok" Ucap danira

"Benarkan.. Sekarang pergi dari sini biar aku saja" Ucapnya sembari menepikan danira dari dapur

"Mii sini biar uncle saja memasak.. Ami tahu uncle itu cep dia sangat hebat.." Ujar laura membuat danira terkekeh ia menuruti permintaan putrinya keduanya duduk santai di meja makan menunggu lelaki tampan itu menyiapkan sarapan, danira menatap toni dengan fokus pesona lelaki itu memang tak bisa di jelaskan lagi sangat menggoda dan mempesona namun entah mengapa danira selalu menganggap lelaki itu adalah saudaranya sekuat apapun ia memaksakan diri untuk menyukainya ia selalu gagal

"mii.. Apa mami naksir uncle" Tanya laura membuat danira tersentak lalu memalingkan wajahnya lamunannya seketika ambyar setelah mendengar pertanyaan dari gadis kecil itu

"Sarapann.." Toni menghampiri mereka berdua membawa dua piring ditangannya seporsi nasi goreng dan sarapan laura

"Makan lah" Ia menyodorkan makan itu dihadapan danira

"Kamu tidak makan?" Tanya danira

"Makan juga.." Jawabnya acuh danira melirik piring mereka hanya ada dua

"Makanan mu?" Tanya danira

"Ini.." Ujarnya menunjuk piring nasi gorengnya

"Aisss aku terlalu percaya diri ku kira ia masak untukku.." Lirih batin danira

"Ini juga makanan mu ra, kita makan satu piring saja" Ucap toni membuat danira kembali terbelalak

"Sudah makan saja" Ucapnya sembari menyuapkan danira makanan setelah danira melahapnya ia menyuapkan juga nasi goreng ke mulutnya pemandangan itu membuat laura bersorak girang, ini kali pertamanya danira melihat putrinya begitu bersemangat untuk berangkat ke sekolah bukan berarti hari-hari biasa laura tidak semangat hanya saja pagi ini danira melihat semangat putrinya itu lebih besar dari biasanya laura juga selalu tersenyum sumringah.

"mii ade pamit yaa mau sekolah" Ujarnya ia menghampiri danira dan mencium tangan serta pipi wanita itu

"Kamu istirahat saja aku memberimu cuti" Ucap toni

"Apa mana bisa seenaknya cuti" Protes danira

"Tentu saja bisa, aku bosmu" Ujarnya membalas dan tanpa sadar ia menyodorkan tangannya kepada danira begitu juga danira tanpa sadar ia meraih tangan itu dan mencium nya layaknya seorang istri menerima pamit suaminya setelah keduanya pergi danira baru tersadar

"Astagaa apa yang ku lakukan, kenapa aku mencium tangannya..." Ujarnya menepuk jidatnya

"Astaga apa yang ku lakukan kenapa aku menyodorkan tanganku untuknya" Ujar toni setelah ia dan laura didalam mobil namun berbeda dari danira yang panik ia justru tersenyum simpul lalu mengusap punggung tangannya yang dicium danira tadi sembari senyam senyum tanpa alasan.